Slider

Recent Tube

Berita

Ilmiah

Opini

Fiksi

TQN

Buku

» » Urgensitas Pendekatan Sistem dalam Pendidikan Islam Indonesia


#Dr. Adnan, M.S.I.
@sudah dipublikasikan dalam jurnal


Abstrak:
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia pada dasarnya disebabkan oleh banyak faktor, dan salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah masih rapuhnya bangunan sistem dalam pendidikan. Sistem pendidikan yang belum berjalan secara baik ternyata berdampak pada rendahnya capaian tujuan pendidikan. Akibatnya, lahirlah anak-anak sebagai hasil dari pendidikan yang buruk moralnya, berperilaku anarkhis, terlibat dalam jaringan prostitusi, narkoba, kenakalan remaja, pergaulan bebas, dan sederet tindakan amoral dan imoral lainnya. Untuk menghentikan hasil pendidikan yang berkualitas tersebut, perlu dilakukan revolusi pendidikan seperti yang telah dilaksanakan oleh Finlandia. Prinsip-prinsip pendidikan yang dilakukan oleh Finlandia sejatinya sudah terdapat di dalam prinsip pendidikan Islam. Karena itu, agar pendidikan nasional bisa berkualitas dan menghasilkan manusia-manusia yang berperilaku baik, maka prinsip-prinsip pendidikan Islam menjadi salah satu tawaran penting untuk dijadikan sebagai dasar pijakan dalam sistem pendidikan nasional.

Keyword: Pendekatan, Sistem, Pendidikan Islam

Pendahuluan
Nilai raport penyelenggaraan pendidikan di Indonesia hingga saat ini masih sangat memprihatinkan. Meskipun masih ada negara-negara yang berada di bawah kualitas pendidikan Indonesia, namun posisi itu hanya bersifat sementara. Bisa jadi suatu saat nanti, manakala tidak ada upaya sungguh-sungguh untuk membenahinya, posisi kualitas pendidikan Indonesia akan melorot pada level yang paling bawah dari negara-negara lain di dunia. Deskripsi nyata mengenai rendahnya kualitas pendidikan Indonesia bisa didasarkan pada laporan yang dikeluarkan UNESCO Education For All Global Monitoring Report tahun 2012, dimana Indonesia berada di peringkat 64 dari 120 negara di seluruh dunia. Sedangkan berdasarkan Indeks Perkembangan Pendidikan (Education Development Index, EDI), Indonesia berada di peringkat 69 dari 127 negara pada tahun 2011.

Terlepas dari tingkat validitas dan reliabilitas data di atas, jelas informasi tersebut sangat-sangat bermanfaat bagi Bangsa Indonesia untuk menelaah kembali penyelenggaraan pendidikan yang sudah berlangsung selama ini. Salah satu aspek yang akan ditelaah dalam artikel ini adalah pendekatan sistem dalam pendidikan di Indonesia, termasuk pendidikan Islam yang included di dalamnya.

Sistem dalam Pendidikan Islam
Teori sistemik pada awalnya dikembangkan oleh ilmuwan muslim antara abad ke-8 sampai abad ke-13 M, dimana pada saat itu merupakan masa keemasan sejarah kebudayaan Islam. Ilmuwan muslim yang berjasa pada saat itu di antaranya: Abu Abdillah Mohammad Ibnu Djabir al-Battani, Abu al-Raihani Mohammad Ibnu Ahmad al-Biruni, Abu al-Fatah Umari Ibnu Ibrahim al-Chayyani dan Abu al-Abbas Ahmad al-Farghani.[2]

Daya kreativitas para ilmuwan muslim tersebut pada prinsipnya diilhami oleh informasi-informasi yang ada di dalam al-Qurân. Fenomena gerakan sistemik, seperti mekanisme benda samawi secara makrokosmik dan dalam tubuh manusia sendiri secara mikrokosmik, semua informasi tersebut diungkap dalam al-Qurân. Melalui contoh sistem mekanisme bekerjanya alam semesta dan tubuh manusia, para ilmuwan muslim di bidang pendidikan terinspirasi untuk menciptakan model kehidupan sosial, teknologi mesin, peralatan perangkat lunak (software) dan keras (hardware), bahkan sampai kepada sistem persenjataan modern.[3] Adapun contoh ayat al-Qurân yang berbicara tentang mekanisme bekerjanya alam semesta secara sistemik, antara lain:

Artinya:
38. dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
39. dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah ia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah ia sebagai bentuk tandan yang tua.
40. tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya (QS. Yasîn: 38-40).

Sedangkan ayat yang berbicara mengenai bekerjanya sistem dalam tubuh manusia, terdapat dalam surah al-Mu’minûn ayat 12-14:

Artinya:
12. dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14. kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, kemudian tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.

Dua ayat di atas menunjukkan pada manusia bahwa jagat raya dan makhluk hidup seperti manusia, berkembang melalui sebuah proses yang teratur dalam suatu sistem yang tetap, tertib dan bertahap. Contoh inilah semestinya yang diadopsi dan dimodifikasi dalam sebuah sistem pendidikan Islam, karena dengan sebuah sistem yang kokoh, konsisten, tertib dan bertahap inilah yang akan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di tengah-tengah keterpurukan akhlak dan krisis multidimenasi.

Pengertian Sistem Pendidikan Islam
Sistem berasal dari bahasa Latinsystēma” dan bahasa Yunanisustēma” yaitu suatu kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Menurut para ahli, sistem diartikan secara beragam. Menurut Ludwig Von Bartalanfy, sistem adalah seperangkat unsur atau elemen yang saling terikat dalam suatu antar relasi di antara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan. Anatol Raporot mengartikan sistem sebagai suatu kumpulan dari kesatuan dan perangkat hubungan antara satu sama lain. Sementara L. Ackof mengartikan sistem sebagai satu kesatuan secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung satu sama lain. Adapun Tatang M. Amirin,[4] menjelaskan pengertian sistem sebagai berikut:

ü Sistem merupakan suatu kebulatan keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau utuh.
ü Sistem adalah himpunan komponen yang saling berkaitan dan sama-sama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan.
ü Sistem merupakan sehimpunan komponen atau sub-sub sistem yang terorganisasikan serta berkaitan sesuai rencana untuk mencapai tujuan tertentu.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan sekumpulan unsur atau elemen yang saling terkait, memiliki ketergantungan dan saling memengaruhi dalam mencapai tujuan. Jika simpulan ini dikaitkan dengan pendidikan Islam, maka bisa dirumuskan bahwa sistem pendidikan Islam adalah semua komponen yang berkaitan secara terpadu dalam memberikan jaminan untuk penyelenggaraan pendidikan Islam agar tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai dengan maksimal.

Komponen-komponen Sistem Pendidikan Islam
Satu hal yang harus digarisbawahi bahwa komponen atau unsur-unsur sistem pendidikan Islam memiliki kesamaan dengan unsur-unsur dalam sistem pendidikan pada umumnya. Dalam sistem pendidikan, ada bermacam-macam unsur yang terhimpun, seperti: tujuan, siswa, manajemen, stuktur dan jadual waktu, materi, guru, sarana dan prasarana, media, teknologi, kendali mutu, biaya pendidikan, dan lain sebagainya. Semua unsur tersebut saling terkait dan mendukung antara satu dengan yang lain. Jika sistem di dalam pendidikan bisa diibaratkan seperti komputer, maka setiap komponen yang ada di dalamnya memiliki tugas dan fungsi masing-masing yang saling mendukung, satu saja yang tidak bertugas atau berfungsi (misal hardisk-nya), maka komputer tersebut tidak akan bisa beroperasi dengan baik. Demikian pula dengan pendidikan, jika ada komponennya yang tidak berfungsi dengan baik (sebut saja seperti gurunya), maka pendidikan tersebut tidak akan mampu untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Dari contoh-contoh seperti ini, jelas sekali setiap komponen pendidikan tersebut saling terkait dan mendukung antara satu dengan lainnya.

Menurut Philip. H. Coombs,[5] ada 12 komponen pokok dalam sistem pendidikan, yaitu:

ü Tujuan dan prioritas, fungsinya untuk mengarahkan kegiatan di dalam sistem.
ü Anak didik atau siswa, fungsinya adalah belajar hingga mencapai tujuan pendidikan.
ü Pengelolaan fungsinya adalah merencanakan, mengkoordinasikan, mengarahkan dan menilai sistem.
ü Struktur dan jadwal, yang berfungsi untuk mengatur waktu dan mengelompokkan anak didik berdasarkan tujuan tertentu.
ü Isi (kurikulum), fungsinya sebagai bahan yang harus dipelajari oleh anak didik.
ü Pendidik atau guru, fungsinya menyediakan bahan, menciptakan kodisi belajar dan menyelenggarakan pendidikan.
ü Alat bantu belajar fungsinya untuk memungkinkan proses belajar mengajar agar menarik, lengkap, dan bervariasi,
ü Fasilitas, berfungsi sebagai tempat terselenggaranya pendidikan.
ü Teknologi berfungsi untuk mempermudah/memperlancar pendidikan.
ü Pengawasan mutu, berfungsi membina peraturan-peraturan dan standar pendidikan (peraturan penerimaan anak didik, pemberian nilai ujian, kriteria baku).
ü Penelitian, berfungsi mengembangkan pengetahuan, penampilan sistem dan hasil kerja sistem.
ü Biaya, berfungsi sebagai petunjuk efisiensi sistem

Komponen-komponen pokok di atas memiliki peranan yang cukup menentukan dalam sistem pendidikan. Oleh karena itu, setiap komponen tersebut harus mendapat perhatian yang serius dan harus difungsikan dengan maksimal agar sistem pendidikan dapat berjalan dengan baik. Manakala sistemnya sudah masing-masing berfungsi, maka tujuan akan bisa dicapai dengan maksimal sesuai harapan.

Karakteristik Sistem dalam Pendidikan Islam
Pendidikan Islam sebagai sebuah sistem pada dasarnya memiliki ciri atau karakteristik yang sama dengan pendidikan pada umumnya. Secara umum, sebuah sistem memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu:

ü Setiap sistem memiliki tujuan
ü Setiap sistem memiliki komponen
ü Setiap sistem memiliki fungsi

Secara spesifik, karakteristik sistem terdiri dari hal-hal sebagai berikut:

ü Lingkungan (environment) adalah segala sesuatu yang ada di luar sistem. Lingkungan tersebut ada yang bersifat menunjang dan ada pula yang menghambat jalannya sebuah sistem.
ü Batasan (boundary) merupakan sekat-sekat yang membatasi unsur satu dengan unsur lainnya, mana yang termasuk di dalam dan di luar sistem.
ü Komponen (component) merupakan unsur atau elemen-elemen yang saling berinteraksi dan bekerjasama dalam menjalankan sebuah sistem.
ü Penghubung (interface) merupakan media yang menghubungkan antar subsistem. Penghubung inilah yang memungkinkan koneksi atau mengalirnya suatu energi dari satu subsistem ke subsistem lainnya.
ü Masukan (input) ialah energi yang dimasukkan secara sengaja ke dalam sistem. Masukan dimaksud berupa maintenance input dan sinyal input. Maintenance input ini merupakan energi yang dimasukkan agar sistem dapat beroperasi. Sedangkan sinyal input adalah energi yang diproses untuk diperoleh keluarannya.
ü Keluaran (output) merupakan hasil dari energi yang telah diolah dan dipisahkan menjadi hasil yang diinginkan dan sisanya yang terbuang.
ü Pengolah (process) merupakan bagian dari sebuah sistem yang harus ada, karena melalui pengolahan inilah suatu masukan bisa menghasilkan keluaran. Wujudnya sulit digambarkan, namun ia selalu ada dalam sebuah sistem.
ü Tujuan (goal) merupakan sasaran yang ingin dicapai dari sebuah sistem yang berjalan. Tanpa tujuan, maka sistem yang dijalankan akan menjadi sia-sia belaka.

Berdasarkan karakteristik di atas, tampak sekali bahwa sistem memiliki perangkat-perangkat yang sangat kompleks, antara satu dengan lainnya saling terhubung dan mendukung. Jika karakteristik sistem tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, maka akan diperoleh rinciannya sebagai berikut:

ü Lingkungan (environment) dalam pendidikan tersebut dapat saja berupa lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan sebagainya yang bisa mendukung atau menghambat jalannya sistem pendidikan yang dilaksanakan.
ü Batasan (boundary) dalam sistem pendidikan bisa berupa aturan, waktu pelaksanaan, muatan materi, usia, dan sebagainya.
ü Komponen (component) dalam sistem pendidikan cukup banyak jenis-jenisnya, seperti: kurikulum, guru, siswa, biaya, sarana dan prasarana, serta lain sebagainya.
ü Penghubung (interface) dalam sistem pendidikan berupa kata/bahasa yang digunakan dalam pembelajaran, gerakan tubuh, buku atau kertas, alat belajar dan sebagainya.
ü Masukan (input) dalam sistem pendidikan seperti pengetahuan dan pengalaman belajar yang telah dimiliki siswa, skill yang telah dimiliki guru dan lainnya.
ü Keluaran (output) dalam sistem pendidikan adalah pencapaian hasil belajar yang telah dimiliki siswa.
ü Pengolah (process) dalam sistem pendidikan seperti pemanfaatan waktu, fasilitas, dan tenaga untuk melaksanakan pendidikan.
ü Tujuan (goal) dalam sistem pendidikan adalah target yang akan dicapai dalam penyelenggaraan pendidikan, seperti tujuan pendidikan nasional yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Islam adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, sehat, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Teori Pendekatan Sistem dalam Pendidikan Islam
Pada prinsipnya, segala sesuatu yang ada di bumi ini memiliki sistemnya masing-masing. Artinya, sistem itu diperlukan oleh semua makhluk yang ada di bumi ini. Seorang manusia adalah sebuah sistem. Kehidupan manusia dalam suatu keluarga adalah satu sistem. Mobil, sekolah, organisasi, kampus, pejabat, kerajaan, negara, dunia dan sebagainya memiliki sistemnya masing-masing. Jika sistem tersebut diklasifikasikan, ada beberapa macam teori sistem, yaitu:

ü Berdasarkan wujudnya, sistem dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu: sistem fisik (mobil), sistem konseptual (ilmu), sistem biologi (tubuh manusia), dan sistem sosial (sekolah).
ü Berdasarkan asal usul kejadian, sistem dibedakan 2 jenis, yaitu sistem alamiah (tata surya) dan sistem buatan manusia (pendidikan).
ü Berdasarkan daya gerak di dalamnya, sistem dibedakan menjadi dua jenis yaitu sistem mekanistik/deterministic (sepeda motor) dan sistem organismik/probabilistic (organisasi).
ü Berdasarkan hubungan dengan lingkungan, sistem dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sistem terbuka (sistem yang berinteraksi dan memiliki ketergantungan pada lingkungan atau sistem lain yang ada dalam supra sistem, mengambil input dari lingkungan dan memberikan output pada lingkungannya dan sistem yang tertutup (sistem yang tidak berhubungan dengan lingkungan).[6]

Berdasarkan beberapa sistem di atas, maka pendidikan dikelompokkan dalam sistem terbuka, sebab tidak mungkin pendidikan dapat melaksanakan fungsinya dengan baik jika ia selalu mengisolasi dirinya dengan lingkungan. Faktor yang memengaruhi pendidikan adalah falsafah negara, agama, sosial, kebudayaan, politik, ekonomi, dan demografi. Ketujuh faktor ini merupakan supra sistem dari sistem pendidikan, termasuk pendidikan Islam.[7]

Pendekatan Sistem dan Sistem Terbuka dalam Pendidikan Islam
Pendekatan sistem merupakan cara untuk mengidentifikasi kebutuhan, seleksi masalah, menyusun identifikasi persyaratan solusi masalah, membuat beberapa alternative solusi, mengevaluasi hasil, merevisi persyaratan pada sebagian atau seluruh sistem yang terkait dengan keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan.[8] Pendidikan Islam sebagai sebuah sistem yang terbuka, memerlukan pendekatan sistem dalam pengembangannya. Sebab, dengan sistem terbuka itu, pendidikan akan selalu berusaha untuk meng-update dirinya supaya tetap relevan dan tidak ketinggalan zaman. Resiko dari sistem terbuka ini, pendidikan akan selalu menemui masalah setiap ada perubahan yang dilakukan, sehingga ia memerlukan sebuah pendekatan sistem yang tangguh untuk mencarikan solusinya.

Maksud dari sistem terbuka adalah sistem yang akan selalu berhubungan dan terpengaruh oleh lingkungan luarnya. Sistem ini akan menerima masukan dan menghasilkan output untuk lingkungan luarnya, sehingga ia harus memiliki sistem pengendalian yang baik. Lingkungan memiliki dua kemungkinan, bisa memengaruhi dan bisa pula dipengaruhi oleh yang lain. Jika hal ini dikaitkan dengan pendidikan, maka boleh jadi, pendidikan dapat menciptakan sebuah lingkungan yang baru, tapi bisa juga sebaliknya, pendidikan berubah sesuai perubahan lingkungan. Apabila disederhanakan kalimatnya, pendidikan bisa memengaruhi lingkungan, tapi bisa juga pendidikan dipengaruhi lingkungan. Namun perlu diingat, dalam sistem terbuka itu, pendidikan selalu merubah dirinya lantaran dipengaruhi dan selalu mengikuti perkembangan lingkungan.

Dengan demikian, agar pemahaman mengenai sistem terbuka ini lebih mendalam, perlu dirincikan karakteristiknya, yaitu:

ü Bersifat sinergis dengan lingkungan.
ü Feedback, perbaikan terus-menerus berdasarkan hasil balikan dari seluruh rangkaian kegiatan sistem.
ü Cyclical, hal ini sebagai kelanjutan dari kegiatan korektif. Sistem bersifat mengulangi kegiatan sebelumnya atau repetitive.
ü Creative, pendekatan sistem itu bersifat kreatif, yaitu “the system approach must be creative one that focuses on goal first and methods second”.
ü Negontropy. Sistem yang terbuka memiliki kekuatan penghalang dari kehancuran atau kemusnahan, manakala dipenuhi karakter dua hal di atas yakni kreatif dan repetitive. Dengan dua karakter tersebut akan menjadi pertahanan dari dalam diri sistemnya (self defence).
ü Steady state, yakni kemapanan, keajegan, keseimbangan internal saat terjadi dinamika input-output.
ü Growth and expancy, yakni tumbuh dan semakin meluas, sebagai akibat lanjutan (nurturant effect) dari karakter sistem yang kreatif dan negontrophic.
ü Balance between  maintenance (seperti beli, pelihara, rekrutmen dan lain-lainnya untuk bertahan hidup) and adaptive activities (yaitu perencanaan dan pengembangan yang menghitung realitas lapangan secara jeli dan teliti supaya sistem tetap bertahan hidup).
ü Equifinality. Dalam pendekatan sistem, terdapat kesamaan nilai dari ujung proses suatu kegiatan. Input bisa memiliki keragaman  mutu, namun karena diproses dengan perlakuan dan persyaratan yang sama, maka jenis dan kualitas output, relative dalam level mutu yang sama (indicate to dynamic homeostatis, or the steady state).

Sementara menurut Nigro, karakteristik dari sistem terbuka adalah:

ü Secara ajeg, sistem ini mencari dan memerlukan sumber-sumber dalam bentuk material dan kemanusiaan.
ü Organisasi mentransformasi input dalam bentuk hasil-hasil seperti barang dan jasa pelayanan.
ü Sistem terbuka mengirim hasil produksinya ke pihak luar, yakni lingkungan.
ü Struktur organisasi dikembangkan sekitar aktivita-aktivita yang telah menpola.
ü Organisasi hidup dan menolak disorganisasi.
ü Umpan baliknya itu dalam bentuk informasi mengenai keadaan lingkungan.
ü Sistem terbuka selalu menginginkan adanya keseimbangan dan kestabilan antara faktor-faktor di dalam dan di luar organisasi.
ü Pengembangan struktual dan spesialis tugas merupakan jawaban umum dalam mencari sumber dan adaptasi.

Berdasarkan karakteristik di atas, sangat banyak kelebihan yang dimiliki dari sistem terbuka tersebut. Namun, sebagaimana yang telah disebutkan di atas, sistem terbuka juga memiliki kekurangan yang perlu diantisipasi agar bisa diatasi setiapkali ia muncul.

Dalam perspektif yang lebih umum, sistem terbuka lebih menekankan pada saling hubungan dan saling ketergantungan antara unsur-unsur dalam pendidikan yang bersifat sosial dan teknologi. Pendidikan harus dipahami sebagai sebuah organisasi yang perlu untuk dipertimbangkan sebagai suatu rangkaian variabel yang saling berhubungan. Dalam hal tertentu, berubahnya satu variabel akan menyebabkan berubahnya variabel yang lain. Sistem pendidikan ini termasuk sebuah organisasi formal yang harus diperlakukan sebagai suatu sistem terbuka, karena sistem ini secara terus-menerus akan melakukan transaksi dengan lingkungan luarnya. Selain itu, secara mutlak sistem ini juga sangat tergantung dengan faktor sekelilinganya dalam usaha mendapatkan sumber yang dibutuhkan untuk keberlangsungan hidupnya. Sistem terbuka seperti ini tidak hanya terbuka bagi lingkungannya saja, tetapi juga terbuka bagi dirinya sendiri.

Keuntungan dan Kepentingan Menggunakan Pendekatan Sistem
Keuntungan atau urgensitas penggunaan pendekatan sistem bagi sebuah lembaga pendidikan, antara lain:

ü Jenis dan jumlah masukan bisa diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan sehingga akan dapat dihindari penghamburan-hamburan sumber, tata cara dan kesanggupan yang sifatnya terbatas.
ü Proses yang dilaksanakan bisa diarahkan untuk mencapai keluaran atau output sehingga dapat dihindari pelaksanaan kegiatan yang dinilai tidak diperlukan.
ü Keluaran yang dihasilkan dapat lebih optimal serta dapat diukur secara lebih cepat dan obyektif.
ü Umpan balik dapat diperoleh setiap tahap pelaksanaan program. Jadi berbagai kemungkinan yang tersedia dapat diperhitungkan, sehingga tidak ada yang luput dari perhatian.

Menurut Tim Depdiknas,[9] keuntungan yang diperoleh tatkala sebuah lembaga pendidikan menggunakan pendekatan sistem, ialah:

ü Misi, sasaran, dan tujuan dapat dijabarkan lebih luas;
ü Setiap program selalu dikaitkan dengan sasaran dan tujuan;
ü Orientasi kegiatan selalu diorientasikan kepada hasil akhir;
ü Perencanaan dipandang sebagai bagian dari keseluruhan kegiatan di dalam pendidikan;
ü Sumber daya manusia dan sumber pendanaannya digunakan lebih efektif sesuai alokasi kontribusinya dalam pencapaian tujuan;
ü Informasi untuk perencanaan dan pengambilan keputusan bisa dirancang dan dikelola secara terpadu sehingga sasaran serta cara pencapaiannya dapat lebih efektif dan efisien;
ü Semua upaya diarahkan pada sasaran sehingga pemborosan dapat ditekan seminimal mungkin;
ü Administrator bisa dinilai lebih objektif lantaran sasaran pekerjaan lebih jelas;
ü Administrator bisa mengembangkan kreativitas dalam batas kewenangan yang telah diatur, selama mereka berorientasi pada tujuan akhir;
ü Pertanggungan jawab dapat dirumuskan secara jelas dan opersional;
ü Umpan balik dapat diperoleh pada semua tingkat otoritas dalam organisasi pendidikan sehingga penyimpangan dalam usaha untuk pencapaian tujuan dapat cepat diidentifikasi;
ü Komunikasi antar komponen dapat dibina dengan lebih baik, sehingga kesalahpahaman dapat dikurangi;
ü Pendelegasian wewenang dan tanggungjawab bisa dilaksanakan secara lebih baik.

Berdasarkan rincian dari berbagai keuntungan di atas, maka sudah sangat jelas pendekatan sistem sangat penting untuk digunakan dalam sistem pendidikan Islam. Menurut Harvey, kepentingan dimaksud, antara lain:

ü Lembaga-lembaga pendidikan semakin kompleks dan semakin sulit untuk dikelola dengan cara-cara tradisional yang kurang berorientasi pada tujuan dalam menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan.
ü Perubahan semakin cepat sementara seorang administrator tidak mungkin menangani segala bidang. Karena itu perlu pendekatan baru.
ü Kebanyakan perencana pendidikan bersifat amatir, karena mereka itu hanya disiapkan untuk menjadi guru atau petugas pendidikan lainnya. Dalam keadaan yang demikian, pendekatan sistem sangat diperlukan.
ü Diperlukan penggunaan dana yang lebih efisien dan efektif untuk menanggulangi berbagai kesalahan dalam perencanaan dan pengelolaan pendidikan. Karena itu pendekatan sistem sangat diperlukan.
ü Kepercayaan masyarakat terhadap proses pendidikan perlu ditingkatkan melalui efisiensi dan efektivitas kerja sistem dalam pendidikan yang terencana.[10]

Meskipun pendekatan sistem sangat penting dan mempunyai banyak kelebihan, namun ia juga mempunyai kelemahan. Misalnya banyak bergantung pada masukan dan banyak bergantung pula pada masyarakat dalam pemanfaatan keluarannya. Jika masukan yang telah diterimanya kurang baik, maka kecenderungannya adalah hasil yang dikeluarkan juga kurang baik sehingga pemanfaatan dari masyarakat akan kurang banyak peminatnya. Jika hal ini terus bergulir, maka lama-kelamaan nantinya lembaga pendidikan tersebut tidak banyak lagi peminatnya, dan pada akhirnya bisa saja ditutup.

Problematika dan Solusi Sistem Pendidikan Islam di Indonesia
Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia merupakan sistem pendidikan yang sangat kompleks, karena didalamnya terdapat berbagai elemen dan rangkaian input-proses-output yang saling memengaruhi secara internal, termasuk elemen terkait dengan pendidikan Islam. Sedangkan secara eksternal, Sistem Pendidikan Nasional juga dipengaruhi oleh aspek politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan-keamanan, agama serta berbagai stakeholder yang terkait dengan pendidikan.

Lantaran demikian kompleksnya sistem pendidikan di Indonesia, sehingga jalannya tertatih-tatih seperti kendaraan tua yang bermuatan penuh. Dari kondisi seperti itu, jelas pencapaian tujuan pendidikan Islam akan berjalan lamban dan pencapaian tersebut tidak bisa maksimal sesuai apa yang diharapkan. Sekedar contoh, Pendidikan Nasional dilaksanakan dengan tujuan untuk menjadikan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, sehat, kreatif, mandiri, dan mampu menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun apa realitasnya, produk pendidikan saat ini masih menghasilkan anak didik yang buruk moralnya. Tidak jarang kita melihat berita diberbagai media yang menyajikan maraknya tindakan anarkhis, prostitusi, narkoba, kenakalan remaja, pergaulan bebas, dan sederet tindak amoral[11] dan imoral[12] lainnya, yang didalamnya terlibat anak didik yang sedang di produk dalam pendidikan Indonesia.

Berdasarkan contoh di atas, tentu saja masih ada something wrong dalam penyelenggaraan pendidikan (Islam) di Indonesia? Something wrong tersebut dapat ditinjau dari dua perspektif, yaitu perspektif ideologis (prinsip) dan teknis (praktis). Dari sudut ideologis, kekeliruan paradigma pendidikan yang mendasari semua pelaksanaan sistem pendidikan menjadi problem mendasar di Indonesia. Sementara dari sisi teknis, problemnya juga terkait dengan hal teknis, seperti: biaya pendidikan mahal, prestasi siswa masih rendah, kesejahteraaan guru masih memprihatinkan, sarana fisik belum memadai, kualitas guru masih rendah, kesempatan pendidikan tidak merata, dan relevansi antara pendidikan dengan kebutuhan masih rendah.

Selain itu, problematika sistem pendidikan nasional di Indonesia juga merambah pada aspek materi ajar, dimana penekanannya seringkali diarahkan pada aspek kognitif siswa belaka sehingga melahirkan generasi yang mengidap penyakit split personality atau kepribadian terpecah. Masalah-masalah lain yang juga ikut menambah buruknya pelaksanaan pendidikan di Indonesia, seperti adanya kecenderungan bahwa pendidikan yang diselenggarakan itu lebih menguntungkan kelompok minoritas yang mampu ditinjau dari sisi ekonomi. Masalah ini muncul lantaran sistem ekonomi yang dianut adalah sistem ekonomi kapitalis, sehingga disadari atau tidak, turut memengaruhi paradigma pemerintah dalam menetapkan kebijakan pendidikan. Akibatnya, pendidikan itu dijadikan sebagai jasa komoditas, yang hanya dapat diakses oleh masyarakat (pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah besar.[13]

Pengaruh pola hidup sekularis dan paham politik yang oportunis pada sebagian masyarakat Indonesia ternyata turut memengaruhi arus pendidikan Islam yang digulirkan. Pandangan hidup sekularis ternyata telah menggiring masyarakat Indonesia cenderung hedonis (hura-hura), permisivistik (serba boleh), materialistik (money oriented), dan lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan yang diambil seringkali bertujuan untuk mendapatkan pekerjaan, materi atau keterampilan hidup belaka. Seseorang yang dinilai berhasil sekolah adalah mereka yang bisa menghasilkan uang dan serba kecukupan dalam hidupnya. Sementara pandangan politik yang oportunistik tersebut telah membentuk karakter politikus machiavelis, yaitu melakukan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Fenomena inilah yang banyak tampak pada para eksekutif dan legislatif Indonesia dalam merumuskan kebijakan pendidikan.

Masih banyak lagi problematika dalam sistem pendidikan di Indonesia yang belum diungkap, jika dirincikan, barangkali hampir di setiap komponen atau subsistemnya memiliki masalah. Namun, yang perlu dibahas setelah memaparkan beberapa pesoalan pendidikan tersebut adalah bagaimana solusinya? Sebelum memberikan beberapa alternatif pemecahannya, diperlukan sebuah analisis sistem, yaitu sebuah proses yang dilakukan untuk menentukan hubungan yang ada dan relevansi antara beberapa komponen (sub sistem) dari suatu sistem yang ada. Cara atau langkah-langkah yang harus dilakukan dalam analisa sistem, antara lain:

ü Menentukan input dan output dasar dari sistem.
ü Menentukan proses yang dilakukan di tiap-tiap tahap.
ü Merancang perbaikan sistem dan melakukan pengujian dengan cara:
Ø Fersibility, yaitu mencari-cari cara yang memungkinkan.
Ø Viability, yaitu keberlangsungannya.
Ø Cost, yaitu mencari-cari harganya yang murah atau terjangkau.
Ø Effectiveness, yaitu melalui input yang sedikit bisa menghasilkan output yang besar.
ü Membuat rencana kerja dan penunjukkan tenaga pelaksananya.
ü Mengimplementasikan dan menilai kembali terhadap sistem yang baru dijalankan.

Dari langkah-langkah analisa sistem di atas, akan ditemukan cara atau solusi untuk mengatasi berbagai problematika yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan. Analisa sistem ini harus dilakukan oleh para pembuat kebijakan dan pelaksana pendidikan, karena mereka yang paling tahu problematika yang sedang dihadapi di lapangan. Dari hasil analisa yang dilakukan oleh para pelaksana atau pemerhati pendidikan, masalah yang telah diungkapkan di atas, bisa diatasi melalui beberapa tawaran solusi sebagai berikut:

ü Masalah mendasar berupa kekeliruan paradigma pendidikan dapat diatasi dengan cara yang fundamental, yaitu melakukan perombakan paradigma pendidikan tersebut secara menyeluruh. Misalnya, merubah paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma pendidikan integral, komprehensif, dan berbasis keagamaan pada tujuan, struktur kurikulum, dan sebagainya.
ü Masalah teknis terkait dengan pembiayaan, prestasi siswa, sarana fisik, kesejahteraan dan kualitas guru, pemerataan pendidikan, materi ajar, relevansi pendidikan dengan kebutuhan, orientasi pendidikan kapitalis dan oportunis, semuanya itu harus dilakukan perubahan pada sistem-sistem sosial; menambah jumlah anggaran pendidikan; memberikan tunjangan, pelatihan, dan kesempatan pada guru untuk melanjutkan pendidikannya; meningkatkan kualitas dan kuantitas materi ajar; dan lain sebagainya.

Tawaran-tawaran solusi ini akan lebih jelas dengan dipaparkan dalam bentuk tabel di bawah ini.

Problem dan Solusi Pendidikan
No
Problem
Tawaran Solusi
1
Kekeliruan paradigma
Melakukan perombakan total pada:
Ø Asas sistem pendidikan
Ø Tujuan pendidikan
Ø Struktur kurikulum
2
Biaya pendidikan mahal
Subsidi silang, beasiswa, standarisasi biaya pendidikan, dan efisiensi biaya
3
Prestasi belajar rendah
Bimbingan belajar per-siswa, menurunkan beban belajar siswa, dan melengakapi sarana belajar
4
Guru kurang sejahtera
Memberikan tunjangan profesi dan prestasi bagi guru
5
Sarana belum memadai
Pengadaan sarana secara adil dan merata dan menambah anggaran belanja sarana
6
Kualitas guru rendah
Memberikan pelatihan dan pendidikan lanjutan bagi guru
7
Pendidikan tidak merata
Program sekolah gratis, beasiswa, dan sosialisasi intensif tentang pentingnya pendidikan pada masyarakat
8
Relevansi pendidikan rendah
Menambah sekolah profesi yang lulusannya siap pakai dan merubah kurikulum yang relevan dengan kebutuhan pangsa pasar global
9
Materi ajar cenderung memprioritaskan aspek kognitif
Pembahasan teori harus disertai praktek, memperbesar porsi penilaian pada aspek apektif dan psikomotorik.
10
Pengaruh pola pandangan hidup yang sekularistik, hedonistik, permisivistik, materialistik, dan oportunistik dalam pendidikan
Merombak paradigma dan pandangan hidup menjadi paradigma integralistik, komprehensif, interkoneksi, dan berbasis nilai-nilai religius.

Berdasarkan tabel di atas, tampak jelas solusi untuk mengatasi problematika pendidikan saat ini, meskipun solusi tersebut masih bersifat tawaran.

Benchmarking[14] Sistem Pendidikan Finlandia
Pertanyaan pertama yang mungkin muncul dari para pembaca tulisan ini adalah mengapa sistem pendidikan Finlandia yang dibahas? Jawaban sederhananya karena Finlandia adalah negara yang mendapat peringkat 1 dunia dalam bidang pendidikan. Penilaian ini didasarkan pada hasil survei internasional yang dilakukan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 2003. Adapun alat ukurnya dikenal dengan nama PISA atau Programme for International Student Assesment yang mengukur kemampuan siswa dalam bidang Sains, Membaca, dan Matematika. Selain itu, Finlandia juga diakui kemampuannya untuk mendidik anak-anak yang lemah mentalnya.

Lantas apa yang membuat sistem pendidikan Finlandia dinilai terbaik di dunia? Pertanyaan ini yang dibutuhkan jawabannya, agar sistem-sistem pendidikan yang diterapkan bisa dijadikan sebagai bahan kajian, masukan, atau perbandingan bagi pendidikan nasional di Indonesia.

Finlandia merupakan sebuah negara kecil di belahan utara bumi seluas 338.000 KM2 dengan jumlah penduduknya sekitar 5,3 juta jiwa. Meskipun negaranya kecil dan penduduknya sangat sedikit di banding Indonesia, namun Finlandia dikenal sebagai salah satu negara industri yang paling maju dan modern di dunia, karena ilmu pengetahuan dan teknologi informasi serta komunikasi sangat pesat perkembangannya di sana. Keberhasilan Finlandia tersebut karena didukung oleh kualitas dan kompetensi SDM-nya yang sangat tinggi lantaran sistem pendidikan yang mereka bangun dan kembangkan mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan rakyatnya.

Seluruh rakyat Finlandia memiliki hak dasar untuk mengenyam pendidikan secara gratis pada setiap jenjangnya, tanpa membedakan kelas ekonomi dan strata sosial di masyarakat. Hak dasar tersebut diatur dan dijamin secara kuat dalam Konstitusi Finlandia, Bab II Seksi 16, yang secara tegas mengatakan:

Everyone has the right to basic education free of charge. Provisions on the duty to receive education are laid down by an Act. The Public authorities shall, as provided in more detail by an Act, guarantee for everyone equal opportunity to receive other educational services in accordance with their ability and special needs, as well as the opportunity to develop themselves without being prevented by economic hardship. The freedom of science, the arts and higher education is guaranteed”.

Selain jaminan hak yang kuat, Finlandia juga memiliki tujuan sistem pendidikan yang baik, yaitu mewujudkan high-level education for all. Tujuan tersebut mengupayakan agar seluruh rakyat Finlandia dapat mengenyam pendidikan hingga tingkat tertinggi, secara merata, dengan kemampuan, keahlian dan kompetensi yang terbaik. Finlandia membangun sistem pendidikannya dengan karakteristik free education, free school meals, dan special needs education dengan berpegang teguh pada prinsip inklusivitas.

Karakteristik dan sistem pendidikan Finlandia yang kuat tersebut merupakan buah dari revolusi fundamental yang mereka lakukan. Pada tahun 1968, pemerintah Finlandia menghapus sistem pendidikan yang berjenjang atau parallel school system. Tidak hanya itu, hasil dari revolusi tersebut, telah melahirkan sistem pendidikan Finlandia yang modern, antara lain:

ü Pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun, tanpa ada tingkatan SD dan SMP seperti di Indonesia.
ü Semua anak usia 7–15 tahun wajib sekolah dasar dengan menerima materi dan kualitas pendidikan yang sama dan seragam.
ü Sistem peringkat (ranking) pada siswa atau sekolah, serta sistem evaluasi Ujian Nasional pada pendidikan dasar 9 tahun dihapus. Siswa tidak lagi mengejar angka atau peringkat, tetapi mengejar pemahaman dan penerapan ilmu sesuai kurikulum pendidikan dasar nasional.
ü Sistem pendidikan yang diterapkan ialah desentralisasi. Pemerintah daerah diberikan kekuasaan dalam menetapkan kurikulum sesuai kebutuhan wilayahnya, tetapi tetap mengacu dan berpegang teguh pada garis besar kebijakan pendidikan nasional dan kurikulum inti sekolah yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Badan Pendidikan Nasional Finlandia.
ü Pemerintah Finlandia berusaha meratakan kemampuan semua siswa di tingkat pendidikan wajib dasar, dengan cara kerjasama yang erat antara pemerintah, guru, masyarakat, dan orang tua dalam memantau perkembangan pendidikan dan pembelajaran siswa dengan tujuan untuk memastikan bahwa setiap siswa bisa mengikuti dan memahami materi pelajaran dengan baik.
ü Syarat untuk menjadi guru di sekolah dasar, harus tamatan S2 pada bidang pendidikan.
ü Setiap guru diberikan kebebasan dan otonomi untuk menerapkan metode dalam pembelajarannya.
ü Pemerintah Finlandia menghapus lembaga inspektorat jenderal, karena mereka tidak menerapkan lagi sistem inspeksi pendidikan ke setiap sekolah dan menggantinya dengan sistem evaluasi pendidikan. Dalam praktek evaluasinya, guru hanya bertanggungjawab kepada pemerintah daerah, bukan kepada pemerintah pusat.
ü Badan Nasional Pendidikan Finlandia, secara reguler, setiap tahun, melakukan penilaian nasional pendidikan, dengan mengambil sampel nilai dari sekolah yang mewakili daerahnya secara random. Nilai sampel yang diperoleh kemudian diolah untuk menghasilkan suatu laporan evaluasi pendidikan nasional dan laporan serta masukan individual sekolah. Seluruh laporan tersebut disampaikan ke semua sekolah yang dievaluasi paling lambat 2 bulan setelah pengumpulan data. Laporan dan masukan individual tersebut memuat informasi mengenai profil pendidikan nasional dan profil pendidikan individu sekolah. Laporan tersebut tidak digunakan untuk menentukan peringkat sekolah, melainkan untuk keperluan evaluasi secara objektif. Jika nilai rata-rata sekolah berada di bawah nilai rata-rata nasional, maka hal tersebut akan memacu sekolah untuk melakukan refleksi diri guna meningkatkan standar kualitas pendidikan mereka. Laporan dan masukan individual sekolah tidak diterbitkan secara umum. Setiap sekolah tidak akan mengetahui hasil laporan dan masukan individual sekolah lainnya, meskipun berada di dalam wilayah administrasi daerah yang sama. Hal ini diterapkan guna menghindari fenomena stratanisasi peringkat sekolah dan siswa yang hanya akan menimbulkan dampak negatif naming and shaming.
ü Hampir setiap mata pelajaran disediakan guru bantu yang bertugas untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Semua siswa ditempatkan dalam ruang kelas yang sama, tanpa memandang kemampuan mereka dalam belajar.
ü Jam belajar siswa sangat sedikit, hanya 30 jam perminggu. Finlandia tidak memberikan jam belajar tambahan, PR tambahan, penerapan disiplin seperti tentara, atau memperbanyak berbagai les tambahan.
ü Profesi guru sangat dihargai, meskipun gajinya tidak fantastis. Setiap lulusan Sekolah Menengah terbaik yang berkeinginan masuk sekolah Pendidikan, hanya 1 dari 7 pelamar yang diterima. Persaingannya lebih ketat daripada masuk ke fakultas Hukum atau Kedokteran.
ü Siswa Finlandia tidak menggunakan pakaian seragam, bahkan guru atau kepala sekolah biasa hanya memakai celana jeans dan kemeja berleher terbuka di sekolah.
ü Jumlah siswa di kelas terbatas hanya 20 orang pada 2 tahun pertama sekolah serta pada tahun keenam dan ketujuh (usia 12 dan 13 tahun).

Berdasarkan contoh-contoh sistem pendidikan yang diterapkan di atas, ternyata sistem tersebut telah mampu mengantarkan Finlandia menjadi negara terbaik nomor 1 dunia dalam bidang pendidikan. Jika sistem pendidikan Finlandia dibandingkan dengan sistem pendidikan di Indonesia, maka akan tampak perbedaan yang sangat signifikan, seperti rinciannya dalam tabel di bawah ini:


Perbedaan Sistem Pendidikan Finlandia – Indonesia
No
Sistem Pendidikan Finlandia
Sistem Pendidikan Indonesia
1
Wajar 9 tahun, SD dan SMP tidak dipisahkan
Wajar 9 tahun, SD dan SMP dipisahkan
2
Usia wajib sekolah 7 – 15 tahun secara konsisten
Usia wajib sekolah 7 – 15 tahun belum konsisten
3
Tidak ada sistem perankingan
Menggunakan sistem perankingan
4
Tidak menggunakan UN pada pendidikan dasar
Menggunakan UN pada pendidikan dasar
5
Sistem pendidikan desentralisasi
Menuju sistem desentralisasi
6
Ada usaha pemerataan kemampuan siswa melalui kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua siswa
Belum ada pemerataan kemampuan siswa melalui kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua siswa
7
Syarat diterima menjadi guru harus tamatan S2 bidang pendidikan
Syarat diterima menjadi guru tamatan S1 diutamakan bidang pendidikan, tapi masih ada juga guru tamatan SMA dan Diploma
8
Guru memiliki kebebasan dan otonomi dalam menerapkan metode pembelajaran
Guru tidak memiliki kebebasan dan otonomi penuh dalam menerapkan metode pembelajaran
9
Tidak ada lembaga inspektorat jenderal
Lembaga inspektorat jenderal masih ada
10
Penilaian sekolah hanya dengan sampel
Penilaian setiap sekolah
11
Menugaskan guru bantu hampir setiap mata pelajaran
Tidak ada menugaskan guru bantu setiap mata pelajaran
12
Jam wajib belajar 30 jam setiap minggu, tanpa jam tambahan, PR atau les tambahan
Jam wajib belajar 32 - 38 jam setiap minggu, ditambah lagi dengan PR atau les tambahan
13
Seleksi ketat memasuki jurusan pendidikan
Belum ketat melakukan seleksi untuk memasuki jurusan pendidikan
14
Tidak menggunakan pakaian seragam
Menggunakan pakaian seragam
15
Jumlah siswa per-kelas 20 orang
Jumlah siswa per-kelas antara 20 - 40 orang

Berdasarkan perbandingan sistem pendidikan dalam tabel di atas, terlihat masih banyak komponen-komponen yang perlu dibenahi dalam sistem pendidikan Indonesia. Padahal, prinsip pendidikan yang dilaksanakan oleh Finlandia sejatinya mengacu pada prinsip-prinsip pendidikan Islam yang lebih mengedepan integrasi, keseimbangan, persamaan, pendidikan seumur hidup dan keutamaan.[15] Semua prinsip pendidikan Islam tersebut bisa dirujuk dalam al-Qurân dan Hadits, antara lain:

ü Prinsip integrasi terdapat di dalam al-Qurân surah al-Qashash ayat 77:
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.

ü Prinsip keseimbangan terdapat di dalam al-Qurân surah al-Anbiyâ ayat 94:
Maka barang siapa yang mengerjakan amal saleh, sedang ia beriman, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu dan sesungguhnya Kami menuliskan amalannya itu untuknya.

ü Prinsip persamaan terdapat di dalam al-Qurân surah al-Hujarât ayat 13:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

ü Prinsip pendidikan seumur hidup bisa dirujukan dalam Hadits di bawah ini:
Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan (HR. Ibnu Abdil Barr).

ü Prinsip keutamaan terdapat di dalam al-Qurân surah Thâhâ ayat 114:
Dan katakanlah: Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.

Berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan yang terdapat dalam al-Qurân dan Hadits di atas, bila diterapkan secara optimal seperti yang dilaksanakan oleh negara Finlandia, maka besar kemungkinan akan terbangun sebuah sistem pendidikan Islam di Indonesia yang bisa mengantarkan masyarakatnya pada masyarakat yang lebih beradab, berkualitas, berprestasi dan profesional di masa mendatang.

Penutup
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa pendekatan sistem di dalam penyelenggaraan pendidikan itu sangat penting, karena dengan sistem yang baik, maka akan diperoleh hasil pendidikan yang baik pula. Sebagai contoh, Finlandia telah mampu menerapkan sistem pendidikan dengan baik sehingga ia mendapatkan pengakuan dunia.

Sistem pendidikan yang diterapkan Finlandia melalui proses yang sangat panjang, diawali dengan sebuah revolusi pendidikan dan didukung oleh segenap masyarakatnya. Dengan adanya kesungguhan pemerintah dan masyarakatnya itulah yang membawanya berhasil dalam mendidik anak mereka, ini tentu sebuah invertasi yang luar biasa dan akan selalu mereka nikmati hasil di masa-masa mendatang.

Indonesia sebagai sebuah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, semestinya mempertimbangkan kelebihan-kelebihan sistem pendidikan yang dimiliki Finlandia. Tidak ada salahnya untuk mengikuti sesuatu yang terbaik dan sesuai dengan kondisi Indonesia, karena sesungguhnya masih sangat banyak problematika dan kekeliruan dalam sistem pendidikan Indonesia yang perlu dibenahi. Selain itu, perlu juga menggali kandungan al-Qurân agar bisa menemukan teori-teori baru yang mampu mengantarkan bangsa Indonesia pada sebuah sistem pendidikan yang terbaik di dunia pada masanya nanti. Wallahu a’lam.



DAFTAR PUSTAKA

Amirin, Tatang M., Pokok-pokok Teori Sistem, Jakarta: Rajawali, 1992.
Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
Depdikbud, Pengembangan Kurikulum dan Sistem Instruksional, Jakarta: Dirjen Dikti, 1984/1985.
http://www.scribd.com/doc/61347928/BAB-Pendekatanan-Pendidikan, diakses tgl. 30 November 2015.
Kaufman, Roger A., Educational System Planning, New Jersey: Prentice-Hall, 1972.
Munzir Hitami, Mengonsep Kembali Penddikan Islam, Riau: Infinite Press, 2004.
Pidarta, Made, Landasan Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Tim Depdiknas, Perencanaan Pendidikan, Jakarta: Dikti, 1982/83.
Wahyudin, Dinn, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008.






Maaf, footnatenya sengaja dihapus, khawatir disalahgunakan, harap maklum

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments: