Slider

Recent Tube

Berita

Ilmiah

Opini

Fiksi

TQN

Buku

» » Makan Malam yang Menghangatkan

#Eki Lianti
@Part 4, Novel “Jantung Cintaku”

Setelah sampai di depan komplek rumah Bhita, ia berjalan sendirian. Bhita terus saja membayangkan saat-saat ia duduk di samping Mr. Riko. Tanpa dia sadari seseorang dari belakang sedang memperhatikannya.
Assalamualaikum”! ucap seseorang.
Kayaknya gue kenal sama ne suara, pasti….”.
Assalamualaikum”. Kembali lagi ibu itu menyapa
Iyah Bude!!! Seneng banged ya ngagetin Bhita”!
Salam Bude kok nggak dijawab? Itu doa buat kamu, menjawab salam itu wajib loh”.
iya...iya, Waalaikumsalam Bude”!
Gitu dong, kan buat kebaikan kamu juga nak”.
Iya Bu Haji, hehehe...”.
Oh iya, Bude mau ngajakin kamu ikut pengajian, kamu mau kan”?
Haaah pengajian, Bude??? Nggak salah ngajak ne”? jawab Bhita.
Iya pengajian. Loh apa salahnya, kamu kan sudah dewasa dan sudah saatnya untuk bersosialisasi sama warga sini”.
Ihhh Bude ada-ada aja, iya deh nanti Bhita tanya Mama dulu ya, bye Bude”.
Bukan sekedar pengajian biasa aja loh, nanti juga bakal ada seseorang yang akan ngajarin kita untuk ngobrol-ngobrol Bahasa Inggris”, teriak Bude.
Sambil berjalan Bhita memikirkan perkataan Bude tentang seseorang yang akan mengajarkan bahasa Inggris di pengajian nanti. Sesampainya di rumah, Bhita langsung tersandar di atas sofa di depan TV. Ia kelihatan begitu lelah. Bhita sesekali terlelap sambil menatap televisi. Tiba-tiba ibu datang dan melihat putrinya terlelap di atas sofa dengan keadaan yang lemas. Ibu ingin membangunkannya, tapi ibu kasihan melihat anaknya yang begitu lelah. Ibu berpikir kembali bahwa Bhita itu belum mandi, waktu juga sebentar lagi akan memasuki Maghrib.
Bhita...bangun Nak…” sambil menepuk bahu Bhita dengan pelan.
Ah..ntar lagi Ma, nanggung ne. Bhita masih capek ne Ma…” jawab Bhita dengan mata yang masih terpejam.
Udah mau maghrib Bhita! Ngak boleh tidur waktu Maghrib-Maghrib loh, dan sebentar lagi Papa kamu pulang. Mau di marah Papa ntar?”
Tuh kan pasti deh bawa-bawa nama Papa, bosan tau dengarnya! Bhita capek banget ne Ma”! dengan nada suara yang agak keras.
Bhita gak boleh teriak-teriak gitu, Mama kan cuma ngingetin kamu. Kamu mandi ya Nak” jawab Mama dengan nada lembut.
Bhita pergi meninggalkan ruang TV dan langsung menuju kamar mandi. Mama sedikit sedih, karena tadi Bhita membentak dirinya, tapi Mama maklumi itu karena memang Bhita sedang kecapean. Barang-barang Bhita yang masih berantakan di ruangan segera Mama bereskan, setelah itu ia segera lanjut ke dapur untuk kembali menyiapkan makan malam. Bhita sudah selesai mandi, ia langsung menuju kamarnya. Di sini Bhita terlihat aneh, ia begitu resah karena sedang memikirkan sikapnya tadi yang telah membentak Mama.
Apa aku salah tadi? Apa sikap ku terhadap Mama tadi berlebihan? Ya Allah, maafkan aku yang tadi telah berlaku kasar kepada Mama. Bhita menyesal ya Allah”. Gumam Bhita sembari menutupkan bantal ke mukanya.
Tak lama kemudian Papa pulang, dan pastinya ia selalu menanyakan di mana Bhita.
Assalamualaikum…
Iya, waalaikumsalam Pa”, sembari manyalami Papa
Hemmm…masak apa Ma? Sepertinya enak sekali”.
Cuma habis memasak semur ayam, capchai, sama sambel mentah kesukaan Bhita, Pa”.
Wah...enak ni, eh ngomong-ngomong Bhita mana Ma”?
Bhita di kamarnya Pa, sepertinya ia lagi kecapean habis Ekskul di sekolahnya tadi sampai-sampai terlelap di atas sofa, tapi sekarang dia udah di kamarnya kok.”
Tok…tok..tok” beberapa kali Papa mengetuk pintu kamar Bhita tapi tak ada jawaban dari kamar.
Papa berpikir mungkin memang benar Bhita lagi kecapean seperti apa yang Mama ceritakan tadi. Papa meninggalkan kamar Bhita dan segera mandi. Sementara itu, Mama sedang asyik menyusun hidangan untuk makan malam. Sambil menunggu Papa selesai mandi dan Bhita bangun. Tak lama kemudian Papa sudah selesai mandi dan siap untuk shalat Maghrib berjamaah, tiba-tiba ia teringat dengan anaknya yang masih terlelap tidur. Papa menuju kamar Bhita.
Bhita…bangun Nak”! sambil mengetuk pintu.
Bhita bangun, udah maghrib. Ayo kita shalat berjamaah! Papa tunggu di ruang tengah ya, kalau 1 menit kamu ngak muncul juga, Papa marah sama kamu.”
Setelah hampir satu menit, tak lama kemudian Bhita datang menuju ruang tengah dengan menggunakan mukena lengkap sambil menggosok gosok matanya yang masih ngantuk.
Bangun juga rupanya anak Papa
Apaan sih Pa!!! Ngantuk ne, pakai acara ngancem-ngancem segala lagi”.
Kalau ngak digituin kamu ngak bakal bangun deh. Sudah-sudah, ayo kita shalat nanti keburu habis pula waktu maghribnya.”
Selesai melaksanakan Shalat, mereka menuju meja makan untuk makan malam bersama. Selama di meja makan Bhita begitu semangatnya menceritakan apa yang ia kerjakan tadi. Termasuk ia bertemu Bude yang mengajaknya ikut pengajian.
Paaa, tadi pas aku pulang dari sekolah di jalan ketemu Bude”.
Terus”? jawab Papa
Dia ngajakin Bhita ikut pengajian di masjid sini, Pa, katanya sih bukan pengajian seperti biasa pada umumnya”.
Emang pengajian seperti apa Nak”?
Kata Bude sih, nanti pengajiannya bakalan ada sambil belajar-belajar bahasa Inggrisnya juga, yah semacam belajar berbicara gitu lah”.
Loh, bukannya itu bagus. Ikutan aja Bhita, Papa dukung kamu kok buat ikut pengajian itu dan kalau kamu merasa gak punya teman kamu kan bisa ajak Oky’ teman kamu itu, ya gak Ma”?
Iya, Mama setuju sekali sama Papa kamu. Hitung-hitung kamu kan jadi bisa mengenal warga-warga di komplek sini sekalian kamu buat cari pahala”.
Lah, Mama sendiri kok ngak ikutan? Hayooooo….” Goda Bhita
Kemaren Mama belum sempat aja, soalnya masih keteteran sama pekerjaan di rumah Nak, tapi nanti-nanti Mama juga bakalan ikut pengajian itu.”
Ah, itu sih cuma alasan Mama aja...Hehehe”!
Suasana makan malam begitu hangat, hampir tak terlihat raut wajah yang menampakkan suatu kelelahan. Mereka bercanda ria di meja makan, hingga tak sadar sudah memasuki waktu Isya. Keluarga itu pun kembali melakukan shalat berjamaah.
Selesai melakukan shalat, Bhita kembali ke kamar untuk belajar serta menyiapkan buku jadwal pelajaran besok. Pada saat belajar, ia sesekali senyum sendiri. Ia kembali memikirkan wajah Riko ketika mengajar tadi. Bhita memang sudah jatuh hati sekali dengan Mr. Riko, tak perduli Riko sudah punya pacar atau belum, bahkan Bhita tak sempat memikirkan kisah asmaranya dengan cowok-cowok manapun. Terakhir ia pacaran sewaktu ia duduk di kelas 10, setelah itu tak pernah lagi ia menjalin hubungan spesial dengan cowok manapun juga. Ia hanya memikirkan sekolahnya dan obsesinya pada Mr. Riko. Sungguh remaja yang begitu agresif dengan obsesinya. “Hoaaambh…kayaknya gue udah bener-bener ngantuk ne dan uups lupa deh sama something?”
Langsung membuka laci meja belajar dan mengambil sebuah buku khusus yang tak lain adalah diary milik Bhita. Ia pun langsung menulis:

Dear Diary
Dan sekali lagi gue ingin berterima kasih kepada Allah yang masih ngasi Bhita kesempatan buat menghabiskan hari ini dengan keadaan yang baik-baik saja. Hari ini semua kegiatan yang Bhita inginkan berjalan dengan lancar. Bhita begitu bahagianya dengan keadaan sekarang. Bhita bisa melihat senyum Mr. Riko dan Bhita juga diajarkan main gitar olehnya. Yang terakhir Bhita begitu bahagia bisa tertawa bersama keluarga Bhita, Papa dan Mama yang Bhita sayang.

Bhita menutup buku diarynya dan langsung merebahkan diri di tempat tidur, tak lupa ia panjatkan doa untuk kedua orang tuanya. Tidak lama kemudian Papa masuk ke kamarnya dan menyelimuti Bhita. Sebelum pergi, ia sempat membaca isi diary Bhita. Papa hanya tersenyum sambil membaca luahan isi hati milik anak kesayangannya itu.





«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments: