Slider

Recent Tube

Berita

Ilmiah

Opini

Fiksi

TQN

Buku

» » Memetik Ibrah dari Sebuah Peristiwa


#Adnan Mahdi >>  

Ku awali tulisan ini dengan sebuah doa: “Ya Allah, jauhkanlah diri ini dari sifat riya’, ujub, sum’ah dan takabur. Ya Allah, selamatkan hati ini dan hati orang-orang yang membaca tulisan ini dari salah sangka, salah sikap, dan salah tafsir. Ya Allah, tulisan ini hanya ku tujukan pada orang-orang yang mau mengambil ibrah dari sebuah peristiwa. Karuniailah kami dengan ilmu yang Engkau ridhai, âmîn”.

Penghujung tahun 2010 yang lalu, Saya mendapat telephon dari seorang sahabat sekaligus pimpinan Saya di MAN Sambas. Tiada lain dia adalah sahabat Mursidin, M.Ag. Inti dari pembicaraan lewat telephon genggam tersebut, beliau memberikan amanah kepada Saya untuk membuat sebuah proposal untuk mengusulkan pendirian MAN Unggulan di Kabupaten Sambas. Tanpa pikir panjang, Saya menyanggupi amanah tersebut dan mulai mencari-cari bahan untuk membuat proposal. Tak lama kemudian, beliau menelephon lagi menanya sekaligus memberi kabar bahwa proposal tersebut nantinya bukan diarahkan ke MAN Unggulan, tapi MAN Insan Cendikia Sambas.
Berbekal pengalaman sebagai Sekretaris Umum pertama Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kalimantan Barat sekaligus pernah menjadi pengurus di Gerakan Pemuda Ansor Kalimantan Barat serta aktif menjadi pengurus Senat di STAIN Pontianak, Saya coba merangkai kata demi kata dan singkat cerita proposal MAN IC Sambas akhirnya bisa diselesaikan. Namun, Saya akui bahwa proposal tersebut masih jauh dari baik karena kelemahan konsep dan datanya banyak yang kurang Saya ketahui.
Dalam kondisi yang seperti itu, proposal MAN IC Sambas Saya serahkan kepada sahabat Saya Mursidin, M.Ag. Jujur Ku akui, beliaulah yang melengkapi Renstra dan data-data yang diperlukan, dan beliau pula yang memasukan proposal tersebut dengan rasa percaya diri. Bagi Saya yang “awam” dalam loby-meloby merasa kurang yakin dengan proposal yang Saya buat tersebut, dan selanjutnya Saya hanya bertawakal kepada Allah SWT.
Beberapa bulan setelah proposal diusulkan, sungguh di luar dugaan kami, proposal tersebut mendapat ranking 11 dari 200-an proposal yang diajukan se-Indonesia. Terus terang saja, Saya tak tau apakah proposal itu diterima lantaran isi proposalnya logis dan faktual atau karena unsur loby, politik, daerah perbatasan atau lainnya sehingga proposal tersebut diterima?
Setelah adanya signal diterimanya proposal tersebut oleh Kementerian Agama RI, maka Bupati Sambas mulai dari Ir. H. Burhanuddin A. Rasyid dan dilanjutkan oleh dr. Hj. Juliarti Djuhardi Alwi, M.Ph., dengan di folow up oleh Sekda Sambas yang kala itu dijabat oleh Dr. H. Jamiat Akadol, M.Si., MH, akhirnya perjuangan bersama membuahkan hasil. Keberhasilan tersebut tentu tidak hanya andil dari orang-orang yang telah Saya sebutkan tersebut, tetapi juga peran aktif dan serius dari Kakanwil Kemenag Kalbar, Kakan Kemenag Sambas serta berbagai unsur yang tak dapat Saya sebutkan satu-persatu.
Singkat kisah, MAN IC Sambas mulai memperoleh anggaran untuk pembangunan gedungnya, memperoleh lahan hibah dari Pemda Sambas, study kelayakan tempat dan lainnya sampai ke gedungnya didirikan. Sejak proposal tersebut diserahkan ke Kepala MAN Sambas, Saya tidak mengikuti perkembangannya lagi. Ketika perekrutan guru di MAN IC Sambas dimulai, Saya mendapat tawaran untuk bergabung, tapi Saya menolak lantaran janji Saya untuk mengabdi di IAIS Sambas setelah dibeasiswakan S3 di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Sejatinya Saya sadar bahwa menjadi guru di MAN IC Sambas sungguh menggiurkan dan punya prestise yang tinggi, tapi tawaran demi tawaran Saya tolak lantaran Saya ingin memenuhi janji Saya untuk mengabdi di IAIS Sambas minimal dua kali masa studi S3.
Melalui proses yang cukup panjang, tibalah hari peresmian penegerian MAN IC Sambas sekaligus penyerahan Kode Satker, tepatnya pada hari Jum’at, 31 Maret 2017. Pada hari ini, Saya tetap melaksanakan tugas Saya sebagai guru di MAN Sambas. Tanpa diduga, tanpa dikira, tanpa direncanakan, pada hari ini sekitar pukul 09.00 pagi, Saya ditelphon pak Rektor IAIS Sambas yang sedang hadir dalam acara peresmian MAN IC Sambas tersebut. Saya diminta hadir dan membawa buku yang Saya susun dengan judul: Jalan Menggapai Ridha Allah, Amaliah Lengkap TQN Khathibiyah Sambas. Buku ini berisi ajaran-ajaran Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy melalui dua jalur muridnya, yakni Syaikh Nurdin Tekarang dan Syaikh Muhammad Sa’ad Selakau. Buku ini Saya susun atas bimbingan penuh dari kawan mengajar di MAN Sambas sekaligus Guru Musyid Saya di TQN Khathibiyah Sambas, yakni Syaikh Jayadi bin Muhammad Zaini dari Sarilaba B Sambas.
Setibanya di MAN IC Sambas, Saya diminta oleh Bapak Dr. H. Jamiat Akadol selaku Rektor IAIS Sambas untuk menyerahkan langsung buku tersebut kepada Prof. Dr. Phil. M. Nur Kholis Setiawan, MA selaku Direktur Kurikulum, Kelembagaan, Kesiswaan, dan Sarana-Prasarana pada Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia. Kejadian ini sungguh di luar dugaan Saya, dan ini sangat patut Saya syukuri dan menjadi “kado” terindah dari Allah SWT.
Dari kronologis kisah Saya di atas, ada pelajaran berharga yang dapat kita petik, antara lain:
1.  Tulislah apa saja yang kita bisa dan tentu tulisan yang bermanfaat, setelah itu pasrahkan diri kepada Allah SWT, dan biarkanlah Ia yang akan menetapkan ganjarannya. Bila sesuatu yang kita tulis atau kerjakan semata-mata mengharap upah atau pujian dari sesama makhluk, tentu kita akan memperoleh minimal seperti apa yang kita pintakan tersebut. Tapi manakala apa yang kita tulis atau perbuat diserahkan kepada Allah dengan hati yang ikhlas, biasanya kita akan memperoleh ganjaran jauh lebih “besar” dari apa yang kita harapkan. Beginilah yang sering dipesankan oleh Guru Mursyid Saya.
2.  Istiqamahlah dalam menulis atau dalam mengamalkan sesuatu yang baik, karena sejatinya sifat istiqamah tersebut merupakan karomah terbesar yang dikaruniakan Allah kepada setiap hambaNya yang shaleh. Apapun yang kita lakukan secara istiqamah, biasanya memiliki kebermanfaatan yang besar serta akan memperoleh ganjaran di luar jangkauan akal kita yang sehat. Begitulah nasihat Guru Mursyid Saya dalam Tausiyahnya.
3.   Jangan pernah berhenti untuk melakukan suatu kebajikan walaupun di mata manusia dinilai kecil atau bahkan kurang bermanfaat, karena dalam pandangan Allah sungguh jauh berbeda dan sangat dihargaiNya.
4.  Jangan sekali-kali putus asa bila menemui kesulitan atau masalah dalam melakukan sesuatu, termasuk dalam menulis, karena sifat putus asa tersebut sangat dimurkai oleh Allah SWT. Marilah kita meneladani sifat Nabi dan Rasul Allah, mereka memperoleh kemuliaan lantaran kesabaran dan selalu istiqamah dalam berjuang dan memperjuangkan kebenaran.
Wallahu A’lam bis-Shawab.



«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments: