Slider

Recent Tube

Berita

Ilmiah

Opini

Fiksi

TQN

Buku

» » Perempuan Aktivis yang Dirindukan Surga


Dalam Islam, Rasulullah SAW merupakan panutan atau teladan yang tak bisa diragukan oleh semua orang, sehingga Beliau menempati urutan pertama tokoh terbaik di dunia. Sejak dari dalam kandungan hingga wafatnya, selalu memberikan pengajaran dan teladan kepada umat manusia. Keteladanan yang dicontohkan Rasulullah, juga dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul sebelumnya sesuai dengan kekhasan mereka masing-masing. Manusia pilihan Allah sekaligus teladan ummat manusia tersebut umumnya adalah laki-laki, sehingga menyisakan pertanyaan bagi umat manusia, khususnya kaum perempuan, siapa gerangan yang bisa dijadikan teladan buat mereka?
Rasulullah SAW pernah bersabda: “Yang sempurna dari kaum lelaki sangatlah banyak, tetapi yang sempurna dari kaum perempuan hanyalah Maryam binti Imran, Asiyah binti muzahim, Khadijah binti Khuwailid dan Fatimah binti Muhammad. Sedangkan keutamaan Aisyah atas seluruh wanita adalah seperti keutamaan tsarid (roti yang diremukkan dan direndam dalam kuah) atas segala makanan yang ada” (HR. Bukhari).
“Cukuplah wanita-wanita ini sebagai panutan kalian, yaitu Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad dan Asiyah binti Muzahim, isteri Fir’aun” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
“Sebaik-baik wanita penduduk surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad dan Asiyah isteri Fir’aun” (HR. Ahmad).
Berdasarkan penjelasan Rasulullah SAW di atas, jelaslah ada empat sosok perempuan yang bisa dijadikan panutan atau teladan oleh kaum perempuan masa kini. Empat perempuan tersebut tidak hanya memiliki akhlak yang mulia, tetapi mereka juga aktivis yang sangat diperhitungkan keberanian dan pengorbanannya oleh kaum lelaki.
>> Asiyah binti Muzahim
Asiyah binti Muzahim adalah isteri manusia yang mengaku dirinya sebagai Tuhan, yakni Fir’aun. Asiyah sangat dikenal dan terkenal di kalangan masyarakat Mesir, beliau adalah sosok perempuan yang sangat sayang terhadap anak kecil, termasuk menaruh perhatian mendalam bagi masyarakat miskin. Tak heran ketika Asiyah melihat bayi Musa As yang mengapung di sungai Nil, secara spontan dia mengambilnya dan langsung memohon kepada Fir’aun untuk tidak membunuhnya, dan malah menyarankan Fir’aun untuk mengambilnya sebagai anak angkat. Permohonan dan saran yang diutarakan Asiyah kepada Fir’aun jelas membutuhkan keberanian dan resiko kematian, karena pada waktu yang bersamaan, Fir’aun sedang gencar-gencarnya memburu bayi laki-laki untuk dibunuh, karena menurut ramalan, kekuasaannya akan dihancurkan oleh anak laki-laki yang lahir pada saat itu.
“Dan berkatalah isteri Fir’aun: “(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak”, sedang mereka tiada menyadari” (QS. Al-Qashash: 9).
Permohonan dan saran Asiyah akhirnya diterima oleh Fir’aun. Bisa dibayangkan bila Fir’aun menolak dan murka pada saat itu, jelas nyawa Asiyah bisa menjadi taruhannya.
Setelah berhasil menyelamatkan Musa yang kelak menjadi Nabi dan Rasul, ternyata Asiyah terus melanjutkan aktivitas dan misi berbahaya lainnya, di antaranya adalah memberi makan dan harta untuk masyarakat miskin dari gudang simpanan harta Fir’aun. Setelah sekian lama aktivitas tersebut dilakukan Asiyah, akhirnya ia ketahuan oleh Fir’aun. Akhirnya, Fir’aun mengumpulkan dan memerintahkan bala tentaranya untuk menangkap dan menggantung Asiyah. Sungguh dahsyat siksaan yang dialami Asiyah binti Muzahim, ia diikat di tiang salib di bawah terik panasnya matahari. Melihat beratnya siksaan bagi seorang aktivis pejuang agama tauhid, hingga Allah “membocorkan” rahasia-Nya dengan memperlihatkan istana surga yang sudah dipersiapkan untuk Asiyah.
“Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mudalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim” (QS. At-Tahrim: 11).
Sungguh besar pelajaran yang bisa dipetik oleh kaum perempuan aktivis saat ini dari sekelumit kisah Asiyah binti Muzahim, bahwa sejatinya untuk menjadi seorang aktivis, jangan pernah meninggalkan kodratnya sebagai seorang isteri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya. Sesibuk apapun aktivitas yang ia lakukan, tak dibenarkan baginya untuk melepas tanggung jawab sebagai seorang isteri sekaligus ibu, meskipun suami mereka termasuk orang yang zalim seperti Fir’aun. Kendati tugas sebagai isteri dan ibu dilaksanakan, seorang aktivis perempuan tak boleh mengabaikan kehidupan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Untuk memerankan hidup seperti Asiyah binti Muzahim memang tidak mudah, diperlukan kesabaran dan keberanian dalam menjalaninya, tapi bukan berarti tidak mungkin, sangat tergantung pada seberapa besar keyakinan dan kecintaannya kepada Allah SWT. Untuk memiliki keyakinan yang besar kepada Allah, tentu harus mengalokasikan waktu yang banyak untuk selalu bersama-Nya. Artinya, perempuan aktivis yang tangguh adalah mereka yang selalu dekat dengan Allah dan tak melepaskan tanggung jawabnya sebagai isteri, ibu, sekaligus bagian dari masyarakat.
>> Maryam binti Imran
Maryam binti Imran adalah sosok perempuan aktivis kedua yang dirindukan surga lantaran kemuliaan akhlaknya. Ia terlahir dari orang tua Imran dan Hanna yang sangat terkenal kesalehan dan kemuliannya. Kemuliaan Maryam semakin berlipat ganda tatkala ia diasuh dan dibesarkan oleh pamannya yang bernama Nabi Zakariya, dan ditempatkan secara khusus di mihrab Baitul Maqdis.
“Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu)” (QS. Al-Imran: 42).
Maryam binti Imran ketika usia anak-anak, sudah ditugaskan untuk membersihkan tempat-tempat tertentu di Baitul Maqdis. Tanpa pamrih dan mengharap imbalan, ia bekerja sekuat tenaga membersihkan Baitul Maqdis. Sambil bekerja melaksanakan tugasnya, ia sering “mencuri” ilmu yang diajarkan oleh para Rahib kepada murid-muridnya. Lantaran kebersihan hati dan kecerdasan yang ia miliki, Maryam mendapatkan pengajaran secara tak langsung dan menguasai setiap pelajaran yang disampaikan oleh para Rahib. Ilmu yang ia miliki menjadi senjata dan syarat mutlak untuk menjadi perempuan aktivis.
Selain itu, ia sangat peduli dengan orang-orang miskin yang memerlukan makanan di samping dinding peratapan. Tak jarang ia membantu orang-orang miskin yang sakit di sekitar Baitul Maqdis. Lantaran perhatian yang besar terhadap orang miskin dan selalu berharap akan keridhaan Allah, tak jarang jatah makanannya diberikan kepada orang-orang yang kelaparan, padahal dia sendiri sangat memerlukan. Kepeduliannya terhadap orang miskin ini yang menyebabkan ia melakukan puasa khusus, yaitu dua hari berpuasa dan satu hari berbuka.
Ketika Maryam berusia 13 tahun menurut Ali Awudh Uwaidhah, ia diuji oleh Allah dengan melahirkan seorang bayi tanpa ayah yang bernama Isa binti Maryam.
“Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-kitabNya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat.” (QS. At-Tahrim: 12)
Kejadian di luar kebiasaan perempuan normal ini membuatnya menjadi sasaran caci-maki dan fitnah dari orang-orang di sekitarnya. Namun, berdasarkan latihan kesabaran yang selalu dilakukan ketika membersihak Baitul Maqdis dan membantu orang-orang miskin, Maryam berhasil melewatinya semua dan pada akhirnya ia hijrah ke Mesir dan menetap selama 12 tahun. Ketika berada di Mesir, ia menjadi buruh tani gandum untuk membesarkan anaknya Isa binti Maryam. Ketika Isa diangkat menjadi Nabi dan Rasul, Maryam selalu mendampingi dan berjuang bersama anaknya untuk menegakkan Agama Tauhid.
Berdasarkan sekelumit kisah Maryam binti Imran di atas, dapat dipetik pelajaran untuk perempuan aktivis yang dirindukan surga, di antaranya adalah: Memiliki akhlak yang mulia termasuk menjaga aurat dan kehormatannya, harus memiliki ilmu, selalu mendekatkan diri kepada Allah, dan sabar dalam menghadapi berbagai ujian dan tantangan dalam menegakkan agama Allah.
>> Khadijah binti Khuwailid
Khadijah adalah perempuan mulia isteri pertama Rasulullah SAW. Meskipun beliau seorang janda, tapi gelar yang disematkan padanya adalah At-Thohirah atau perempuan yang suci, yaitu kesucian pada akhlaknya. Gambaran sosok Khadijah sebenarnya cukup simpel, Khadijah adalah teladan sejati para isteri dalam rangka ketaatannya pada suami. Ia adalah wanita pertama yang mempercayai Islam dan mendukung dakwah Rasulullah SAW dengan seluruh jiwa raga dan harta bendanya.
“Demi Allah, sesungguhnya Allah selamanya tidak akan pernah menghinakanmu. Demi Allah sungguh engkau telah menyambung tali silaturahim, jujur dalam berkata, membantu orang yang tidak bisa mandiri, engkau menolong orang miskin, memuliakan (menjamu) tamu, dan menolong orang-orang yang terkena musibah” (HR Al-Bukhari I/4 no 3 dan Muslim I/139 no 160).
Support terbaik Khadijah kepada Rasulullah adalah menyerahkan harta kekayaannya untuk mendukung dan memaksimalkan dakwah Islam. Ia rela dan ikhlas menemani Rasulullah selama 3 tahun dalam embargo ekonomi dan sosial yang dilakukan kaum kafir Quraisy, hingga Bani Hasyim harus makan rumput kasar padang pasir.
“Dia (Khadijah) beriman kepadaku di saat orang-orang mengingkari. Ia membenarkanku di saat orang mendustakan. Dan ia membantuku dengan hartanya ketika orang-orang tiada mau” (HR. Ahmad).
Jangan tanya tentang kemandirian yang ada pada diri Khadijah. Dialah salah satu saudagar Mekah yang sukses, sebuah pelajaran penting bagi kaum hawa untuk menjadi pribadi yang mandiri dan profesional. Rumah tangga yang dibangun bersama Rasulullah termasuk rumah tangga yang santun dan dewasa karena dalam perjalanannya tidak pernah sekalipun mereka beradu kata-kata kasar, apalagi hujatan. Bahkan Khadijah tidak pernah cemberut sekalipun di hadapan Rasulullah SAW.
Banyak lagi pelajaran-pelajaran dari Khadijah yang tak diungkap dalam tulisan ini. Meskipun kisahnya sekelumit ini, dapat dipetik beberapa pelajaran untuk perempuan aktivis masa kini agar mereka dirindukan surga, antara lain: Selalu menjaga kehormatan dan mempercantik akhlak; berbakti kepada suami dengan ikhlas dan sepenuh jiwa, raga dan harta; menjalankan amanah dalam rumah tangga secara baik; dan selalu menjaga “muka manis” di depan suami. Pelajaran ini sepertinya tidak menunjuk pada perempuan aktivis secara langsung di lapangan, namun harus disadari bahwa menjadi perempuan aktivitas tidak hanya secara langsung, sebab apa yang dilakukan oleh Khadijah binti Khuwailid ini adalah bentuk perempuan aktivis secara tidak langsung. Kurang tampak dipermukaan, namun sangat dahsyat menjadi support dan motivator dari belakang.
>> Fatimah binti Muhammad
Fatimah adalah putri Nabi Muhammad sekaligus isteri dari Ali bin Abi Thalib. Wanita yang tetap kuat menjalani hidupnya yang sangat sederhana. Meskipun ia anak seorang Nabi, akan tetapi tidak pernah dirinya menuntut kemewahan dan kemudahan hidup kepada ayahnya. Selama hidupnya, Fatimah tidak pernah menangis kecuali pada satu peristiwa yang sangat menyedihkan, yaitu ketika ayahnya hendak pergi ke pangkuan Allah azza wa jalla. Mendengar kabar ayahnya akan pergi meninggalkan dunia, Fatimah sangat sedih, tapi seketika setelah ayahnya berkata bahwa ia adalah orang pertama yang akan menyusulnya, maka tersenyumlah ia. Fatimah adalah gambaran yang sangat mirip dengan sosok Rasulullah SAW.
“Saya tidak melihat seorang pun yang cara berjalan, tingkah laku, pembicaraan, dan saat berdiri juga duduknya yang sangat mirip dengan Rasulullah selain Fatimah” (HR Tirmidzi)
Dari ketiga nama sebelumnya, mungkin Fatimah adalah contoh terbaik bagi perempuan yang menginjak masa dewasa. Fatimah kecil adalah saksi pembangkangan kafir Quraisy terhadap apa yang dibawa oleh ayahnya. Ialah yang kemudian membersihkan pakaian rasul saat kotoran dilemparkan padanya. Ia pula yang kemudian dengan lantang berorasi di depan kaum kafir yang menyakiti baginda Rasul. Sungguh perempuan yang sangat pemberani. Setidaknya ‘kecerewetan’ seorang perempuan di tempatkan proporsional olehnya.
Fatimah juga mendapatkan tempa ujian yang dahsyat. Dari kecil, dia membersamai orang tuanya dalam embargo, membuatnya kehilangan masa kecil yang seharusnya nyaman dan mengasyikkan. Saat usianya belasan, ia harus rela untuk ditinggalkan sang ibu dan saudari-saudarinya yang lain satu per satu. Bayangkan betapa beratnya ditinggal ibu dan saudari-saudari tercinta dalam kurun waktu yang tidak telalu lama. Namun, bukan Fatimah namanya jika tidak tegar menghadapi ujian. Bahkan kemudian ia yang mengurusi setiap kebutuhan dari ayahandanya. Benar-benar contoh bakti yang luar biasa, itulah sebabnya ia terkenal dengan sebutan Ummu Abiha (anak yang menjadi seperti ibu bagi ayahnya).
Tentu saja, tak lengkap jika membicarakan Fatimah, namun tidak membicarakan kisahnya bersama suaminya, Ali bin abi Thalib. Kisah cinta mereka berdua memang menjadi teladan bagi muda-mudi dalam mengontrol setiap apa yang berkecamuk dalam hatinya. Rasa yang ada di hati Fatimah, tersimpan sangat rapi. Kata cinta, terucapkan hanya ketika ia yang telah mengusik hatinya, Ali bin Abi Thalib, telah menjadi penyempurna separuh agamanya. Hal yang sangat langka untuk kurun waktu sekarang.
Dari kehidupan Fatimah, kita juga mungkin banyak belajar tentang makna kesederhanaan dan penerimaan. Kita tentu paham dengan kehidupan keluarganya yang pas-pasan, menuntutnya untuk lebih banyak berkorban dan bekerja dengan tangannya sendiri. Kehidupan awal-awal rumah tangga untuk pasangan muda. Padahal dia adalah putri kesayangan Rasul, manusia termulia.
Namun, kita tentu bisa lihat, hasil dari apa yang ia lakukan, dari setiap ujian dan dari setiap pengorbanan yang dilakukannya. Allah mengangkat derajatnya dunia akhirat dan melahirkan dari rahimnya anak-anak yang menjadi penerus keturunan Rasulullah. Walaupun, hidupnya tidak lebih dari 30 tahun, namun inspirasi yang diberikan Fatimah sewajarnya terus hidup bagi perempuan- perempuan mukmin setelahnya, termasuk generasi perempuan saat ini.
Dari kisah di atas, kita bisa mengambil banyak sekali persamaan yang ada pada mereka. Ujian yang mereka dapat tentu saja bukan ujian yang remeh remeh, tapi sebanding dengan julukan yang kemudian ada pada mereka, wanita terbaik dunia dan akhirat. Jadi, jangan khawatir bagi mereka yang mendapatkan ujian yang berat, barangkali Allah tengah mengupgrade diri kita, sehingga menjadi pribadi yang lebih berharga di sisi-Nya.
Mereka juga terkenal dengan wanita mutakamil atau wanita yang sempurna. Baik dari sisi lahiriah maupun ruhiyah. Mereka terkenal dengan sebutan jamilatul jamil (cantik dari yang tercantik), itu dari sisi lahir sedangkan dari sisi ruhiyah, mereka terkenal dengan sebutan albatul atau atthohiroh yang berarti suci.
Dari keempat nama tersebut, kita juga bisa melihat karakter atau sifat luar biasa yang seharusnya melekat pada seorang ibu. Asiyah dengan Musa, walau ia hanya anak angkatnya. Maryam dengan Isa. Khadijah dengan anak-anaknya yang cukup banyak, serta Fatimah dengan para pemuda penghulu surganya. Kasih sayang mereka, didikan dan teladan mereka pada anak-anaknya, itulah kunci keberhasilan pengasuhan mereka. Ibu memang sosok luar biasa, kita pasti sepakat dengan kalimat ini.
Dari kisah mereka, kaum wanita seharusnya bisa mengambil pelajaran, bahwa dalam Islam tidak membatasi potensi kebaikan dan kebermanfaatan yang mungkin dilakukan oleh seorang wanita. Apakah itu menjadi engineer, dokter, farmasist, scientist, guru, ahli gizi, plantologist, polwan, entrepreneur, penulis dan profesi lainnya. Namun, tentu saja, tidak boleh melupakan potensi kebaikan dan kebermanfaatan terbesar yang Allah berikan kepada kaum wanita, yaitu menjadi isteri dan menjadi ibu. Isteri yang taat kepada suaminya dan Ibu yang mengandung, melahirkan dan mendidik anaknya dengan didikan rabbani. Suatu hal yang seharusnya diingat oleh mereka yang ramai meneriakkan kesetaraan gender yang ternyata jauh dari nilai-nilai Islam.


*Tulisan ini merupakan pemahaman penulis dan ramuan tulisan dari berbagai sumber.




«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments: