#Adnan Mahdi
@Isi Buku
Berdasarkan media yang tersedia saat
ini, dapat dilihat banyaknya informasi yang memaparkan perseteruan antara Islam
dengan Kristen. Hal ini tentunya kurang baik dalam hal menjaga kemesraan
pluralitas dalam beragama, karena jika dibiarkan begitu saja, maka akan sangat
mungkin terjadinya prediksi oleh sebagian orang akan terjadinya perang dunia
ketiga, yaitu perang agama.
Salah satu upaya untuk menghindari hipotesa
itu, makalah ini akan menyajikan titik temu atau persamaan yang ada dalam kedua
kitab suci agama, yaitu al-Qur’an dan Bibel. Namun penulis menyadari, bahwa
dalam uraian nantinya akan ditemukan perbedaan yang sangat signifikan di antara
keduanya, akan tetapi perbedaan itu hanyalah untuk menemukan esensi kebenaran
dari kedua kitab tersebut yang didukung oleh penemuan ilmuan pada zaman modern
sekarang ini, bukan maksud untuk mengklaim bahwa kebenaran itu hanya milik
suatu agama, sedangkan agama lainnya tidak benar. Pada prinsipnya, klaim
kebenaran itu bisa saja dilakukan dalam satu akan, bukan dalam konteks terhadap
agama lain. Klaim itu dimaksudkan untuk memperkuat keyakinan bahwa agama yang
dianut adalah agama yang paling benar.
Terlepas dari klaim-klaim tersebut, yang
jelas makalah ini hanyalah bertugas untuk memaparkan konsep-konsep kitab
tentang penciptaan Allah SWT terhadap alam semesta ini. Untuk proses itu,
penulis melakukannya secara side by side. Semoga bermanfaat.
Bentuk Kata Penciptaan
dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang
difirmankan-Nya kepada Nabi Muhammad, menggunakan bahasa Arab. Hal ini sesuai
dengan ungkapan Allah yang dapat ditemukan dalam dua bentuk, yaitu: Qur’an
Arabiyy (al-Qur’an yang berbahasa Arab) dan Lisan Arabiyy (dengan
bahasa Arab. Kata Qur’an Arabiyy ditemukan enam kali, yaitu pada surah
Yusuf ayat 2, surah Thaha ayat 113, surah al-Zumar ayat 28, surah Fushshilat
ayat 3, surah al-Syura ayat 7 dan surah al-Zukhruf ayat 3. Sedangkan kata Lisan
Arabiyy ditemukan tiga kali, yaitu pada surah al-Nahl ayat 103, al-Syura
ayat 195 dan surah al-Ahqaf ayat 12. Adapun secara implisit, Allah SWT juga
telah menyinggungnya tiga kali, yaitu pada surah Fushshilat ayat 44, surah
al-Ra’d ayat 37 dan surah Maryam ayat 97.[1]
Keistimewaan bahasa Arab yang digunakan Allah
sebagai bahasa al-Qur’an, antara lain redaksinya yang ringkas, teliti lagi
padat serta sangat kaya dengan isi dan makna yang mendalam. Keistimewaan itu
berimplikasi pada kepuasan bagi semua pihak yang ingin memahami al-Qur’an
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan disiplin ilmu yang mereka miliki, sehingga
makna al-Qur’an selalu dinamis tanpa perlu mengubah kata dasarnya. Sejalan
dengan itu, ternyata kata “penciptaan” memiliki bentuk kata yang beragam dalam
al-Qur’an. Menurut Sirajuddin Zar,[2]
makna kata tentang penciptaan ada 8 bentuk, yaitu: Khalq, Bad’ ( بدع ), Fathr, Shun’, Ja’l, Amr, Nasy’ dan Bad’ ( بدء ). Semua kata “penciptaan” itu tidak
seluruhnya dibahas dalam makalah ini, penulis hanya mengambil beberapa kata
yang relevan dengan fokus bahasan, kemudian disandingkan dengan konsep Bibel.
Konsep Penciptaan Alam Menurut
Al-Qur’an & Bibel
Menurut penjelasan al-Qur’an, bahwa Allah SWT
menciptakan alam semesta ini dalam “enam periode” (fi sittati ayyam)[3].
Informasi ini tercantum dalam surah al-A`raf (7) ayat 54, surah Yunus (10) ayat
3, surah Hud (11) ayat 7, surah al-Furqan (25) ayat 59, surah as-Sajdah (32)
ayat 4, surah Qaf (50) ayat 38 dan surah Al-Hadid (57) ayat 4.[4]
Sedangkan dalam Bibel, Allah menciptakan alam semesta ini dalam tujuh hari[5].
Informasi ini dapat dilihat dalam Kitab Kejadian ayat 1, pasal 1-31, Kitab
Kejadian ayat 2 pasal 2, Kitab Keluaran ayat 20 pasal 10-11, dan Kitab Ulangan
ayat 5 pasal 14. Untuk mengetahui apa saja isi yang diciptakan oleh Allah SWT
dari dua sumber kitab tersebut, akan penulis uraikan secara side by side di
bawah ini.
Menurut Adnan Oktar atau yang lebih dikenal
dengan Harun Yahya, asal mula penciptaan alam semesta digambarkan
dalam Al-Qur’an pada ayat berikut: “Dialah pencipta langit dan bumi”
(QS. Al-An’am, 101).
Pernyataan Al-Qur’an ini sejalan dengan Kitab
Kejadian, ayat 1 pasal 1, yang berbunyi:
בְּרֵאשִׁית בָּרָא אֱלֹהִים אֵת
הַשָּׁמַיִם וְאֵת הָאָרֶץ׃
BERE'SYIT BARA'
'ELOHIM 'ET HASYAMAYIM VE'ET HA'ARETS (pada
mulanya Allah menciptakan langit dan bumi)
Berdasarkan
kedua sumber kitab di atas, terlihat persamaan bahwa pertama sekali yang
diciptakan Allah SWT adalah langit dan bumi. Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa
langit dan bumi itu diciptakan dalam dua periode, sedangkan menurut Bibel,
langit dan bumi diciptakan dalam dua hari, yaitu bumi diciptakan pada hari
pertama[6],
dan langit diciptakan pada hari kedua[7].
Namun dari
kedua sumber kitab tersebut, ternyata ada perbedaan yang cukup mendasar. Allah
SWT menciptakan langit dan bumi menurut versi al-Qur’an dari sesuatu yang padu,
kemudian terpisah karena terjadinya suatu peristiwa. Hal ini dapat dilihat dari
petunjuk Allah SWT dalam surah Al-Anbiya, ayat 30:
Artinya: “Dan apakah orang-orang yang
kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah
suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman”?
Ayat
di atas jelas menginformasikan bahwa langit dan bumi itu telah
diciptakan Allah SWT secara bersamaan dari sesuatu yang padu menjadi
terpisah secara beraturan. Sedangkan di dalam Bibel, proses pertama yang
diciptakan Allah adalah bumi, kemudian pada hari kedua baru diciptakan langit.
Informasi ini jelas menunjukkan bahwa langit dan bumi diciptakan dari sesuatu
yang memang sudah terpisah, bukan dari sesuatu yang padu.
Perbedaan dari kedua versi kitab di atas,
selanjutnya akan dianalisa berdasarkan temuan para ilmuan saat ini. Kesimpulan
yang didapat dari astrofisika saat ini adalah keseluruhan alam semesta
serta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu
ledakan raksasa yang terjadi dalam sekejap. Peristiwa ini yang dikenal dengan
"Big Bang", membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15
milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari
ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuan modern menyetujui bahwa teori Big
Bang merupakan satu-satunya penjelasan yang masuk akal dan dapat dibuktikan
mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.
Teori
Big Bang ini muncul pada tahun 1946, yang dirumuskan oleh George Gamow dari
Universitas George Washington, dengan dibantu Ralph Alpher dari Universitas
Johns Hopkins dan Hans Bethe dari Universitas Cornell. Menurut hipotesis
mereka: pada mulanya seluruh isi alam semesta ini berpadu dalam tingkat
kepadatan yang tidak terhingga (infinite density), lalu dengan proses
Dentuman Akbar (Big Bang), maka terciptalah alam semesta ini. Inilah
“Hipotesis Alpha-Beta-Gamma”, yang diambil dari nama-nama Alpher, Bethe dan
Gamow.
Sebelum Big
Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana
materi, energi bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara
metafisik, terciptalah materi, energi dan waktu. Berdasarkan hasil pengamatan
sensor peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun
1992, berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang. Penemuan
ini merupakan bukti terjadinya peristiwa Big Bang, yang merupakan
penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan.
Berdasarkan temuan dari para ilmuan di atas,
tampaknya petunjuk yang relevan hingga saat ini adalah informasi yang telah
diberikan oleh al-Qur’an bahwa dahulunya alam semesta atau langit dan bumi ini
adalah padu, karena adanya ledakan besar, maka keduanya terpisah dengan
sendirinya.
Setelah diciptakan-Nya langit dan bumi,
kemudian Allah SWT menciptakan peneguhnya selama empat periode. Hal ini
sebagaimana dijelaskan Allah SWT dalam surah Fusshilat ayat 10, yang berbunyi:
Artinya: “Dan dia menciptakan di bumi itu
gunung-gunung yang kokoh di atasnya. dia memberkahinya dan dia menentukan
padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu
sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya”.
Ayat di atas tidak memberi rincian, apa saja
yang diciptakan Allah SWT dalam empat periode tersebut. Akan tetapi di dalam
Bibel, empat hari berikutnya, Allah menciptakan segala isi yang ada di langit
dan bumi. Pada hari ketiga, Allah menciptakan menciptakan
tumbuh-tumbuhan (Kejadian 1:9-13). Hari keempat, Allah menciptakan
matahari dan bintang (Kejadian 1:14-19). Hari kelima, Allah menciptakan
binatang laut dan burung (Kejadian 1:20-23). Hari keenam, Allah
menciptakan makhluk hidup, ternak, binatang dan Adam, manusia pertama (Kejadian
1:24-31). Sedangkan satu hari setelah itu yaitu hari ketujuh, Allah
berhenti dari segala pekerjaan-Nya yang disebut sebagai Hari Sabat (Kejadian
2:2, Keluaran 20:10-11, Ulangan 5:14).
Penjelasan tentang pencitaan Allah dalam
Bibel tersebut, mendapat respons yang sangat kritis. Menurut penjelasan dalam
Majalah Fakta, ada kerancuan dalam penciptaan Allah tersebut berdasarkan hari
yang telah dirincinya dalam Bibel. Hari pertama, Allah telah menciptakan bumi
lengkap dengan terang dan gelap sehingga ada siang dan malam. Padahal, Bibel
menerangkan matahari baru diciptakan pada hari keempat. Bukankah tak akan ada
siang dan malam tanpa matahari? Kemudian, diciptakan tanaman dan pepohonan pada
hari ketiga. Aneh bukan? Bagaimana tumbuhan bisa hidup tanpa matahari? Bukankah
tumbuhan memerlukan sinar matahari untuk proses fotosistesis dan proses
alam lainnya? Seharusnya, matahari diciptakan lebih dulu sebelum penciptaan
siang, malam dan tumbuhan.
Sementara dalam versi al-Qur’an yang hanya
menyebutkan empat periode tersebut, para ilmuan telah menemukan bahwa semua
proses yang berlangsung di alam semesta ini diatur dan diteguhkan oleh empat
macam interaksi (gaya, force), yaitu: Pertama, interaksi
gravitasi yaitu gaya yang bekerja pada seluruh partikel yang mempunyai massa,
mengatur tarik-menarik benda-benda, mulai dari meneguhkan pada permukaan bumi
sampai pada pembentukan tata surya dan galaksi. Kedua, interaksi
elektromagnetik, yaitu gaya yang bekerja pada seluruh partikel yang bermuatan
listrik, mengatur seluruh reaksi kimia, mulai dari terbentuknya atom sampai
kepada proses berpikir dalam otak manusia. Ketiga, interaksi kuat (strong
interaction), yaitu gaya yang mengikat partikel-partikel (zarrah-zarrah)
proton dan netron yang menyusun inti atom. Keempat, interaksi
lemah (weak interaction), yaitu gaya yang mengatur perubahan suatu atom
menjadi atom lain, mulai dari proses keradioaktifan (transmutasi inti)
sampai kepada perubahan hidrogen menjadi helium pada matahari dan
bintang sehingga tetap memancarkan cahaya.
Berdasarkan temuan tersebut, tampaknya kata rawasiya
yang arti atau maknanya “peneguh” bias ditafsirkan dengan gunung. Memang benar
bahwa salah satu fungsi gunung adalah peneguh, tetapi janganlah semua kata rawasiya
diterjemahkan “gunung”. Kenyataannya, orang-orang Arab tidak pernah menyebut
gunung dengan istilah rawasiya! Rawasiya (peneguh) yang disediakan Allah
bagi alam semesta ciptaan-Nya ini tiada lain adalah empat macam interaksi yang
mengatur seluruh mekanisme langit dan bumi, yaitu gaya gravitasi, gaya
elektromagnetik, gaya kuat, dan gaya lemah. Penelitian
mutakhir mengungkapkan bahwa keempat macam gaya tersebut merupakan manifestasi
dari sebuah “gaya tunggal” yang sama dan memisah satu sama lain melalui empat
tahapan penciptaan di atas.
Berdasarkan dukungan dari temuan ilmuan di
atas, barulah diketahui makna empat periodisasi Allah SWT dalam menciptakan
kehidupan di alam semesta ini setelah langit dan bumi. Empat periodesasi
tersebut adalah penciptaan terhadap sebuah sistem kehidupan yang saling membutuhkan,
apabila salah satu diantaranya rusak, maka kehidupan di alam semesta ini akan
musnah, dan itu yang barangkali disebut Kiamat.
Selain mengemukan tentang penciptaan Allah
SWT terhadap alam semesta ini (dalam arti langit dan bumi serta peneguhnya),
perlu juga ditampilkan proses penciptaan-Nya terhadap kehidupan awal di bumi
ini.
Menurut informasi dalam al-Qur’an dalam surah
Al-Anbiya ayat 30 di atas,
bahwa segala sesuatu yang hidup berasal dari air. Selain itu, surah tersebut
juga didukung oleh surah an-Nur ayat 45 bahwa semua jenis hewan itu tercipta
dari air. Berikut bunyi ayatnya:
Artinya: “Dan Allah Telah menciptakan
semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di
atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain)
berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya,
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Ayat
di atas kurang sejalan dengan konsep penciptaan makhluk hidup di dalam Bibel,
khususnya pada Kitab Kejadian ayat 1 pasal 11-12, yang berbunyi: “Berfirmanlah
Allah, “hendaklah tanah yang menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang
berbiji, segala jenis pohon dan buah-buahan yang menghasilkan buah yang
berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi…” (11). “Tanah itu menumbuhkan
tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis
pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji…” (12).
Dalam
Bibel tersebut, jelas diterangkan bahwa asal mula tumbuhnya biji-bijian dan
pepohonan itu berasal dari tanah, sedangkan dalam versi al-Qur’an bahwa segala
sesuatu itu hidup berasal dari air. Ayat pendukung dalam Bibel yang berbicara
tentang air, dijelaskan bahwa di dalam air itu diperintahkan oleh Allah untuk
berkeriapan[8] makhluk
hidup. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam versi Bibel, Allah menjadikan makhluk
hidup bukan berasal dari air, melainkan sesuatu yang diciptakan langsung jadi
tanpa ada proses kehidupan seperti yang tercantum dalam al-Qur’an. Jika hal ini
dikaitkan dengan penemuan ilmiah saat ini, tampaknya yang lebih relevan adalah
konsep yang dikemukakan dalam al-Qur’an bahwa kehidupan itu berasal dari air.
Menurut temuan yang ada, ternyata 70–75% penyusun sel-sel makhluk hidup
(manusia, hewan, tumbuhan dan mikroorganisme) adalah air. Kehidupan baru
terbentuk di muka bumi setelah adanya air. Banyak makhluk hidup yang tidak
memerlukan oksigen, tetapi tidak ada makhluk hidup yang survive tanpa
air.
Selain penciptaan di atas, ternyata Allah
SWT juga telah menciptakan makhluknya yang bernama Iblis atau Jin. Menurut
informasi dalam al-Qur’an bahwa Jin tersebut diciptakan dari kobaran api yang
sangat panas. Hal ini dapat dilihat dalam surah al-Hijr ayat 27 dan ar-Rahman
ayat 15.
Artinya: “Dan kami telah menciptakan jin
sebelum (Adam) dari api yang sangat panas” (QS. Al-Hijr, 27).
Artinya: “Dan dia menciptakan jin dari
nyala api” (QS. Ar-Rahman, 15).
Berdasarkan dua ayat di atas, dapat dikatakan
bahwa Jin diciptakan oleh Allah SWT dari sesuatu yang ada, yaitu api yang
sangat panas. Adapun dalam Bibel, tidak ditemukan asal mula penciptaan setan,
yang ada hanya informasi yang terfokus tentang kejahatan setan yang suka
mengganggu dan merasuki manusia.
Berdasarkan uraian di atas, penulis
berkesimpulan bahwa ada letak persamaan dan perbedaan dalam konsep penciptaan
Allah SWT terhadap alam semesta ini beserta seluruh isinya. Persamaan itu
terletak pada awal penciptaan awal langit dan bumi ini, bahwa keduanya
diciptakan pada dua periode atau dua hari dalam versi Bibel.
Sedangkan yang banyak ditemukan adalah
perbedaannya, dimulai dari jumlah penciptaan terhadap alam semesta ini bahwa
menurut al-Qur’an hanya terjadi dalam enam periode, sedangkan menurut Bibel terjadi
selama tujuh hari. Selain itu, penciptaan seluruh kehidupan menurut al-Qur’an
bersumber dari sesuatu yang ada yaitu air, sedangkan dalam versi Bibel bahwa
kehidupan di alam ini diciptakan dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada.
Adapun perbedaan lainnya adalah penciptaan Jin, menurut al-Qur’an bahwa Jin itu
diciptakan dari api yang sangat panas, sementara di dalam Bibel, Setan itu
hanyalah makhluk pengganggu manusia, tanpa ada yang menjelaskan asal mula
kejadian Setan.
No comments:
Post a Comment