Slider

Recent Tube

Berita

Ilmiah

Opini

Fiksi

TQN

Buku

» » » Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy; Sang Inspirator Pejuang Kemerdekaan RI


oleh: Dr. Adnan Mahdi, M.S.I.

Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy merupakan ulama yang lahir dan dibesarkan hingga remaja di Sambas, tepatnya di Kampung Dagang atau Dagang Barat - Sambas saat ini. Beliau terlahir dari keluarga perantau yang alim dan taat dalam beragama, asal tempat tinggal orangtuanya adalah Kampong Sange’ Kecamatan Teluk Keramat, Sambas. Ahmad Khatib lahir pada bulan Shafar 1217 H atau 1803 M. Nama lengkap ayahnya adalah Abdul Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin.

Semasa kecil hingga remaja, Ahmad Khatib dididik oleh orangtua dan dilanjutkan oleh pamannya yang sangat terkenal alim dan wara’. Selain pendidikan di lingkungan keluarga, Ahmad Khatib juga memperoleh pendidikan agama dari Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas, yakni H. Nuruddin Musthafa, karena antara Dagang Barat tempat tinggal Beliau dengan Masjid Jami’ hanya berjarak sekitar 500 M saja. Mengingat jarak yang dekat ini, sangat dimungkinkan Ahmad Khatib memperoleh pelajaran agama yang intensif dari H. Nuruddin Musthafa.

Ketika remaja, darah perantau yang mengalir dalam tubuhnya sangat mempengaruhi jiwa Ahmad Khathib untuk merantau sekaligus belajar agama di Mekah. Pada tahun 1820 M, orangtuanya mengirim Ahmad Khathib ke Mekah menggunakan Kapal Layar, karena pada saat itu belum ditemukan Kapal Mesin atau Kapal Uap. Meskipun perjalanan cukup berat, namun tak menyurutkan semangatnya untuk menuntut ilmu agama di Mekah. Ketika sampai di Mekah, Ahmad Khathib aktif mengikuti halaqah-halaqah yang diadakan oleh ulama-ulama Melayu, dan selanjutnya dari ulama Melayu ini Beliau belajar dengan ulama-ulama Arab. Adapun nama-nama gurunya, antara lain: Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syaikh Daud bin Abdullah al-Fatani, Syaikh Abdus Shomad al-Palimbani, Syaikh Abdul Hafidz al-Ajami, Syaikh Ahmad al-Marzuqi, dan Syaikh Syamsudin. Dari Syaikh Syamsudin yang tinggal dan mengajar di Jabal Qubays Mekkah inilah Beliau mempelajari Thariqah Qadiriyah. Lantaran kecerdasan dan penguasaan ilmu-ilmu keagamaan, termasuk ilmu Thariqah, maka Syaikh Syamsudin menunjuk Beliau untuk menggantikan posisinya sebagai Mursyid Thariqah Qadiriyah dan memberi gelar dengan Kamil al-Mukammil.

Melalui keilmuan dan keraifannya tersebut, Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy mulai mengajarkan Thariqah Qadiriyah bersamaan dengan Thariqah Naqsyabandiyah, dan akhirnya Beliau dikenal sebagai pendiri Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN). Sebagian besar orang mengenal Beliau sebagai ahli thariqah melalui Kitab Fathul Arifin, padahal tidak demikian, karena di samping ilmu thariqah, Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy juga menguasai berbagai displin ilmu keagamaan lainnya, seperti Ilmu Fiqih yang berisi kajian tentang Thaharah, Shalat, dan Fardhu Kifayah yang dikoleksi oleh Haji Mansyur dari Pulau Subi.
Sementara murid-murid Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy cukup banyak jumlahnya dan sebagian darinya menjadi ulama-ulama terkenal dan termasyhur di zamannya, seperti: Syaikh Abdul Karim al-Banten, Syaikh Nawawi al-Bantani, Syaikh Muhammad Kholil Bangkalan Madura, Syaikh Tolhah Cirebon, termasuk dua muridnya yang berasal dari Sambas, yakni Syaikh Nuruddin Tekarang dan Syaikh Muhammad Sa’ad Selakau.

Meskipun Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy menetap hingga wafat di Mekah pada tahun 1875, namun perhatian Beliau terhadap Nusantara tak surut sedikitpun. Melalui murid-muridnya yang kembali ke Indonesia inilah, semangat juang untuk melawan penjajah dan merebut kemerdekaan selalu digelorakannya. Hal ini sejalan dengan darah dan semangat yang mengalir dalam dirinya sebagai anak perantau, tentu karakter pejuang selalu bersemi dalam jiwanya. Karakter pejuang ini tampak pada muridnya Syaikh Abdul Karim al-Bantani yang dengan gigih melakukan perlawanan terhadap Belanda pada tahun 1872 M. Perjuangan mereka dikenal dengan peristiwa pemberontakan petani Banten dari suku Sasak di bawah kepemimpinan Syaikh Guru Bangkol, yang sejatinya para pejuang ini adalah pengikut dan pengamal Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy. Meskipun perlawanan mereka tidak berhasil dengan kemenangan, namun semangat juang tetap terpatri di jiwa para pengamal TQN.

Selain dari Syaikh Guru Bangkol, murid Syaikh Abdul Karim Al-Bantani yang berjasa dalam membangkitkan semangat juang melawan penjajah adalah H. Marzuki Tanara. Sepulang dari Mekah, H. Marzuki mendirikan pondok pesantren di tempat kelahirannya (Tanara), dan Ia mengajar dari tahun 1877-1888 M. Dari hasil didikannya, lahir dua ulama terkemuka Banten yaitu Wasid dan Tubagus Isma’il yang sering berkonsultasi kepada H. Marzuki tentang masalah-masalah agama dan masalah yang ditimbulkan oleh kolonialisme.

Begitu pula dengan Syaikh Muhammad Kholil Bangkalan Madura, murid dari Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy, memiliki banyak murid dan salah satu muridnya yang sangat termasyhur dan dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU) bernama KH. Hasyim Asy’ari. Tak diragukan lagi tentang sosok kharismatik dan semangat juang melawan penjajah dari KH. Hasyim Asy’ari ini. KH. Hasyim Asy’ari merupakan ulama pertama yang berani menyatakan bahwa NKRI sah secara Fiqih Islam. Beliau juga yang berani mengumpulkan ulama dalam rapat terbatas di Pesantren Tebuireng untuk membahas Fatwa Jihad yang menjadi dasar dari Resolusi Jihad yang berisi dukungan terhadap proklamasi dan wajib berjihad demi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 14 September 1945. Sangat banyak bukti-bukti perjuangan KH. Hasyim Asy’ari dalam melawan penjajah dan berjuang untuk mempertahankan NKRI. Dalam konteks politik, Beliau berpijak pada pandangan politik Ahlussunnah wal Jama’ah Syaikh Nawawi al-Bantani.

Demikian pula halnya dengan murid Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy yang berasal dari Sambas, yakni Syaikh Nuruddin Tekarang, selain ulama, Beliau juga dikenal sebagai penasehat Sultan yang sedikit banyaknya turut menginspirasi perjuangan dalam melawan penjajah di bumi Sambas.

Berdasarkan uraian singkat di atas, jelaslah bahwa Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy tidak hanya menjadi Guru Para Ulama Nusantara, tapi Ia juga bisa diakui sebagai Sang Inspirator Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia yang kita cintai ini. Wallahu A’lam.


«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments: