#Adnan Mahdi
@Essay Kesetaraan Gender
Apa yang Anda
ketahui tentang gender?
Untuk
menjelaskan apa itu gender, saya perlu mengemukakan beberapa pendapat yang
membahas arti gender terlebih dahulu. Menurut bahasa, kata gender
dimaknai sebagai “the grouping of words into masculine, feminine, and neuter, according as they are regarded as
male, female or without sex”.
Jadi, gender dapat dipahami sebagai kelompok kata yang mempunyai sifat maskulin,
feminin, atau tanpa keduanya (netral). Jelasnya, kata gender
itu menunjukkan suatu perbedaan yang bukan biologis dan
bukan juga kodrat Tuhan.
Dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya untuk
membuat pembedaan (distinction) dalam
hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki
dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.[1] Pengertian
yang lebih kongkrit dan lebih operasioanal dikemukakan oleh Nasaruddin Umar bahwa
gender merupakan konsep kultural yang digunakan untuk memberi
identifikasi perbedaan dalam hal peran, prilaku dan lain-lain antara laki-laki
dan perempuan yang berkembang di dalam masyarakat yang didasarkan pada rekayasa
sosial.[2]
Berdasarkan
pengertian dan pendapat di atas, saya memahami bahwa gender merupakan sebuah
konsep yang seringkali dijadikan parameter dalam pengidentifikasian peran antara
laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada pengaruh sosial budaya masyarakat
(social contruction) dengan tidak melihat jenis biologis secara equality
dan tidak menjadikannya sebagai alat pendiskriminasian pada salah satu pihak
karena pertimbangan yang sifatnya biologis.
Dengan adanya pemahaman seperti itu, saya berkeyakinan akan lahir sebuah
keadilan yang benar-benar memberikan kesempatan yang sama pada setiap jenis
kelamin untuk berkarya, berprestasi, dan beramal sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki oleh setiap hamba Allah di muka bumi ini.
Jadi,
gender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalam melakukan measure (pengukuran) terhadap
persoalan laki-laki dan perempuan terutama yang terkait dengan pembagian
peran di dalam masyarakat yang dikonstruksikan oleh masyarakat itu sendiri. Gender
bukan hanya ditujukan kepada pihak perempuan semata, tapi juga pada laki-laki.
Hanya saja, yang dianggap mengalami posisi termarginalkan sampai sekarang
adalah pihak perempuan, sehingga kaum perempuanlah
yang harus lebih ditonjolkan dalam setiap pembahasan untuk mengejar
kesetaraan gender yang telah diraih oleh kaum laki-laki beberapa tingkat dalam peran kehidupan sosial di
masyarakat. Dengan paradigma
pembicaraan gender seperti itu, diharapkan akan terwujud tatanan
masyarakat sosial yang lebih egaliter.
Mengapa konsep
gender itu penting bagi perjuangan mencapai kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan?
Pertanyaan
kedua ini sebenarnya sangat berkorelasi dengan pertanyaan pertama, maksudnya setelah memahami apa itu gender,
maka tahap berikutnya
perlu penjelasan mengapa konsepsi gender itu penting?
Menurut saya,
pemahaman terhadap konsep gender itu sangat penting diketahui oleh semua umat manusia, karena kurangnya
pemahaman itulah yang menyebabkan munculnya diskriminasi pada kaum perempuan. Melalui konsep
gender, seseorang akan menyadari bahwa sesungguhnya tidak ada pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan.
Semuanya dipandang setara dan memiliki kesempatan yang sama dalam
berkarya, berprestasi, dan beramal ibadah kepada Allah SWT sesuai kemampuan
yang dimiliki masing-masing individu. Sebab, konsep gender itu bersifat
netral dan tidak memihak pada jenis kelamin tertentu.
Selain itu, melalui
konsepsi gender, perjuangan mencapai kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan tampaknya akan lebih mudah dicapai karena ada beberapa hal yang akan dilakukan,
seperti:
Ø Membaca
kembali ajaran Islam dari perspektif keadilan gender. Hal ini penting mengingat pada masa-masa kehidupan
Rasulullah, kaum perempuan sangat dihormati dan diberikan hak-haknya
yang sama seperti laki-laki, sehingga ada
yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW itu adalah feminis pertama dalam
Islam.
Ø Mengkritisi penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis yang
digunakan untuk
mendukung pandangan ketidakadilan gender.
Selama ini yang terjadi, ayat al-Qur’an
dan Hadis selalu dipahami secara tekstual, sehingga terasa kaku dan kurang menyentuh pesan yang dikandungnya. Untuk
itu, model kajian seperti itu harus diubah ke arah penafsiran yang
kontekstual, karena dari cara itulah akan ditemukan
pesan Ilahi yang membawa kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Selain
itu, penggunaan dalil yang bersifat parsial atau
diambil secara “comotisme” juga sangat tidak menguntungkan, karena
hasilnya bisa dipastikan sangat tendensius. Untuk itu, hal-hal seperti
ini harus disempurnakan, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Ø Mempelajari kiprah para feminis (pejuang kesetaraan gender)
dalam upaya
mereka menciptakan keadilan gender di masyarakatnya. Dengan cara ini,
diharapkan kepada pengkajinya akan tumbuh kesadaran betapa beratnya perjuangan
kaum perempuan untuk menuntut hak-hak kesetaraan mereka.
Selain itu, dalam
konsepsi gender, akan dibahas secara proporsional hal-hal yang bersifat
kodrati dan non kodrati, mana yang qath’i dan mana pula yang dzanni,
mana yang syariah dan mana pula yang fikih. Dengan cara pembahasan
hal-hal substansi seperti itu, tentu akan melahirkan pemahaman baru yang bisa mempermudah usaha dalam
memperjuangkan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan.
Bagaimana pandangan
Anda tentang posisi laki-laki dan perempuan dalam Islam? Apakah laki-laki dan perempuan itu dianggap setara atau perempuan setingkat
lebih rendah dari laki-laki?
Menurut pemahaman
saya, berdasarkan informasi ayat al-Qur’an dan Hadis Rasulullah, posisi
laki-laki dan perempuan adalah setara, tidak ada yang lebih tinggi tingkatannya jika didasarkan pada proses
penciptaannya. Keduanya saling melengkapi dan membutuhkan dalam kehidupan. Adapun
yang menjadi pembedanya hanyalah tingkat ketakwaan kepada Allah SWT,
sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Hujurat, ayat 13:
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya
kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.
Berdasarkan ayat di atas, sangat
jelas bahwa manusia itu dibedakan karena
kualitas takwanya, dan perlu diingat, untuk menentukan kualitas takwa
itu hanyalah hak mutlak Allah, bukan pada manusia.
Selain itu, ayat al-Qur’an yang
menunjukkan adanya unsur kesetaraan antara laki-laki dengan perempuan, cukup
banyak ditemukan. Contoh ayat-ayat dimaksud, antara lain:
Setara dalam penciptaan manusia dari satu jenis yang sama
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenis mu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS. Ar-Rum [30] :
21).
Setara dalam bertaqwa kepada Allah SWT
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu
dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu (QS. An-Nisa’ [4]: 1)
Setara untuk taat kepada Allah SWT
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah [9] : 71).
Setara dalam kebutuhan biologis
Dihalalkan bagi
kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka
adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsu
mu, karena itu Allah mengampuni kamu dan
memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa
yang telah ditetapkan Allah untuk mu, dan makan minumlah hingga terang bagi mu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi)
janganlah kamu campuri mereka
itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah
kamu mendekatinya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya pada manusia, supaya mereka bertakwa (QS.
Al-Baqarah [2]: 187).
Setara dalam meperoleh ganjaran pahala
Barangsiapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan
(An-Nahl: 97)
Maka Tuhan
mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal
orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau
perempuan, (karena) sebagian kamu adalah
turunan dari sebagian yang lain..." (Ali Imran: 195).
Selain dalil ayat-ayat al-Qur’an di
atas, hadis Rasulullah juga banyak yang
menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan itu setara. Adapun bunyi dari
hadis-hadis di maksud, antara lain:
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ
قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ
الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ
أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ
بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ
قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ
امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى
امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Telah menceritakan kepada kami [Al Humaidi Abdullah
bin Az Zubair] dia berkata, Telah menceritakan kepada kami
[Sufyan] yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id Al
Anshari] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Muhammad bin Ibrahim At
Taimi], bahwa dia pernah mendengar [Alqamah
bin Waqash Al Laitsi] berkata; saya pernah mendengar [Umar bin Al Khaththab] diatas mimbar berkata; saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda: "Semua perbuatan itu tergantung niatnya, dan
(balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa
niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan
yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan"
(HR. Bukhari, Hadis nomor 1)
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ
سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ شِنْظِيرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَوَاضِعُ الْعِلْمِ عِنْدَ
غَيْرِ أَهْلِهِ كَمُقَلِّدِ الْخَنَازِيرِ الْجَوْهَرَ وَاللُّؤْلُؤَ وَالذَّهَبَ
Telah
menceritakan pada kami [Hisyam bin Ammar] berkata, telah menceritakan kepada kami [Hafsh
bin Sulaiman] berkata, telah menceritakan kepada kami [Katsir bin Syinzhir] dari [Muhammad bin Sirin] dari [Anas bin
Malik] ia berkata; Rasulullah SAW
bersabda: "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap
muslim. Dan orang yang meletakkan ilmu bukan pada pada ahlinya, seperti seorang
yang mengalungkan mutiara, intan dan emas ke leher babi". (HR. Ibnu
Madjah, Hadis nomor 220)
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ السَّخْتِيَانِيُّ
أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ
أَخْبَرَنِي سَالِمٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْإِمَامُ رَاعٍ
وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَمَسْئُولَةٌ عَنْ
رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ
أَبِيهِ
Telah bercerita kepada kami [Bisyir
bin Muhammad As-Sakhtiyaaniy] telah mengabarkan kepada kami ['Abdullah] telah
mengabarkan kepada kami [Yunus] dari
[Az Zuhriy] berkata telah bercerita kepadaku [Salim] dari [Ibnu 'Umar ra.] berkata; Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam (kepala negara) adalah pemimpin
yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami dalam
keluarganya adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas
keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga
suaminya dan akan diminta pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut.
Seorang pembantu dalam urusan harta tuannya adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut". Dia (Ibnu 'Umar ra.) berkata: "Aku menduga Beliau
juga bersabda: "Dan seorang anak laki-laki adalah pemimpin dalam
uruan harta bapaknya". (HR. Bukhari, Hadis nomor 2546)
Itulah di antara beberapa ayat
al-Qur’an dan Hadis Rasulullah yang jelas-jelas
menunjukkan bahwa antara laki-laki dan perempuan itu setara, tidak ada yang lebih tinggi kecuali hanya kualitas
takwa kepada Tuhan-nya.
[1]Helen Tierney (ed.), Women’s
Studies Encylopedia, vol. I (New York: Green Wood Press), h. 153.
[2]Nasaruddin Umar, “Perspektif
Gender dalam Islam”, Jurnal Paramadina, Vol. I. No. 1, Juli–Desember
1998, h. 99.
No comments:
Post a Comment