Penulis: Sabari
Kandidat Magister Sosial dari UIN
Bandung
Siapa yang tidak kenal dengan seorang
moderator ulung dan senior yang telah lama berkancah di dunia televisi. Ia
sering sekali menjadi moderator kritis terhadap politisi-politisi hingga menyimpulkan
dengan mengutip secara teoritis. Siapa lagi kalau bukan Karni Ilyas atau sering
juga dikenal dengan sebutan “Bang One”. Keterlibatannya dalam sebuah acara di
TV One memancing suasana hiruk pikuk di lingkungan panelis. Siaran yang bernama
ILC (Indonesia Lawyer Club) yang juga pernah di humorkan dengan sebutan ILK
(Indonesia Lawak Club) itu memberi ruang kebebasan publik bagi setiap politisi
untuk mengutarakan pemikirannya. Baru-baru ini ILC semakin di soroti oleh
berbagai elemen terutama ormas Islam yang disebabkan oleh adanya sebuah statement
yang dibuat oleh Nusron Wahid.
Berbagai media sosial baik twitter,
facebook, Youtube, dan lainnya telah hangat memperbincangkan
tentang tanggapan Nusron Wahid terhadap berbagai panelis yang diundang oleh
Bang Karni. Mungkin saja tanggapan yang disampaikan oleh seorang yang pernah
menjabat pengurus besar PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) ini bukanlah
hal yang biasa-biasa saja.
Kata-kata beliau yang membuat
gemparnya berbagai medsos adalah tentang tanggapannya terhadap statement Ahok
yang pada akhirnya mengarah pada penafsiran al-Qur’an.
Sebetulnya jika melihat posisi
pembicaraan Nusron Wahid itu, ia tidaklah memihak kepada Ahok atau pun kepada
panelis yang mengkritisi tindakan Ahok tersebut. Sikap yang tampak dari raut
Nusron Wahid itu adalah ingin mencari jalan tengah dengan bersifat netral.
Adapun kata-kata beliau tersebut dapat saya paparkan sebagai berikut “saya
ingin menegaskan di sini yang namanya teks apapun itu bebas tafsir, bebas makna.
Yang namanya al-Qur’an yang paling sah untuk menafsirkan, yang paling tahu
tentang al-Qur’an itu sendiri adalah Allah SWT dan Rasul-Nya”.
Berdasarkan pernyataan tersebut,
saya melihat bahwa proses komunikasi yang disampaikan belum sesuai dengan pesan
yang disampaikan. Sebetulnya Nusron Wahid menginginkan kedamaian namun ekspresi
yang ditunjukkan bersifat arogan. Saya melihat bahwa ekspresi beliau terlalu
menggebu-gebu sehingga tampak seperti orang yang memaksakan kehendak dan
menolak semua hal yang telah disepakati MUI.
Saya mengutip dari sebuah studi
tentang kinesik yang diusung oleh Ray Bird, yang di asumsikan oleh
Birdwhistel terhadap studi tersebut bahwa gerakan tubuh memiliki potensi makna
dalam konteks komunikasi. Orang selalu dapat memberikan makna terhadap setiap
aktivitas tubuh. Oleh karena itu, saya kira kejadian terhadap Nusron Wahid
bukanlah pada aspek objektifnya yaitu tentang gagasan ide yang dikemukakan
beliau terhadap penafsiran al-Qur’an tersebut tapi terletak pada aspek
subjektivitasnya yaitu pada aspek non verbal seperti pada aspek isyarat atau gesture
tubuh yang ditampilkannya.
No comments:
Post a Comment