Ahmad Khatib Sambas lahir di Kampung Dagang Sambas pada bulan
Safar 1217 H bertepatan dengan tahun 1803 M. Ayahnya bernama Abdul Ghaffar bin
Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin yang berasal dari Kampung Sange’ Kecamatan
Teluk Keramat Kabupaten Sambas, lalu menetap di Kampung Dagang.
Semasa kecil sekitar usia 4/5 tahun, Ahmad Khatib diasuh dan
tinggal bersama pamannya, sayangnya nama paman beliau yang dinilai alim dan
wara’ ini tidak diketahui namanya. Ahmad Khatib adalah anak yang rajin, taat
kepada orang tua, dan memiliki minat besar dalam mempelajari ilmu-ilmu agama.
Kisah paman Ahmad Khatib yang alim dan wara’ ini, pernah
terekam dan cukup terkenal dimasanya. “Pada malam terakhir di Bulan Ramadhan,
pamannya mengajak Ahmad Khatib mengerjakan Shalat tahajjud. Saat berwudhu’ di
pinggir sungai, Ahmad Khatib menyaksikan keajaiban, peci/kopiah pamannya yang
diletakkan ranting pohon tiba-tiba melayang di udara, padahal angin tidak
bertiup. Lebih aneh lagi, Ahmad Khatib melihat pohon-pohon yang ada dipinggir
sungai merunduk seperti mau sujud. Melihat pemandangan ini, Ahmad Khatib
memeluk erat tubuh pamannya. Sementara sang paman melihat keanehan ini mengucap
tasbih. Pamannya kemudian menjelaskan peristiwa yang baru saja mereka alami
berasal dari Allah. Usai peristiwa itu berlalu, pamannya memanjatkan do’a
kepada Allah. Memohon agar Ahmad Khatib Sambas nantinya dapat menjadi seorang
ulama besar”.
Kisah lain, ketika Ahmad Khatib mau mandi ke sungai, ia
selalu berjalan melewati sebatang pohon Asam Jawa, saat di ke sungai berjalan
di sebelah kanan Asam Jawa, ketika pulang mandi, dia berjalan di sebelah kiri
pohon tersebut. Anehnya setelah seminggu
peristiwa bertemu lailatul qadar itu, pohon asam itu pun berbunga dan
berbuah luar biasa banyaknya, padahal bukan musim buah. Lebih mengherankan lagi
bahwa buah asam yang terletak dibagian kanan rasanya sangat manis, konon tiada
asam jawa yang semanis itu, sementara buah yang di sebelah kiri terasa sangat
kecut/ masam, tiada buah asam yang semasam itu.
Kehidupan keagamaan masyarakat Sambas, khususnya di
Kesultanan Sambas pada abad ke 18, dibimbing oleh seorang ulama terkenal yang
bernama Syaikh Abdul Al-Jalil Al-Fathani, berasal dari Kerajaan Fatani
Darul Salam. Fatani terletak di bagian Selatan Thailand, antara Semenanjung
Melayu dengan Pantai Teluk Thailand. Awalnya ia datang ke Mempawah menghadap
Upu Daeng Manambong, Raja Mempawah, bersama Syaikh Ali Al-Faqih Al-Fathani
tercatat pada tahun 1747 M. Syaikh Ali Al-Faqih Al-Fathani menyebarkan
Islam di Mempawah, sementara Syaikh Abdul Al-Jalil Al-Fathani menyebarkan
Islam di Sambas. Syaikh Abdul Al-Jalil Al-Fathani lebih dikenal dengan
Keramat Lumbang. Beliau sangat ahli di bidang Tasawwuf, khususnya ilmu Hakikat dan
Makrifat. Beliau adalah pembawa tradisi keagamaan seperti Barzanji, Nadzam,
Burdah dan lainnya setiap malam Jum’at atau dalam acara-acara resmi, dan
membiasakan masyarakat untuk berdzikir, termasuk sambil menidurkan anak-anak.
Nuansa keberagamaan masyarakat Sambas ini tentu sampai ke
masa Ahmad Khatib. Selain belajar dengan orangtua dan pamannya, Ahmad Khatib
diduga juga ikut belajar dengan Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas, H.
Nuruddin Mustafa. Pada usia 17 tahun, sekitar tahun 1820 M, Ahmad Khatib
berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji, belajar dan kemudian
menetap di sana. Ahmad Khatib menikah dengan seorang wanita Arab keturunan
Melayu, dan memiliki 3 orang anak dari hasil perkawinannya tersebut, yaitu dua putra
dan satu putri: Yahya, Siti Khadijah dan Abdul Ghaffar (mengambil nama
kakeknya).
Ketika di tanah suci, Ahmad Khatib langsung bergabung dengan
halaqah yang ada di Masjid Haram dan berguru kepada ulama-ulama Melayu yang
sudah lebih dulu bermukim di sana. Adapun guru Ahmad Khatib, di antaranya
adalah: Syaikh Dawud bin Abdullah al-Fatani, Syaikh Abdullah Al-Hafidz
al-Ajami, Ahmad Marzuqi, Syaikh Shamsudin. Syaikh Dawud bin Abdullah al-Fatani
adalah guru Khatib Sambas yang terkenal, dan melalui gurunya inilah Ahmad
Khatib Sambas belajar kepada Syaikh Shamsudin, seorang pengembang tarekat
Qadiriyah terbesar di Makkah saat itu. Dari guru-gurunya inilah, Ahmad Khatib
Sambas memperoleh ilmu yang sangat lengkap dan komprehensif. Beliau dinyatakan
sebagai tokoh ulama yang menguasai hampir semua disiplin ilmu Islam, dan
terutama sekali tashawwuf /tarekat.
Berkat keterpelajarannya, terutama bakat kesufian yang luar biasa,
kehadiran Khatib Sambas telah menimbulkan kesan yang mendalam pada guru dan
teman seperguruannya. Dikemudian hari ia diberi otoritas untuk menggantikan
posisi gurunya di Jabal Qubais. Lalu oleh mursyidnya ini, Khatib Sambas
dilantik menjadi Syaikh Mursyid Kamil al-Mukammil. Pola suksesi
dengan menetapkan murid-murid yang terbaik untuk memimpin tarekat merupakan
kecenderungan para Syaikh Sufi di Makkah. Reputasi ilmiah dan keterlibatannya
dalam praktek sufi mendapat sambutan antusias dari penduduk Makkah,
terlebih-lebih dari pelajar-pelajar jawi (Melayu). Sekitar tahun 1850-an, Ahmad
Khatib Sambas memutuskan untuk mendirikan tarekat jenis baru yakni tarekat
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Ia menyatukan dan mengembangkan metode spiritual
dari dua tarekat sufi besar, yaitu tarekat Qadiriyah dan tarekat Naqsyabandiyah
menjadi satu tarekat yang saling melengkapi untuk mengantarkan seseorang
menempuh jenjang perjalanan spiritualnya. Rumusan ajaran dan cara praktis
tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah diuraikan oleh Ahmad Khatib Sambas dalam
karyanya Fath al-Arifin, berbahasa Arab Melayu yang ditulis oleh
muridnya bernama Muhammad Ismail bin Abd al-Rahim al-Bali, tahun 1295 H di
Makkah.
Nama-nama murid Syaikh Ahmad Khatib Sambas yang
masyhur, antara lain: Syaikh Abdul Karim al-Bantani, Syaikh M. Thalhah
al-Cireboni, Syaikh Ahmad Hasbu al-Maduri, Syaikh M. Isma’il (Bali), Syaikh H.
Ahmad (Lampung), Syaikh M. Ma’ruf (Palembang), Syaikh Nuruddin (Syaikh Nurdin,
Tekarang-Sambas), Syaikh M. Sa’ad (Selakau-Sambas). Setelah Syaikh Ahmad
Khatib Sambas meninggal pada tahun 1872 / 1875 M, kemursyidan diamanahkan
ke Syaikh Abdul Karim Al-Bantani. Setelah beliau wafat, masing-masing khalifah
atau wakil mursyid berdiri sendiri dan menjadi mursyid di daerahnya
masing-masing. Adapun nama-nama wakil atau khalifah yang menjadi Mursyid di
daerahnya, antara lain: Syaikh M. Thalhah al-Cireboni, Syaikh A. Hasbu
al-Maduri, Syaikh M. Isma’il Bali, Syaikh H. Ahmad Lampung, Syaikh M. Ma’ruf
Palembang, Syaikh Nuruddin (Tekarang-Sambas), Syaikh M. Sa’ad (Selakau-Sambas)
dan lain-lain.
Silsilah TQN Khathibiyah Sambas
Catatan: Meskipun Syaikh Jayadi M Zaini mempelajari TQN dari tiga jalur murid Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy, namun Beliau lebih dominan menyampaikan Talqin Dzikir dari Jalur Syaikh Nuruddin Tekarang dan Syaikh Muhammad Sa'ad Selakau. Beliau mendapatkan amanah untuk mengajarkan Talqin Dzikir dari Sesepuh TQN di Kabupaten Sambas, yaitu Syaikh Muhammad Umar Tekarang (H. Sumar), Syaikh H. Syafi'ie Makrampai, dan Syaikh Abdul Hamid Rantau Panjang (Pak Tam Adul).
Biografi singkat ini disampaikan dalam acara HAUL Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy oleh Dr. Adnan Mahdi, M.S.I. di Masjid Besar Al-Manar Tebas, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas pada hari Minggu, 12 Agustus 2018.
No comments:
Post a Comment