Tidak berlebihan jika Islam dikatakan agama yang sempurna, agama yang memberikan kemaslahatan bagi semesta. Jika ingin dihitung dari sisi mana saja kesempurnaan itu ingin dilihat, sepertinya tidak ada celah yang dapat memperlihatkan ketidaksempurnaan Islam sebagai sebuah agama Samawi. Hanya saja sayangnya, umat Islam berlebihan memuja-muji kesempurnaan tersebut sehingga seringkali lupa untuk menyempurnakan dirinya sebagai seorang muslim.
Lihat saja pada saat Dzulhijjah datang, momentum qurban seringkali hanya dimaknai secara tekstual dan dijadikan rutinitas ritual belaka. Orang selalu berlomba-lomba menghitung berapa banyak hewan yang akan diqurbankan, berapa kilo daging yang akan disedekahkan, bahkan ada yang berusaha untuk menghitung “berapa bulu kambing” yang ia dapatkan (karena satu bulu satu kebajikan)… judulnya selalu saja menghitung imbalan yang akan ia peroleh dari Tuhan dan pujian dari rekanan. Bahkan yang lebih dahsyat lagi, hewan qurban dijadikan sebagai mediasi untuk mendapatkan simpatisan agar di pemilu nanti dia bisa memperoleh kemenangan… (hadeeeh, capek dech…). Tapi mau digimanain lagi, begitulah potret sebagian dari keberagamaan umat saat ini, beragama masih sangat simbolis, beragama masih sangat tektualis.
Padahal, jika ditelusuri lebih mendalam, ibadah kurban itu tidak hanya sekedar simbolis, apalagi tektualis… Secara bahasa, kurban itu berarti dekat yang berasal dari kata Qaraba – Yaqrabu – Qurbanan. Jika arti dasar itu dijabarkan, maka tersimpullah sebuah pengertian bahwa qurban adalah sebuah pemberian (pengorbanan) sebagai wujud dari ketaatan dan tujuan utamanya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dari pengertian ini, ada tiga esensi makna qurban sesungguhnya, yaitu: memberi (give), taat (loyal), dan dekat (near). Tiga esensi ini penting untuk diberikan penjelasan buat bekal hidup agar lebih bermakna.
=Memberi=
Ibadah qurban yang dimaknai “memberi” seharusnya tidak finish di tanggal 13 Dzulhijjah saja, tetapi harus terus dihidupkan sepanjang hidup. Orang yang berqurban berarti ia telah melatih diri untuk mensifati Allah sebagai Maha Pemberi sehingga dalam dirinya sudah tertanam sifat suka memberi, suka menolong, dan suka membantu kepada sesama. Belum sempurna ibadah qurban seseorang jika setelah Idul Adha, ia tidak menghiraukan tetangga yang sedang susah, anak yatim atau fakir miskin yang kelaparan, pembangunan masjid yang terbengkalai, sekolah yang ambruk, jalan yang rusak, sungai yang kotor, dan sebagainya. Mengapa dikatakan tidak sempurna? Karena qurban yang ia lakukan masih sekedar “mencari muka” pada momentum ibadah yang diistimewakan Allah SWT serta ingin mendapatkan keuntungan “politis” di balik ibadah yang ia kerjakan, naudzubillahi min dzalik!!!
=Taat=
Ibadah qurban juga bermakna melatih ketaatan, taat dalam konteks ketaatan kepada Allah dan ketaatan sosial. Taat kepada Allah berarti taat menjalankan segala apa yang diperintah Allah dan taat untuk menjauhi segala apa yang dilarang-Nya. Sementara taat sosial bisa dimaknai taat akan segala aturan main dalam hidup di masyarakat. Jika ia seorang pejabat, maka ia harus taat terhadap aturan-aturan jabatannya. Jika ia seorang rakyat, maka ia harus taat terhadap aturan-aturan negaranya. Pejabat yang taat adalah pejabat yang tidak korupsi, kolusi, dan nepotisme terhadap amanah dalam jabatannya. Sementara rakyat yang taat adalah mereka yang mentaati peraturan yang berlaku, seperti tidak ngebut-ngebutan, memasang helm, memiliki SIM, membayar pajak, membayar tagihan listrik dan sebagainya. Jika ketaatan ini tidak hanya terhenti di tanggal 13 Dzulhijjah, kita sangat yakin Negara Indonesia ini akan makmur dan maju seperti yang menjadi harapan kita semua.
=Dekat=
Kedekatan menunjukkan keakraban, kedekatan juga menunjukkan keharmonisan. Jika kita dekat dengan Allah, pastilah kita telah menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Jika kita sudah dekat dengan Allah, maka hijab-hijab ghaib akan tersibak dan tentunya kita akan menjadi aulia Allah, para pewaris Nabi, dan menjadi penjaga benteng kebenaran di muka bumi ini. Begitu pula jika kita sudah dekat dengan sesama, tentu tiada dusta di antara kita, kehidupan akan harmonis, komunikasi lancar, bahkan yang terpenting dari itu semua, kita bisa mengimplementasikan watawa-showbis-haq danwatawa-showbis-shobr.
Indah bukan jika makna qurban ini diimplementasikan secara kontekstual?
Selamat ‘Idul Qurban, semoga kita mampu memotong sifat kebinatangan untuk menjadi insan kamil sesuai teladan baginda Rasulullah Muhammad SAW, amien….
No comments:
Post a Comment