Penulis: Dr. Adnan, M.S.I.
Kuliah di Perguruan Tinggi memang sungguh
mengasyikkan, selain kuliah untuk menimba ilmu sedalam-dalamnya, mahasiswa juga
difasilitasi untuk aktif berorganisasi. Sangat merugilah bila ada mahasiswa
yang hanya memerankan dirinya sebagai mahasiswa pencari ilmu semata, atau menjadi
mahasiswa yang sibuk berorganisasi belaka. Boleh dikatakan, tidak utuh menjadi
mahasiswa jika hanya aktif di bangku kuliah, menjadi kutu buku, kutu
perpustakaan, atau hanya menjadi “satpam” di kelas saja. Begitu pula
sebaliknya, tidak sempurna status mahasiswa jika ia hanya menyibukan diri
berorganisasi, tetapi malas membuat tugas, malas masuk kelas, dan banyak mata
kuliah yang tidak tuntas.
Lalu bagaimana seharusnya? Ya, seharusnya jadilah
mahasiswa berprestasi di bangku kuliah, tetapi juga aktif dalam berorganisasi,
atau istilah kerennya “Kuliah Diutamakan dan Organisasi Dinomorsatukan”.
Nah, disinilah pentingnya memahami hakikat dari belajar di Perguruan Tinggi.
Perlu disadari bahwa ada dua wilayah penting yang harus dipahami mahasiswa (D2,
D3, D4, S1) tatkala study di Perguruan Tinggi. Dua wilayah dimaksud adalah
wilayah hard skills dan wilayah soft skills. Wilayah hard skills
umumnya lebih kecil dibanding wilayah soft skills. Maksud wilayah hard
skills dalam konteks ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan perkuliahan. Manakala
diingat-ingat, dalam waktu 90 menit atau 105 menit untuk setiap mata kuliah, mungkin
hanya beberapa persen saja yang bisa diserap dan menambah keilmuan seorang
mahasiswa. Keilmuan tambahan harus mereka cari sendiri, baik saat membuat
makalah, membaca buku, mengikuti seminar atau saat melakukan penelitian di
akhir study. Jadi, kalau hanya mengharapkan ilmu di bangku kuliah, pasti
dirasakan sedikit atau bahkan dirasakan belum siap untuk mengabdikan diri di
masyarakat tatkala sudah memperoleh gelar sarjana. Kondisi seperti ini
rata-rata dirasakan oleh mahasiswa yang notabene hanya mengandalkan
perolehan ilmu di bangku kuliah saja. Tak heranlah, saat mereka selesai,
sarjana seperti ini akan kebingungan mau berbuat atau bekerja apa, lantaran
ilmu yang didapat dirasakan belum mencukupi, atau bisa jadi tidak relevan
dengan tuntutan dunia kerja.
Mestinya harus disadari sejak dini bahwa belajar di
Perguruan Tinggi lebih banyak mengarah pada kemampuan kognitif mahasiswa.
Buktinya dapat dilihat pada prestasi mahasiswa bahwa seorang mahasiswa yang
dinyatakan berprestasi adalah mahasiswa yang memperoleh Indeks Prestasi (IP)
tinggi. Dalam konteks ini, Ketut Sumarta (2000) menyatakan bahwa pendidikan
nasional Indonesia masih cenderung memperioritaskan kecerdasan kognitif
ketimbang kecerdasan rasa, budi atau kecerdasan batin. Akibatnya, banyak lahir
orang-orang yang berotak cerdas, tapi sangat rendah pada kecerdasan budi,
memiliki sifat ketergantungan pada orang lain, kurang merdeka, bahkan tidak mampu
mandiri. Sosok manusia seperti ini akan sulit untuk meraih sukses di dunia
kerja atau di tengah-tengah masyarakat. Bahkan bila didasarkan pada hasil
penelitian Daniel Goleman (1995), keberhasilan seseorang sebesar 80%
dipengaruhi oleh kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan
spiritual, sementara hanya 20% keberhasilan seseorang dipengaruhi oleh kecerdasan
kognitifnya. Apabila hasil penelitian ini berlaku general, maka sungguh
sangat memprihatinkan masa depan mahasiswa yang hanya cerdas secara kognitif di
wilayah hard skills.
Untuk itu, mahasiswa harus “memaksakan” diri
menambah kecerdasan dan pengalaman di wilayah soft skills bila ia ingin
menciptakan masa depannya yang lebih baik. Perlu diketahui bahwa wilayah soft
skills ini sedikitnya meliputi tiga jenis kemampuan yakni interpersonal
skills, intrapersonal skills dan ektrapersonal skills. Interpersonal
skills merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam berkomunikasi atau
membangun hubungan dengan orang lain. Sedangkan yang dimaksud intrapersonal
skills adalah kemampuan seseorang dalam mengatur dan mengendalikan diri
sendiri. Sementara ekstrapersonal skills adalah kemampuan seseorang
dalam menambah, memupuk dan menjaga keimanan, serta kemampuan untuk mendekatkan
dirinya kepada Allah SWT. Tiga kemampuan ini umumnya bisa didapatkan mahasiswa
di luar perkuliahan rutin, dan salah satu wadahnya bernama organisasi.
Mahasiswa yang aktif kuliah dan aktif berorganisasi
tentu memiliki banyak kemampuan (multi inteligensi) bila dibanding mahasiswa
yang hanya fokus kuliah saja. Urgensitas berorganisasi atau soft skills
ini pernah ditulis Neff dan Citrin di dalam sebuah bukunya yang berjudul: Lesson
From the Top. Dalam buku tersebut diterangkan bahwa sebanyak 50 orang CEO
dari berbagai perusahaan, dekan, dan rektor di pendidikan tinggi menyebutkan
pentingnya memiliki keterampilan soft skill sebagai syarat
sukses di dunia kerja. Beberapa orang CEO yang mensyaratkan tersebut di
antaranya adalah Jack Welch (General Electric), Bill Gates (Microsoft),
Andy Grove (Intel), dan Michael Dell (Dell).
Berdasarkan pendapat para CEO di atas yang pernah
mengalami dan sudah membuktikan dirinya sukses setelah kuliah, jelas bahwa
wilayah soft skills harus dimiliki mahasiswa. Untuk memperoleh kemampuan
soft skills, mahasiswa harus berorganisasi dan harus aktif di dalam
organisasinya, tidak hanya numpang nama atau sekedar cari untungnya saja.
Organisasi merupakan wadah sekelompok orang yang mempunyai tujuan dan cita-cita
bersama. Lantaran kesatuan tujuan itulah, orang-orang yang berada di dalamnya
akan berusaha keras agar organisasi mereka bisa berkembang, berkualitas dan
mempercepat terwujudnya cita-cita mereka. Tak heran, orang yang aktif dalam
satu organisasi memiliki rasa persahabatan yang erat, mudah tolong-menolong,
mempunyai rasa fanatis dan primordialisme yang tinggi, bahkan ada yang siap
nyawa demi membela organisasi.
Dalam dunia mahasiswa, organisasi mestinya tidak
masuk dalam wilayah ekstrimis seperti itu, sebab bisa menghilangkan manfaat
besar dari berorganisasi atau bahkan bisa menggagalkan cita-cita utama kuliah
di perguruan tinggi. Hal terpenting yang harus diingat, organisasi bagi
mahasiswa lebih ditekankan pada aspek manfaatnya, bahwa dengan berorganisasi
mahasiswa bisa mengembangkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi,
bersosialisasi, kerjasama, toleransi, tolong-menolong, mengasah daya kritis,
hingga kemampuan untuk membangun jaringan atau network. Tak kalah
pentingnya, melalui organisasi, mahasiswa bisa mengatur diri, mengatur waktu,
hingga kemampuan untuk lebih mendekatkan diri dan sahabatnya kepada Allah SWT.
Bila manfaat-manfaat ini bisa diperoleh dengan maksimal, berarti mahasiswa
telah benar berorganisasi.
Lalu bagaimana caranya supaya kuliah tetap prioritas
dan organisasi tetap aktif, atau istilah kerennya “Kuliah Diutamakan dan Organisasi
Dinomorsatukan”? Apakah bisa? Jawabnya jelas bisa, sebab sudah banyak orang
atau CEO yang telah terbukti berhasil melakukannya. Kuncinya ada pada diri kita
sendiri, MAU atau TIDAK kita melakukannya, sebab filosofi dan teorinya ada:
Setiap ada KEMAUAN, selalu ADA JALANNYA. Lalu mana yang diutamakan dan apa pula
yang harus dinomorsatukan? Ingat, utama dan nomor satu sama-sama menjadi
prioritas, tapi yang utama harus lebih dahulu dari yang nomor satu. Kira-kira
contohnya seperti ini: Dalam waktu bersamaan, Anda mendapatkan tugas untuk
presentasi makalah, sementara di organisasi Anda harus memimpin rapat. Maka
solusinya, Anda harus presentasi makalah terlebih dahulu, setelah itu baru
memimpin rapat. Bukankah waktu presentasi sudah terjadwal dan sangat berkaitan
dengan kebijakan dosen, sementara waktu rapat bisa diundur, karena Anda sebagai
Decision Maker-nya. Inti dari contoh tersebut adalah kemampuan untuk
mengatur waktu antara kuliah dan organisasi.
Meskipun contoh di atas terasa sederhana, setidaknya
bisa memberikan sedikit gambaran mana yang utama dan mana yang nomorsatu.
Berikut ini akan saya berikan tips bagaimana hard skills dan soft
skills sama-sama bisa diraih saat kuliah, dan tentu tips ini merupakan
bagian dari pengalaman pribadi saya saat mengenyam pendidikan di Perguruan
Tinggi. Adapun tips-tipsnya, antara lain:
- Jangan pernah menunda tugas
kuliah
- Bila ada pilihan, selalu minta
presentasi makalah di awal kuliah
- Rencanakan kuliah dan waktu
kegiatan organisasi agar tidak bentrokan
- Manfaatkan waktu luang untuk
mencari bahan kuliah dan membacanya
- Catat semua penjelasan dosen
yang dianggap penting
- Wajibkan diri untuk berbicara
di setiap perkuliahan
Apabila tips-tips di atas bisa dilakukan secara
maksimal, saya yakin Anda selaku mahasiswa bisa memperoleh dua kemampuan
sekaligus yakni kemampuan di wilayah hard skills dan kemampuan di
wilayah soft skills. Jika dua kemampuan tersebut Anda miliki, saya yakin
Anda akan menjadi orang sukses saat kuliah, dan lebih sukses lagi setelah
kuliah. Jangan Lupakan Saya Ketika Anda Sudah Sukses! Semoga bermanfaat,
âmîn.
[1]Materi ini
disampaikan dalam Forum Diskusi Fakultas Tarbiyah (FAKTA) yang diselenggarakan
oleh BEM Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin
Sambas, 23-11-2016.
[2]Penulis adalah
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan & Alumni Institut Agama Islam Sultan
Muhammad Syafiuddin Sambas. Selain itu juga menjabat sebagai Ketua Komite MAN
Sambas, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Yayasan TQN Khathibiyah Sambas, Pembina
PKC PMII Kalimantan Barat, Pengurus LPTQ Kabupaten Sambas, Pengurus MABM
Kabupaten Sambas, dsb.
No comments:
Post a Comment