Slider

Recent Tube

Berita

Ilmiah

Opini

Fiksi

TQN

Buku

» » Cara Mengenali Hati yang Berpenyakit

Sifat-sifat tercela yang bisa mengotori jiwa manusia cukup banyak macamnya, antara lain: Hasad (iri), Haqad (dengki/benci), Su’udzan (sangka buruk), Kibir (sombong), Ujub (merasa sempurna diri dari orang lain), Riya (memamerkan kelebihan), Sum’ah (cari-cari nama atau kemasyhuran), Bukhul (kikir), Hubbbal Mal (cinta kebendaan), Tafahur (membanggakan diri), Ghadab (pemarah), Ghibah (pengupat), Namimah (bicara belakang orang), Kidzib (dusta), dan Khianat (munafik).
Adapun sifat-sifat yang tercela yang termasuk dalam maksiat lahir, yakni segala perbuatan yang dikerjakan oleh ­anggota badan manusia yang berpotensi merusak orang atau diri sendiri se­hingga membawa pengorbanan benda, pikiran dan perasaan.  Maksiat lahir, melahirkan kejahatan-kejahatan yang merusak seseorang dan mengacaukan masyarakat.
Maksiat bathin lebih berbahaya lagi, karena tidak kelihatan dan biasanya kurang disadari dan sukar dihilangkan. Maksiat bathin dimaksud adalah pembangkit maksiat lahir dan selalu menimbulkan ke­jahatan-kejahatan baru yang diperbuat oleh anggota badan ma­nusia. Kedua macam maksiat itu selalu meng- ganggu keselamatan dan kesejahteraan masyarakat yang dapat membawa manusia ke­pada kecelakaan. Kedua macam maksiat inilah yang mengotori jiwa manusia setiap waktu dan kesempatan yang diperbuat oleh diri sendiri tanpa disadari. Semua itu merupakan hijab/din­ding yang membatasi kedekatan diri dengan Allah SWT.
Sifat-sifat itu bersumber dari hati manusia. Sifat-sifat yang terpuji ber­asal dari hati yang bersih dan sifat-sifat yang buruk berasal dari hati yang kotor. Kotoran-kotoran hati itu bisa dirasakan saat kita mengerjakan shalat. Karena itu, salah satu hikmah shalat adalah mendidik seseorang menyadari kekotoran hatinya dari sifat-si­fat buruk, setelah kesadaran tersebut terasa, maka ia menjadi terdorong untuk mensucikannya.
Contoh: Seorang Mukmin mengerti betul bahwa tujuan utama shalat ialah semata-mata untuk mengingat kepada Allah. Tetapi kebanyakan orang dalam shalat menyeleweng dari tujuan tersebut. Begitu memulai Takbiratul Ihram, ingatan telah membelok ke dunia pada masalah-masalah hidup yang meliputinya. Semakin banyak cabang usahanya, semakin banyak pula cabang ingatannya, sehingga hal tersebut menjadikannya kurang mengingat Allah. Berdasarkan pengamatan, kondisi shalat seperti ini bisa menunjukkan sebenarnya seberapa bersih atau kotor hati kita saat ini? Ba­nyak atau sedikitnya kotoran hati itu dapat dirasakan banyak se­dikitnya ingatan kepada Allah dalam shalat. Bila ingatan kepada Allah dalam shalat tidak ada sama sekali, maka shalat kita tidak sah. Biasanya, kita mencoba menghilangkan ingatan keduniaan dengan memejamkan mata, tetapi dengan se­kejap datang lagi, sehingga ingatan kita kepada Allah sirna kembali disebabkan hati kotor akibat keburukan­ hawa nafsu.
Keadaan seperti ini, dapat diumpamakan seperti "lalat" yang mengerumuni kotoran-kotoran pada suatu benda. Lalat-lalat itu kalau diusir, terbang pergi. Tetapi dengan se­kejap datang lagi pada benda tersebut selama benda itu tidak diber­sihkan dari kotoran. Demikian pulalah halnya hati yang kotor. Kotoran hati berasal dari berbagai maksiat yang diperbuat hingga kotoran tersebut telah membalut hati. Pantaslah, jika ada orang yang membuat kejahatan dikatakan berhati busuk. Perbuatan-perbuatan jahat ini juga bisa dijadikan barometer kebusukan hati bagi orang yang tidak melaksanakan shalat. Kalau kita lalai membersihkan kotoran-kotoran hati, maka semakin lama akan semakin tebal dan ko­toran tersebut akan membungkus hati seperti kepompong yang membungkus ulat, sehingga cahaya hati tertutup atau terhijab untuk berkomunikasi dan mendekat kepada Allah SWT. Maka, bila seseorang shalat tidak ada sama sekali ingatan kepada Allah, maka shalatnya tidak sah dan Neraka Wa’il-lah tempat terburuknya di akhirat.

Penulis: Jayadi, S.Pd.I., MA
Editor: Adnan Mahdi




«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments: