Meskipun
dikatakan bahwa kata sufi atau tasawauf tidak terdapat dalam Al-Qur’an maupun
Al-Hadits, namun bila kita mencari dan menyelidikinya secara saksama pada
ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits-hadits Rasulullah SAW, banyak sekali didapati
dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits yang berfungsi sebagai sumber tashawwuf.
Dengan singkat kata, sumber pokok tashawwuf dalam Islam adalah dari pangkal
ajaran Islam itu sendiri. Meskipun ada juga sebagian ahli yang mengatakan bahwa
tashawwuf Islam itu lahir karena adanya pengaruh dari luar Islam.
Untuk
memperjelas dan memperkuat bahwa tashawwuf dalam Islam tumbuh dan berkembang
dari sumber pokok ajaran Islam sendiri, maka terlebih dahulu perlu dikemukakan
teori-teori tentang asal usul timbulnya tashawwuf dalam Islam yang berbeda-beda
itu, antara lain:
Unsur Islam
Secara umum
ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriyah atau jasadiyah, dan
kehidupan yang bersifat batiniyah. Pada unsur kehidupan yang bersifat batiniyah
itulah kemudian lahir tashawwuf. Unsur kehidupan tashawwuf ini mendapat
perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan
As-Sunnah serta praktek kehidupan Nabi dan sahabatnya.
Unsur Masehi
Orang-orang Arab
sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa dan ibadah.
Atas dasar ini, tidaklah mengherankan jika Von Kromyer berpendapat bahwa
tashawwuf adalah buah dari unsur Agama Nasrani yang terdapat pada zaman
jahiliyah. Hal ini diperkuat oleh Goldziher yang menyatakan bahwa sikap fakir
(miskin) dalam Islam merupakan cabang dari Agama Nasrani. Unsur-unsur tashawwuf
itu yang diduga telah mempengaruhi tashawwuf Islam adalah sikap fakir. Menurut
keyakinan Nasrani bahwa Isa bin Maryam ialah seorang fakir, dan Injil juga
disampaikan kepada orang fakir.
Unsur Yunani
Kebudayaan
Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia dimana perkembangannya dimulai
pada akhir daulah Umayah dan puncaknya pada daulah Abbasiyah, metode berfikir
filsafat Yunani ini juga telah ikut memengaruhi pola berfikir sebagian umat
Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Pada bagian awal dari perkembangan
tashawwuf ini masih berupa amaliyah atau akhlak yang dipengaruhi filsafat
Yunani sehingga uraian-uraian tentang tashawwuf itupun telah berubah menjadi tashawwuf
filsafat. Apabila diperhatikan, memang cara kerja filsafat selalu diukur
menurut akal pikiran. Tetapi dengan munculnya filsafat yang beraliran Neo
Platonis, diyakini bahwa hakikat tertinggi hanya bisa dicapai oleh sesuatu yang
diletakkan Allah pada hati setiap manusia setelah manusia tersebut mau
membersihkan dirinya dari pengaruh materi. Ungkapan Neo Platonis: Kenalilah
diri mu dengan diri mu. Ungkapan tersebut disadur oleh para sufi dengan
kalimat: Siapa yang mengenal dirinya, maka sungguh dia mengenal Tuhannya.
Unsur Hindu/Budha
Antara
tashawwuf dan sistem kepercayaan Agama Hindu bisa dilihat adanya hubungan
seperti sikap fakir. Al-Birawi telah mencatat bahwa ada persamaan antara cara
ibadah serta mujahadah tashawwuf dengan Hindu, kemudian paham reinkarnasi
(perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain), cara pelepasan diri dari
dunia versi Hindu/Budha dengan persatuan diri melalui jalan mengingat Allah
SWT. Salah satu maqamat sufiyah al-fana ini tampaknya ada persamaan
dengan ajaran mengenai Nirwana di dalam agama Hindu. Menurut Qomar Kailani,
pendapat-pendapat ini terlalu ekstrim karena jika diterima bahwa ajaran
tashawwuf itu berasal dari Hindu/ Budha, berarti di zaman Nabi Muhammad SAW
telah berkembang ajaran Hindu atau Budha itu ke Makkah, pada hal sepanjang
sejarah belum ada kesimpulan seperti itu.
Unsur Persia
Sebenarnya
antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan sejak lama yaitu hubungan di
bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan, dan sastra. Tetapi belum
ditemukan dalil kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk
ke tanah Arab. Jelasnya bahwa kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia itu
terjadi melalui ahli-ahli tashawwuf di dunia. Sebenarnya antara Arab dan Persia
itu sudah ada hubungan sejak lama yaitu hubungan di bidang politik, pemikiran,
kemasyarakatan, dan sastra. Akan tetapi belum ditemukan dalil yang kuat
yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk ke Arab. Jadi,
kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia terjadi melalui ahli tashawwuf di
dunia ini.
Dari semua
uraian ini, dapatlah disimpulkan bahwa sebenarnya tashawwuf itu bersumber dari
ajaran Islam itu sendiri, mengingat yang dipraktekan Nabi dan para Sahabat
itulah yang nantinya menjadi suriteladan bagi para sufi. Di antara ayat
Al-Qur’an maupun hadits-hadits Rasulullah yang menjadi dasar ajaran tashawwuf
antara lain sebagai berikut:
QS. Ali Imran Ayat 31:
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa-mu. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.
QS. Al-Ahzab Ayat 41-42:
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut
nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepadaNya di waktu
pagi dan petang”.
QS. Al-Baqarah Ayat 186:
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepada mu tentang Aku,
maka (jawablah) bahwasanya Aku ini adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu, maka hendaknyalah mereka itu
memenuhi (segala perintahKu) dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka
selalu berada dalam kebenaran”.
QS. Al-Baqarah Ayat 115:
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun
kamu menghadap, disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
QS. Qaf Ayat 16:
“Dan sesungguhnya kami yang telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya”.
QS. Al-Anfal Ayat 17:
“Maka (yang sebenarnya) bukanlah kamu yang membunuh
mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang
melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat
demikian itu untuk membinasakan mereka) dan untuk memberikan kemenangan kepada
orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
QS. Al-Fath Ayat 10:
“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu,
sesungguhnya mereka berjanji setia pada Allah, tangan Allah di atas tangan
mereka, maka barang siapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar
janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada
Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar”.
Hadits Riwayat Muslim:
“Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Pada suatu hari
Rasulullah SAW muncul di antara kaum Muslimin. Lalu datang seorang laki-laki
dan bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Iman itu? Rasulullah SAW menjawab:
Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, pertemuan
denganNya, rasul-rasulNya dan kepada hari berbangkit. Orang itu bertanya lagi:
Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? Rasulullah SAW menjawab: Islam adalah
engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukanNya dengan apa pun,
mendirikan shalat fardlu, menunaikan zakat wajib dan berpuasa di bulan Ramadan.
Orang itu kembali bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Ihsan itu? Rasulullah SAW
menjawab: Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya, dan jika
engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Dia selalu melihatmu. Orang itu
bertanya lagi: Wahai Rasulullah, kapankah hari kiamat itu? Rasulullah SAW
menjawab: Orang yang ditanya mengenai masalah ini tidak lebih tahu dari orang
yang bertanya. Tetapi akan aku ceritakan tanda-tandanya; Apabila budak perempuan
melahirkan anak tuannya, maka itulah satu di antara tandanya. Apabila orang
yang miskin papa menjadi pemimpin manusia, maka itu termasuk di antara
tandanya. Apabila para penggembala domba saling bermegah-megahan dengan gedung.
Itulah sebagian dari tanda-tandanya yang lima, yang hanya diketahui oleh Allah.
Kemudian Rasulullah SAW membaca firman Allah Taala: Sesungguhnya Allah, hanya
pada sisiNya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah yang
menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang
pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan
tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Kemudian orang itu berlalu, maka
Rasulullah SAW bersabda: Panggillah ia kembali! Para sahabat beranjak hen-dak
memanggilnya, tetapi mereka tidak melihat seorang pun. Rasulullah SAW bersabda:
Ia adalah Jibril, dia datang untuk mengajarkan manusia masalah agama mereka”.
Hadits Riwayat Muslim:
“Dari Abu Hurairah ra. Beliau berkata: “Rasulullah SAW bersabda:
“Berfirman Allah Maha Mulia dan Maha Agung: “Aku adalah menurut sangka hambaKu
pada diriKu dan Aku bersertanya dikala ia menyebut asmaKu. Apabila ia menyebutKu
pada dirinya secara sirri, maka Akupun akan menyebutnya dengan pahala dan
rahmat secara rahasia. Andai kata ia menyebutKu pada suatu perkumpulan, maka
akupun akan menyebutnya pada suatu perkumpulan, yang lebih baik. Dan andaikata
ia mendekat padaKu dengan sejengkal, maka Aku akan mendekat dengannya satu elo
(satu siku sampai ujung jari) selanjutnya bila ia mendekat padaKu satu elo,
maka Aku dekat ia sehasta. Dan jika ia datang kepadaKu dengan berjalan, maka
Aku akan datang padamu dengan cepat-cepat”.
Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim:
“Sembahlah Allah seolah-olah engkau melihatNya, maka apabila engkau tidak
bisa melihatNya, maka ia pasti melihatmu.
------------------------------------------
Penulis: Jayadi M. Zaini, MA
Posting: Adnan Mahdi
No comments:
Post a Comment