Slider

Recent Tube

Berita

Ilmiah

Opini

Fiksi

TQN

Buku

» » Cara Mengobati Penyakit Hati & Membuka Tabir Keghaiban

Tersingkapnya tabir atau hijab yang membatasi diri seorang hamba dengan Khalik-nya sangat bergantung pada kotor atau sucinya hati dari kotoran maksiat lahir maupun kotoran maksiat bathin. Menurut ahli thariqah, ada empat cara/jalan untuk membersihkan hati agar din­ding atau hijab bisa terbuka kembali. Adapun empat cara dimaksud, adalah:
Mensucikan Diri dari Najis dan Hadats:
ü Ketika membersihkan diri dari najis, seseorang wajib beristinja atau bersuci dengan air atau tanah.
ü Ketika mensucikan diri dari hadats besar (keluar mani), maka se­seorang wajib mandi (mandi junub).
ü Ketika mensucikan diri dari hadas kecil, seseorang wajib berwudhu. Tegasnya, seseorang yang ingin menghubungkan dirinya dengan Allah, maka wajib bersih badannya, bersih pakaiannya, bersih tempatnya, bersih lahir dan bathinnya.
Mensucikan Diri Dari Dosa Lahir
Ada tujuh anggota badan yang membuat dosa lahir (maksiat), yaitu:
ü Mulut yang biasa dusta atau ghibah,
ü Mata yang biasa melihat yang haram,
ü Telinga yang biasa mendengar cerita kosong,
ü Hidung yang biasa menimbulkan rasa benci,
ü Tangan yang biasa merusak,
ü Kaki yang biasa berjalan berbuat maksiat,
ü Kemaluan yang biasa bersyahwat atau berzina (termasuk perut biasa diisi makanan haram).
Apabila ketujuh anggota badan tersebut berkekalan terus dalam perbuatan-perbuatan yang terlarang atau maksiat, maka hijab/dinding yang membatasi dirinya dengan Allah tetap tidak terbuka. Bahwa pada asalnya, segala anggota badan manusia itu dijadikan Allah sebagai nikmat dan amanat bagi manusia. Oleh karena itu, Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa menggunakan nikmat dan amanat Allah untuk berbuat dosa dan maksiat adalah kejahatan dan kedurhakaan terbesar terhadap Allah, bahkan ada yang berpendapat bahwa perbuatan tersebut merupakan suatu kekufuran yang teramat besar. Oleh karena itu, maka:
ü Mulut digunakan untuk berdzikir, istighfar atau membaca al-Qur'an.
ü Mata sebaiknya digunakan untuk melihat alam ini sebagai nikmat dan bukti adanya Tuhan,
ü Telinga digunakan untuk mendengar nasihat-nasihat yang baik untuk menerima pemahaman yang lebih mendalam terhadap ajaran agama,
ü Hidung digunakan untuk menghirup udara segar dan bau-bau kebajikan,
ü Tangan untuk mengerjakan hal-hal yang dapat membuat jasa-jasa baik kepada diri sendiri dan orang lain,
ü Kaki untuk berjalan mencari rezeki yang halal, berjalan untuk mengerjakan shalat ke masjid atau menghadiri majelis ilmu.
ü Kemaluan digunakan untuk membuat keturunan melalui pintu pernikahan yang sah, sedangkan perut diisi dengan makanan yang halal lagi baik.
Untuk mensucikan tujuh anggota tubuh di atas, bisa dilakukan dengan bersuci dan berwudhu, karena Rasulullah SAW menjelaskan:
“Apabila seseorang muslim berwudhu, apabila ia berkumur-kumur maka keluarlah segala kesalahan dari mulutnya, jika mengisap-isap/membersihkan hidungnya maka keluarlah segala kesalahan dari lubang hidungnya, apabila membasuh mukanya maka keluarlah segala kesalahan dari mukanya, apabila membasuh kedua tangannya maka keluarlah kesalahan dari tangannya, apabila ia membasuh kakinya maka keluarlah kesalahan dari kakinya, bila ia membasuh/menya­pu kepalanya niscaya keluarlah segala kesalahan dari kepalanya sampai dari kedua telinganya, kemudian adalah perjalanannya ke Masjid dan shalat itu sunat baginya".
Mensucikan Diri Dari Dosa Bathin
Ahli Sufi menerangkan bahwa ada tujuh alat pembuat dosa bathin yang dinamakan tujuh Lataif, yaitu:
ü Latifatul Qalbi yang berhubungan jantung jasmani, letaknya dua jari di bawah susu kiri. Disinilah letaknya sifat-sifat kemusyrikan, kekafiran, ketahyul­an dan sifat-sifat Iblis. Untuk mensucikan bisa dilakukan dengan berzikir sebanyak-banyaknya. Rasulul­lah bersabda: “Bahwasanya bagi tiap-tiap sesuatu itu ada alat untuk mensucikan dan alat untuk mensucikan hati itu ialah zikirullah". Dalam konteks ini, orang mengerjakan dzikir dengan membaca 5.000 kali kalimat Allah untuk mensucikan hati tersebut. Pada tingkat ini, hati diisi dengan lman, Islam, Ihsan, Tauhid dan Ma' rifat.
ü Latifatur Ruh, letaknya dua jari di bawah susu kanan, berhubungan Rabu Jasmani. Di sini terletak sifat Bahimiyah (binatang jinak), yaitu sifat-sifat menuruti hawa nafsu. Untuk mensucikannya bisa dilakukan dengan cara dipalukan sekeras-kerasnya membaca Allah ke letak Latifatur Ruh ini, minimal 1.000 kali.
ü Latifatus-sirri, letaknya 2 jari di atas susu kiri. Di sinilah letaknya sifat "Syabiyah" (binatang buas) yaitu sifat zhalim atau aniaya, pemarah, pendendam. Untuk mensucikannya, didzikiri dengan membaca Allah minimal 1000 kali. Sifat-sifat kebaikan dalam Latifah Sirri ini adalah sifat kasih sayang dan ramah-­ tamah.
ü Latifatul Khafi, letaknya dua jari di atas susu kanan, dikendarai oleh limpa jasmani. Disinilah letaknya sifat-sifat pendengki, khianat, sifat syaithani­yah ini membawa kecelakaan dan kebinasaan dunia dan akhirat. Dalam latifah inilah dzikir Allah dipalukan sekeras-kerasnya sehingga hancur lebur sifat-sifat syaithaniah. Dzikirnya minimal 1.000 kali di Latifatul Khafi. Jika berhasil, maka sifat-sifat jahat di atas akan berubah menjadi sifat baik, yakni sifat syukur dan sabar.
ü Latifatul Akhfa, letaknya di tengah dada berhubungan empedu jas­mani. Disinilah letaknya sifat Rabbaniyah, yaitu sifat-sifat ria, takabur/sombong, ujub atau membanggakan diri dan mempamer-pamerkan kebaikan diri. Dalam latifah inilah diperbanyak zikir Allah sehingga terbasmi habis sifat-sifat yang buruk tersebut. Pada Latifah ini dibaca dzikir Allah minimal 1.000 kali. Jika berhasil, maka sifat-sifat jahat di Latifatul Akhfa ini akan berubah menjadi sifat baik, yakni sifat ikhlas, khusyu', tadarru’, tafakkur.
ü Latifatun Nafsun Natiqah, letaknya di kening, berada di tengah-tengah antara dua alis mata. Disinilah letaknya nafsu ammarah, nafsu yang selalu mendorong orang pada kejahatan. Sifat-sifat inilah yang menjadi penghalang besar untuk menciptakan perbaikan di dalam masyarakat. Pada latifah inilah diperbanyak dzikir untuk membasmi habis­-habisan hawa nafsu yang jahat itu dengan membaca dzikir Allah minimal 1.000 kali. Jika berhasil, maka sifat-sifat jahat di Latifatun Nafsun Natiqah ini akan berubah menjadi sifat baik, yakni sifat tenteram dan pikiran tenang.
ü Latifah Kullu Jasad, yaitu Latifah yang mengendarai seluruh tubuh jasmani. Dalam Latifah inilah terletak sifat-sifat jahil dan ghaflah (sifat-sifat kejahilan dan alfa (lupa)). Pada Latifah inilah di­perbanyak dzikir untuk membasmi habis-habisan sifat-sifat keben­daan dan kelalaian, mengalirlah dzikir di sekujur badan jasmani, sehingga tidak ada tempat dalam tubuh akan sifat kebendaan/kejahilan dan kelalaian/ghaflah. Pada Latifah Kullu Jasad ini dibaca dzikir Allah minimal 1000 kali. Jika berhasil, maka sifat-sifat jahat di latifah ini akan berubah menjadi sifat baik, yakni sifat ilmu dan amal.
Pelajaran-pelajaran tersebut di atas menunjukkan bahwa di dalam diri manusia itu terkandung unsur-unsur kejahatan dan kebaikan. Firman Allah dalam al-Qur'an surah Asy-Syam 8- 10: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotori nya”.
Mensucikan Hati Rabbaniyah
Maka yang dimaksud Latifatul Qalbi di sini bukanlah jantung jas­mani, tetapi "Latifatur Rabbaniyah" yakni ruh suci yang paling halus dan dialah yang memerintah dan mengatur badan dan anggota badan jasmani. Dialah hakekat diri yang sebenarnya. Dialah induk dari latifah-latifah yang lain. Dialah yang dapat mendekati Tuhan apabila telah dibersihkan dari najis dan hadats, bersih dari kotoran-kotoran lahir dan bathin yang dihiasi dengan dzikirullah. Untuk melihat betapa pentingnya membersihkan Latifatul Qalbi ini, Rasulullah bersabda:
"Di dalam tubuh anak Adam ada segumpal daging apabila ia baik, maka baiklah seluruh jasad dan apa bila ia rusak maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, dia itu ialah Hati".
Pada Latifah Rabbaniyahlah tempat jatuhnya penilikan Allah kepada diri manusia. Oleh karena itu, bahwa dengan penelitian dan pengenalan diri sendiri akan menjadi kunci untuk mengenal Allah. Karena itu setiap manusia di dalam bathin kesadarannya mendengar pertanyaan seperti dijelaskan dalam Firman Allah SWT: "Alastu birabbikum? Qolu balaa Syahidna"! Artinya: "Apakah kamu tidak kenal bahwa aku ini Tuhanmu? dan ruh menjawab: "Ya, kami, saksikan". Oleh Ahli-ahli Thariqat, ayat ini dijadikan dasar pegangan tentang musyahadah (berintai-intaian) dengan Allah yakni menyaksi­kan Allah dalam alam arwah (alam ghaib).
Menurut keterangan oleh Kaum Shufi, bahwa  kehidupan dan Alam penuh dengan rahasia-rahasia tersembunyi. Rahasia itu tertutup oleh dinding. Di antara dinding itu ialah nafsu kita sendiri, tetapi rahasia itu bisa terbuka serta dinding itu dapat tersingkap dan kita bisa melihat atau merasai atau berhubungan langsung dengan yang terahasia, asal kita menempuh jalannya. Jalan itulah yang dinama­kan "Thariqah" seperti yang telah diuraikan. Usaha kearah itu, oleh Ahli-Ahli Tarekat menempuh jalan didikan tiga tingkatan, yakni: Takhalli, Tahalli dan Tajalli.

Penulis: Jayadi, S.Pd.I., MA
Editor: Adnan Mahdi





«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments: