Tersingkapnya tabir atau hijab yang
membatasi diri seorang hamba dengan Khalik-nya sangat bergantung pada kotor
atau sucinya hati dari kotoran maksiat lahir maupun kotoran maksiat bathin. Menurut
ahli thariqah, ada empat cara/jalan untuk membersihkan hati agar dinding atau hijab
bisa terbuka kembali. Adapun empat cara dimaksud, adalah:
Mensucikan Diri
dari Najis dan Hadats:
ü Ketika
membersihkan diri dari najis, seseorang wajib beristinja atau bersuci dengan
air atau tanah.
ü Ketika
mensucikan diri dari hadats besar (keluar mani), maka seseorang wajib mandi (mandi
junub).
ü Ketika
mensucikan diri dari hadas kecil, seseorang wajib berwudhu. Tegasnya, seseorang
yang ingin menghubungkan dirinya dengan Allah, maka wajib bersih badannya,
bersih pakaiannya, bersih tempatnya, bersih lahir dan bathinnya.
Mensucikan Diri
Dari Dosa Lahir
Ada tujuh anggota badan yang membuat
dosa lahir (maksiat), yaitu:
ü Mulut yang biasa
dusta atau ghibah,
ü Mata yang biasa
melihat yang haram,
ü Telinga yang
biasa mendengar cerita kosong,
ü Hidung yang
biasa menimbulkan rasa benci,
ü Tangan yang
biasa merusak,
ü Kaki yang biasa
berjalan berbuat maksiat,
ü Kemaluan yang
biasa bersyahwat atau berzina (termasuk perut biasa diisi makanan haram).
Apabila ketujuh anggota badan tersebut
berkekalan terus dalam perbuatan-perbuatan yang terlarang atau maksiat, maka
hijab/dinding yang membatasi dirinya dengan Allah tetap tidak terbuka. Bahwa
pada asalnya, segala anggota badan manusia itu dijadikan Allah sebagai nikmat
dan amanat bagi manusia. Oleh karena itu, Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa
menggunakan nikmat dan amanat Allah untuk berbuat dosa dan maksiat adalah
kejahatan dan kedurhakaan terbesar terhadap Allah, bahkan ada yang berpendapat
bahwa perbuatan tersebut merupakan suatu kekufuran yang teramat besar. Oleh karena
itu, maka:
ü Mulut digunakan untuk
berdzikir, istighfar atau membaca al-Qur'an.
ü Mata sebaiknya
digunakan untuk melihat alam ini sebagai nikmat dan bukti adanya Tuhan,
ü Telinga digunakan
untuk mendengar nasihat-nasihat yang baik untuk menerima pemahaman yang lebih
mendalam terhadap ajaran agama,
ü Hidung digunakan
untuk menghirup udara segar dan bau-bau kebajikan,
ü Tangan untuk
mengerjakan hal-hal yang dapat membuat jasa-jasa baik kepada diri sendiri dan orang
lain,
ü Kaki untuk
berjalan mencari rezeki yang halal, berjalan untuk mengerjakan shalat ke masjid
atau menghadiri majelis ilmu.
ü Kemaluan digunakan
untuk membuat keturunan melalui pintu pernikahan yang sah, sedangkan perut
diisi dengan makanan yang halal lagi baik.
Untuk mensucikan tujuh anggota tubuh
di atas, bisa dilakukan dengan bersuci dan berwudhu, karena Rasulullah SAW
menjelaskan:
“Apabila seseorang muslim berwudhu, apabila ia
berkumur-kumur maka keluarlah segala kesalahan dari mulutnya, jika
mengisap-isap/membersihkan hidungnya maka keluarlah segala kesalahan dari lubang
hidungnya, apabila membasuh mukanya maka keluarlah segala kesalahan dari
mukanya, apabila membasuh kedua tangannya maka keluarlah kesalahan dari tangannya,
apabila ia membasuh kakinya maka keluarlah kesalahan dari kakinya, bila ia
membasuh/menyapu kepalanya niscaya keluarlah segala kesalahan dari kepalanya sampai
dari kedua telinganya, kemudian adalah perjalanannya ke Masjid dan shalat itu
sunat baginya".
Mensucikan Diri
Dari Dosa Bathin
Ahli Sufi menerangkan bahwa ada tujuh
alat pembuat dosa bathin yang dinamakan tujuh Lataif, yaitu:
ü Latifatul Qalbi yang berhubungan jantung jasmani,
letaknya dua jari di bawah susu kiri. Disinilah letaknya sifat-sifat kemusyrikan,
kekafiran, ketahyulan dan sifat-sifat Iblis. Untuk mensucikan bisa dilakukan
dengan berzikir sebanyak-banyaknya. Rasulullah bersabda: “Bahwasanya bagi
tiap-tiap sesuatu itu ada alat untuk mensucikan dan alat untuk mensucikan hati
itu ialah zikirullah". Dalam konteks ini, orang mengerjakan dzikir
dengan membaca 5.000 kali kalimat Allah untuk mensucikan hati tersebut.
Pada tingkat ini, hati diisi dengan lman,
Islam, Ihsan, Tauhid dan Ma' rifat.
ü Latifatur Ruh, letaknya dua jari di bawah susu
kanan, berhubungan Rabu Jasmani. Di sini terletak sifat Bahimiyah (binatang
jinak), yaitu sifat-sifat menuruti hawa nafsu. Untuk mensucikannya bisa
dilakukan dengan cara dipalukan sekeras-kerasnya membaca Allah ke letak Latifatur
Ruh ini, minimal 1.000 kali.
ü Latifatus-sirri, letaknya 2 jari di atas susu kiri.
Di sinilah letaknya sifat "Syabiyah" (binatang buas) yaitu sifat
zhalim atau aniaya, pemarah, pendendam. Untuk mensucikannya, didzikiri dengan
membaca Allah minimal 1000 kali. Sifat-sifat kebaikan dalam Latifah
Sirri ini adalah sifat kasih sayang dan ramah- tamah.
ü Latifatul Khafi, letaknya dua jari di atas susu
kanan, dikendarai oleh limpa jasmani. Disinilah letaknya sifat-sifat pendengki,
khianat, sifat syaithaniyah ini membawa kecelakaan dan kebinasaan dunia dan
akhirat. Dalam latifah inilah dzikir Allah dipalukan sekeras-kerasnya
sehingga hancur lebur sifat-sifat syaithaniah. Dzikirnya minimal 1.000 kali di Latifatul
Khafi. Jika berhasil, maka sifat-sifat jahat di atas akan berubah menjadi
sifat baik, yakni sifat syukur dan sabar.
ü Latifatul Akhfa, letaknya di tengah dada berhubungan
empedu jasmani. Disinilah letaknya sifat Rabbaniyah, yaitu sifat-sifat ria, takabur/sombong,
ujub atau membanggakan diri dan mempamer-pamerkan kebaikan diri. Dalam latifah
inilah diperbanyak zikir Allah sehingga terbasmi habis sifat-sifat yang buruk tersebut.
Pada Latifah ini dibaca dzikir Allah minimal 1.000 kali. Jika berhasil,
maka sifat-sifat jahat di Latifatul Akhfa ini akan berubah menjadi sifat
baik, yakni sifat ikhlas, khusyu', tadarru’, tafakkur.
ü Latifatun Nafsun
Natiqah, letaknya di
kening, berada di tengah-tengah antara dua alis mata. Disinilah letaknya nafsu
ammarah, nafsu yang selalu mendorong orang pada kejahatan. Sifat-sifat inilah
yang menjadi penghalang besar untuk menciptakan perbaikan di dalam masyarakat.
Pada latifah inilah diperbanyak dzikir untuk membasmi habis-habisan hawa nafsu
yang jahat itu dengan membaca dzikir Allah minimal 1.000 kali. Jika berhasil,
maka sifat-sifat jahat di Latifatun Nafsun Natiqah ini akan berubah
menjadi sifat baik, yakni sifat tenteram dan pikiran tenang.
ü Latifah Kullu Jasad, yaitu Latifah yang mengendarai seluruh
tubuh jasmani. Dalam Latifah inilah terletak sifat-sifat jahil dan ghaflah
(sifat-sifat kejahilan dan alfa (lupa)). Pada Latifah inilah diperbanyak dzikir
untuk membasmi habis-habisan sifat-sifat kebendaan dan kelalaian, mengalirlah dzikir
di sekujur badan jasmani, sehingga tidak ada tempat dalam tubuh akan sifat
kebendaan/kejahilan dan kelalaian/ghaflah. Pada Latifah Kullu Jasad ini
dibaca dzikir Allah minimal 1000 kali. Jika berhasil, maka sifat-sifat
jahat di latifah ini akan berubah menjadi sifat baik, yakni sifat ilmu dan amal.
Pelajaran-pelajaran tersebut di atas
menunjukkan bahwa di dalam diri manusia itu terkandung unsur-unsur kejahatan
dan kebaikan. Firman Allah dalam al-Qur'an surah Asy-Syam 8- 10: “Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang
yang mengotori nya”.
Mensucikan Hati Rabbaniyah
Maka yang dimaksud Latifatul Qalbi di
sini bukanlah jantung jasmani, tetapi "Latifatur Rabbaniyah" yakni ruh
suci yang paling halus dan dialah yang memerintah dan mengatur badan dan anggota
badan jasmani. Dialah hakekat diri yang sebenarnya. Dialah induk dari
latifah-latifah yang lain. Dialah yang dapat mendekati Tuhan apabila telah
dibersihkan dari najis dan hadats, bersih dari kotoran-kotoran lahir dan bathin
yang dihiasi dengan dzikirullah. Untuk melihat betapa pentingnya membersihkan Latifatul
Qalbi ini, Rasulullah bersabda:
"Di dalam tubuh anak Adam ada segumpal daging
apabila ia baik, maka baiklah seluruh jasad dan apa bila ia rusak maka rusaklah
seluruh jasad. Ketahuilah, dia itu ialah Hati".
Pada Latifah Rabbaniyahlah tempat
jatuhnya penilikan Allah kepada diri manusia. Oleh karena itu, bahwa dengan
penelitian dan pengenalan diri sendiri akan menjadi kunci untuk mengenal Allah.
Karena itu setiap manusia di dalam bathin kesadarannya mendengar pertanyaan
seperti dijelaskan dalam Firman Allah SWT: "Alastu birabbikum? Qolu
balaa Syahidna"! Artinya: "Apakah kamu tidak kenal bahwa aku ini
Tuhanmu? dan ruh menjawab: "Ya, kami, saksikan". Oleh Ahli-ahli Thariqat,
ayat ini dijadikan dasar pegangan tentang musyahadah (berintai-intaian)
dengan Allah yakni menyaksikan Allah dalam alam arwah (alam ghaib).
Menurut keterangan oleh Kaum Shufi,
bahwa kehidupan dan Alam penuh dengan
rahasia-rahasia tersembunyi. Rahasia itu tertutup oleh dinding. Di antara
dinding itu ialah nafsu kita sendiri, tetapi rahasia itu bisa terbuka serta
dinding itu dapat tersingkap dan kita bisa melihat atau merasai atau
berhubungan langsung dengan yang terahasia, asal kita menempuh jalannya. Jalan
itulah yang dinamakan "Thariqah" seperti yang telah diuraikan. Usaha
kearah itu, oleh Ahli-Ahli Tarekat menempuh jalan didikan tiga tingkatan, yakni:
Takhalli, Tahalli dan Tajalli.
Penulis: Jayadi,
S.Pd.I., MA
Editor: Adnan
Mahdi
No comments:
Post a Comment