“Urgensitas Pendidikan Agama Islam
bagi Anak
Usia Prasekolah dalam Keluarga”
Assalâmu'alaikum Warahmatullâhi
Wabarakâtuh,
Alhamdulillahi
rabbil ‘alamin, assholatu wassalamu....
Yth. Ketua
Kopertais Wilayah XI Kalimantan sekaligus Rektor IAIN Antasari Banjarmasin,
Prof. Dr. H. Ahmad Fauzi Aseri, MA
Yth. Rektor sekaligus
Ketua Senat Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas, Bpk. Drs.
H. Jamiat Akadol, M.Si, MH beserta Anggota Senat
Yth. Bupati
Sambas, Ibu dr. Hj. Juliarti Juhardi Alwi, M.Ph.
Yth. Bapak DPRD
Kabupaten Sambas
Yth. Bapak
Muspida dan Pimpinan SKPD Kabupaten Sambas
Yth. Bapak Pimpinan / Perwakilan Perguruan Tinggi
Kalimantan Barat
Yth. Bapak Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan
Kabupaten Sambas
Ybh. Para Peserta
Wisudawan/Wisudawati Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas,
dan
Ybh. Orangtua &
Keluarga Wisudawan/Wisudawati
Mengawali
orasi ini, izinkan saya menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang
setinggi-tingginya kepada Rektor beserta seluruh civitas akademika Institut
Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas yang telah memberikan kepercayaan
kepada saya untuk menyampaikan Pidato Ilmiah di depan hadirin dalam Sidang
Senat Terbuka yang amat sangat terhormat ini. Menunaikan amanat dan kepercayaan
ini adalah kehormatan dan kebanggaan bagi saya pribadi. Adapun tema orasi ini
adalah: “Urgensitas
Pendidikan Agama Islam bagi Anak Usia Prasekolah dalam Keluarga”.
Hadirin
yang Saya Hormati,
Sebagai pembuka orasi ini, saya ingin mengutip hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Bloom, Osborn dan White
dari Universitas Chicago Amerika Serikat pada tahun 1965 bahwa perkembangan
anak terjadi sangat pesat di tahun-tahun awal kehidupannya. Data empiris
menunjukkan bahwa sebanyak 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa
telah terjadi pada masa anak berusia 4 tahun, dan peningkatan berikutnya
sekitar 30% terjadi pada anak berusia 8 tahun, kemudian sisanya sekitar 20%
terjadi di atas usia 20 tahun. Hasil penelitian Bloom dkk. Hal ini menunjukkan
bahwa rangsangan belajar pada anak prasekolah memberikan kontribusi dan
pengalaman yang sangat berharga bagi pertumbuhan dan perkembangan anak di
masa-masa selanjutnya.
Kesadaran akan
pentingnya pendidikan anak prasekolah, bahkan sejak pralahir, sejatinya telah tercermin
dalam tradisi kehidupan keluarga Melayu Sambas pada masa silam. Seorang istri
yang hamil/mengandung diberi pantangan agar tidak melakukan hal-hal yang
kurang baik, seperti marah, mencaci-maki, bohong, asal-asalan bicara, melamun,
malas-malasan, banyak tidur, berpakaian yang tidak sopan, makan dan minum yang
tidak halal, dan lain sebagainya. Ketika lahir, anak diadzankan atau
diiqamatkan, lalu dicicipi dengan makanan yang manis-manis dan berkhasiat, serta
disusui dengan Air Susu Ibu, kemudian diberi nama yang baik-baik dan memiliki
makna doa sesuai harapan orangtuanya. Ketika masa ayunan, anak ditidurkan
dengan dendangan shalawat atau dzikir seperti Allahu Allah, Lâilahaillallah
atau dzikir-dzikir yang bersumber dari Dzikir Maulid maupun Dzikir
Nazam. Ketika berusia 7, 9, 21 atau 41 hari sejak kelahiran anak, dilakukan
prosesi betimbang, bejajak, potong rambut dan aqiqah yang
dikemas dalam tradisi Tepung Tawar.
Setelah itu,
orangtua terus menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan agama pada anak sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangannya, misalnya membiasakan anak untuk melihat
orangtuanya shalat, membiasakan anak mendengar bacaan ayat al-Qurân, memberikan
pantang-larang yang sarat nilai-nilai pendidikan akhlak, seperti tidak boleh
makan tebu dan tidur pada waktu sarrap malam, tidak boleh duduk di depan
pintu teras rumah, tidak boleh menjahit di malam hari, tidak boleh ningkap
di lantai, tidak boleh di luar rumah pada waktu Maghrib, tidak boleh memotong
kuku/rambut di malam hari, dan lain sebagainya. Selain itu, orangtua juga membiasakan
anak untuk bersopan santun pada orangtua atau orang yang lebih tua dari usianya,
mulai dari cara memanggil atau berbicara, berjalan, berperilaku hingga adab
memperlihatkan raut wajah kepada orangtua (seperti timajuk, tilebek, tibirong,
tibasum dan lain sebagainya). Sedangkan pendidikan anak yang menjadi ciri
khas masyarakat Sambas pada masa silam adalah memberikan keteladanan dan
membiasakan anak untuk shalat berjamaah di masjid atau rumah dan mengajari anak
membaca al-Qurân pada waktu Maghrib. Sementara setelah Isya atau menjelang
tidur, anak-anak seringkali disuguhi dengan cerita-cerita yang sangat edukatif,
seperti cerita Nabi dan Rasul Allah, Pak Salui, Si
Miskin dan Anaknya, Tang Nunggal Jadi Raja, Batu Ballah Batu
Betangkup, Batu Betarup, Anak Hantu, Burung Ruwai,
Kura-kura dan Kera serta lain sebagainya.
Hadirin
yang Saya Muliakan,
Paparan di
atas adalah snapshot atau potret singkat tradisi pendidikan agama yang dilakukan
orangtua Melayu Sambas kepada anaknya sejak pranatal sampai prasekolah (bahkan
sampai anak di usia sekolah). Namun ironisnya saat ini, beberapa dari tradisi
di atas telah
ditinggalkan orangtua Melayu, karena dinilai tidak lagi relevan, sudah
ketinggalan zaman, bahkan tidak sedikit dari tradisi tersebut yang dihukumi
bid’ah dan bertentangan dengan dalil-dalil agama. Jika prinsip
meninggalkan tradisi pendidikan tersebut didasarkan pada kaidah: Al-Muhafadzatu
‘alâ qodimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah, yakni melestarikan
nilai-nilai lama yang masih relevan dan megambil nilai-nilai baru yang lebih
baik), saya kira tidak ada permasalahan. Namun yang sangat menyedihkan adalah
apabila tradisi pendidikannya telah ditinggalkan, tapi belum ada strategi
terbaik yang sudah siap menggantikannya, saya kira di sini tugas dan
tanggungjawab kita, lebih-lebih lagi bagi para wisudawan/wisudawati yang telah
dikukuhkan keilmuan dan kesarjanaannya.
Para
Senator, Wisudawan/Wisudawati dan Hadirin yang Saya Hormati,
Semestinya kita
prihatin dengan derasnya arus dekadensi moral yang sedang terjadi di Kabupaten
Sambas saat ini. Berdasarkan data dan informasi dari berbagai media, telah
terjadi beragam kasus a-moral dan tindak kriminal di Sambas yang sangat
kita cintai ini. Sebut saja misalnya kasus pemerkosaan yang dilakukan seorang
siswa SMA kepada siswi SMP di sebuah sekolah pada Rabu malam tanggal 7 Agustus
2013 silam. Kemudian menyusul perbuatan serupa terhadap seorang siswi SMP
Negeri, dan diketahui bahwa pelakunya adalah lima anak-anak di bawah umur pada
tanggal 19 Pebruari 2014. Lebih mengejutkan lagi, berdasarkan hasil penelitian
dari Ikatan Peminat Demografi Indonesia Kalimantan Barat, terhitung 57,1% dari
70 calon pengantin remaja wanita yang hamil di luar nikah di Kecamatan
Pemangkat. Sedangkan dalam kasus perceraian, dari tahun ke tahun selalu
meningkat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Agama Sambas tahun
2014, diketahui bahwa tahun 2009, angka perceraian tercatat sebanyak 548 kasus,
tahun 2010 meningkat menjadi 658 kasus, tahun 2011 meningkat lagi menjadi 753
kasus, tahun 2012 sebanyak 790 kasus, tahun 2013 menjadi 820 kasus, dan tahun
2014 tercatat sebanyak 860 kasus perceraian. Dari data tersebut, Kabupaten
Sambas menempati peringkat ke dua kasus perceraian terbanyak di Kalimantan
Barat setelah Kota Pontianak. Kasus lain yang cukup mengerikan adalah penderita
HIV AIDS di Sambas. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas, tercatat
171 orang tertular penyakit HIV AIDS sejak tahun 2000 sampai 2010. Dari jumlah
tersebut, 64 orang sudah meninggal dan 107 orang masih hidup dengan virus HIV
AIDS. Tahun 2012, Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Sambas mencatat 204
orang yang tertular HIV AIDS, 96 orang diantaranya adalah wanita, 46 orang
adalah ibu rumah tangga yang ditularkan oleh suaminya, dan 12 bayi ditularkan
oleh ibunya.
Data dan
informasi yang saya utarakan di atas tidak bermaksud sedikitpun untuk
mempermalukan atau merendahkan daerah sendiri, akan tetapi saya hanya ingin
mengajak kepada
hadirin sekalian untuk lebih peduli dan memikirkan masa depan Sambas yang hingga saat
ini masih terlena dengan jargon: Sambas Serambi Mekah, yang telah
melahirkan ulama-ulama mendunia. Banyak ikhtiar yang dapat kita lakukan sesuai
kemampuan dan disiplin keilmuan yang kita miliki, dan salah satu jalur ikhtiar
tersebut adalah melalui pendidikan agama di dalam keluarga. Kita semua pasti
tahu dan sadar bahwa pendidikan di dalam keluarga bisa dimulai sejak pranatal
bahkan sejak memilih jodoh, dan berakhir hingga ajal menjemput, namun kita
harus paham bahwa pendidikan terbaik dan sangat menentukan perkembangan dan
kesuksesan seorang anak berada pada masa golden age atau usia emas
dengan rentang usia sekitar 0-6 tahun.
Hadirin
yang Saya Hormati dan Sangat Saya Muliakan,
Sadar akan
urgensitas pendidikan agama untuk anak prasekolah tersebut, saya telah melakukan penelitian
pada orangtua dan tokoh-tokoh Melayu dengan jumlah responden sekitar 100 orang
yang tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Sambas. Hasil dari penelitian
tersebut, ada permasalahan dan solusi yang ingin saya sampaikan dalam Orasi
Ilmiah ini. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, ternyata sebagian besar
orang tua Melayu yang memiliki anak usia prasekolah menuturkan anggapan dan
sikap mereka bahwa: Anak usia prasekolah belum perlu dididik dengan serius,
anak lebih suka bermain, orangtua sibuk bekerja dan cenderung lebih mementingkan
pekerjaan daripada mendidik anak usia prasekolah, siaran televisi program anak-anak
seringkali ditayangkan di waktu Maghrib, anak senang bermain games, dan
lingkungan pergaulan anak kurang kondusif.
Berdasarkan
permasalahan di atas, lalu dikaji dan didiskusikan dengan beberapa tokoh Melayu
Sambas serta masukan dan arahan dari beberapa pakar pendidikan dan guru besar di UIN
Sunan Gunung Djati Bandung, akhirnya saya menemukan model pendidikan agama untuk
anak usia prasekolah dalam keluarga Melayu Sambas, dengan empat pilar di dalamnya,
yaitu tujuan, program, proses, dan evaluasi pendidikan agama.
1.
Tujuan pendidikan agama anak
prasekolah dalam keluarga Melayu Sambas ada tiga macam, yaitu tujuan ideal (ideal
goal), tujuan antara (intermediate goal) dan tujuan seketika (immediately
goal).
Tujuan ideal yang menjadi impian orangtua Melayu Sambas dalam
mendidik anak
usia prasekolah melalui pendidikan agama ialah terbentuknya kepribadian anak
sebagai muslim yang sempurna dengan karakteristik: Taat
menjalankan ajaran agama, memiliki akhlak yang mulia, dan berguna bagi
masyarakatnya.
Tujuan kedua sebagai hasil dari pendidikan agama yang
diberikan kepada anak usia prasekolah dalam keluarga Melayu Sambas adalah
tujuan antara atau intermediate goal. Tujuan antara ini terdiri dari:
a.
Mampu menjaga muru’ah
keluarga dan berguna bagi masyarakat, agama dan negara.
b.
Memiliki pengetahuan
dan pengalaman dalam melaksanakan ajaran Islam sebagai bekal pendidikan di
sekolah formal.
c.
Menyiapkan dasar
agama sebagai benteng untuk menangkal pengaruh pergaulan bebas
dan dampak negatif sebagai konsekuensi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi di berbagai aspek kehidupan.
Sedangkan tujuan ketiga sebagai hasil dari pendidikan agama yang
diberikan kepada anak prasekolah dalam keluarga Melayu Sambas adalah
tujuan seketika atau immediately goal. Tujuan seketika ini terdiri dari:
a.
Mengetahui dasar
dan nilai-nilai ajaran Islam, seperti mengetahui Allah sebagai pencipta,
al-Qurân sebagai kitab yang harus dibaca, Muhammad sebagai nabinya orang
Islam, dan mengetahui kewajiban serta larangan dalam agama Islam. Adapun nilai
ajaran Islam yang dimaksud, seperti mengetahui dan merasakan kasih sayang semua
orang, pentingnya kebersamaan dalam keluarga, pentingnya berbagi dan membantu
orang lain, taat dan hormat kepada orangtua, dan lain sebagainya.
b.
Tertanamnya akhlak
Islami, seperti: terbiasa melaksanakan shalat fardhu, membaca ayat al-Qurân,
puasa, berdoa, mengucapkan salam dan bersalaman, sedekah, menghormati dan taat
orangtua, terbiasa bersopan santun kepada yang lebih tua, dan sebagainya.
Ketiga
tujuan pendidikan agama Islam di atas saling terkait dan menguatkan antara satu
dengan yang lainnya, ketika tujuan seketika telah tercapai, maka tujuan antara
mudah dicapai pada waktunya, dan saat kedua tujuan tersebut telah tercapai,
maka tujuan ideal juga akan tercapai sesuai harapan.
2.
Program materi pendidikan agama yang
diberikan orangtua kepada anak usia prasekolah dalam keluarga Melayu Sambas
umumnya meliputi tiga aspek, yaitu aqidah, ibadah dan akhlak.
Aspek
aqidah yang diajarkan kepada anak berkaitan dengan penjabaran dari rukun iman,
seperti: Iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat, iman kepada kitab suci
al-Qurân, dan iman kepada rasul Allah. Sedangkan aspek ibadah yang diajarkan
berkaitan dengan rukun Islam, seperti syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji.
Khusus untuk aspek zakat dan ibadah haji masih diajarkan secara umum. Sementara
aspek akhlak diajarkan dari penjabaran Ihsan, seperti adab makan dan
minum, adab masuk rumah, adab sopan santun, adab berteman, kasih sayang kepada
orangtua, saudara, dan orang lain, serta lain sebagainya.
3.
Proses pendidikan agama yang
diberikan kepada anak prasekolah dalam keluarga Melayu Sambas ditinjau dari tiga
aspek, yaitu metode penyampaian, sumber belajar yang digunakan, dan waktu yang
dimanfaatkan untuk mendidik anak. Berdasarkan data dan analisis yang dilakukan,
secara umum metode yang digunakan orang tua ada tiga macam, yaitu tunjuk rasa,
tunjuk lafal, dan tunjuk laku.
Tunjuk
rasa ialah rasa kasih sayang yang diberikan oleh orangtua kepada anaknya dalam
keluarga. Wujud kasih sayang ini bisa berupa senyuman, belaian, ciuman,
pelukan, perhatian dan sapaan. Dalam konteks pendidikan Islam, metode yang
termasuk ke dalam tunjuk rasa ini adalah metode bil hikmah, yaitu metode
pendidikan yang lebih menekankan pada cinta, kasih sayang dan kebijaksanaan. Sedangkan
tunjuk lafal adalah pendidikan agama yang diberikan melalui nyanyian, dendangan,
tuntunan, bimbingan, teguran, nasihat, petuah, cerita atau penjelasan yang
bermanfaat bagi anak. Metode tunjuk lafal ini pada prinsipnya adalah segala
materi yang disampaikan melalui lisan. Dalam konteks pendidikan Islam, metode
yang termasuk dalam tunjuk lafal ini, seperti ceramah, cerita, kisah, mauidzah
(nasihat)
dan mujadalah (diskusi). Sementara tunjuk laku adalah pendidikan agama yang
diberikan melalui pembiasaan, keteladanan, atau segala sesuatu yang diajarkan
melalui tingkah laku atau perbuatan. Contoh tunjuk laku ini dapat berupa contoh
melakukan gerakan shalat, contoh bersalaman sambil cium tangan, contoh makan
menggunakan tangan kanan dan lainnya. Dalam konteks pendidikan Islam, metode
yang termasuk dalam tunjuk laku, seperti pembiasaan, keteladanan (uswah), ibrah
(pelajaran), targhib (hadiah) dan tarhib (ketegasan/hukuman).
Adapun
sumber belajar yang digunakan untuk pendidikan agama anak prasekolah dalam
keluarga Melayu Sambas antara lain: Buku cerita bergambar, buku Iqra’, buku
doa, al-Qurân, gambar, poster, handphone, VCD, televisi, laptop dan
mainan anak. Sementara waktu yang dimanfaatkan untuk mendidik anak usia
prasekolah dengan pendidikan agama adalah semua waktu senggang yang dimiliki
orangtua, terutama setelah shalat Maghrib dan waktu menjelang tidur malam.
4.
Evaluasi pendidikan agama yang
digunakan orangtua Melayu Sambas dalam mendidik anak di usia prasekolah adalah
melalui evaluasi langsung (direct evaluation) dan evaluasi tidak
langsung (indirect evaluation). Evaluasi langsung dilakukan melalui
tahapan, seperti melihat dan mengamati perkembangan potensi anak, memberikan
program keagamaan sesuai kebutuhan anak, meninjau penguasaan materi yang
diajarkan, memperbaiki dan melengkapi materi yang telah diajarkan, membiasakan
untuk mengulang-ulang hingga menjadi amalannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan evaluasi tidak langsung dilakukan dengan cara mendiskusikan
antara suami dan isteri atau dengan orang lain (kakek, nenek, ahli) mengenai potensi,
perkembangan dan kemampuan yang dimiliki anak setelah diajarkan program
pendidikan agama. Hasil pembicaraan atau diskusi tersebut selanjutnya digunakan
sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki kegiatan pendidikan agama hingga
tercapai tujuan yang menjadi harapan orangtua Melayu Sambas.
Hadirin yang Saya Hormati, dan
Wisudawan/wisudawati yang berbahagia,
Demikian
pidato yang dapat saya sampaikan dalam kesempatan ini. Terima kasih atas
perhatian dan mohon maaf bila ada yang khilaf ataupun kurang. Selamat dan
sukses kepada wisudawan-wisudawati, jayalah Institut Agama
Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas, Kampusmu, Kampusku,
dan Kampus Kita Semua.
Wassalâmu'alaikum
Warahmatullâhi Wabarakatuh.
Sambas, 22 Oktober 2015
Orator,
Dr. Adnan, S.Ag, M.S.I.
No comments:
Post a Comment