#Dr. Adnan, M.S.I.
@sudah dipublikasikan dalam
jurnal
Abstrak:
Rendahnya kualitas pendidikan di
Indonesia pada dasarnya disebabkan oleh banyak faktor, dan salah satu faktor
yang paling berpengaruh adalah masih rapuhnya bangunan sistem dalam pendidikan.
Sistem pendidikan yang belum berjalan secara baik ternyata berdampak pada rendahnya
capaian tujuan pendidikan. Akibatnya, lahirlah anak-anak sebagai hasil dari
pendidikan yang buruk moralnya, berperilaku anarkhis, terlibat dalam jaringan prostitusi,
narkoba, kenakalan remaja, pergaulan bebas, dan sederet tindakan amoral dan
imoral lainnya. Untuk menghentikan hasil pendidikan yang berkualitas tersebut,
perlu dilakukan revolusi pendidikan seperti yang telah dilaksanakan oleh
Finlandia. Prinsip-prinsip pendidikan yang dilakukan oleh Finlandia sejatinya
sudah terdapat di dalam prinsip pendidikan Islam. Karena itu, agar pendidikan
nasional bisa berkualitas dan menghasilkan manusia-manusia yang berperilaku
baik, maka prinsip-prinsip pendidikan Islam menjadi salah satu tawaran penting
untuk dijadikan sebagai dasar pijakan dalam sistem pendidikan nasional.
Keyword: Pendekatan, Sistem, Pendidikan
Islam
Pendahuluan
Nilai raport penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia hingga saat ini masih sangat memprihatinkan. Meskipun masih ada
negara-negara yang berada di bawah kualitas pendidikan Indonesia, namun posisi
itu hanya bersifat sementara. Bisa jadi suatu saat nanti, manakala tidak ada
upaya sungguh-sungguh untuk membenahinya, posisi kualitas pendidikan Indonesia
akan melorot pada level yang paling bawah dari negara-negara lain di dunia. Deskripsi
nyata mengenai rendahnya kualitas pendidikan Indonesia bisa didasarkan pada laporan
yang dikeluarkan UNESCO Education For All Global Monitoring Report tahun
2012, dimana Indonesia berada di peringkat 64 dari 120 negara di seluruh dunia.
Sedangkan berdasarkan Indeks Perkembangan Pendidikan (Education Development
Index, EDI), Indonesia berada di peringkat 69 dari 127 negara pada tahun 2011.
Terlepas dari tingkat validitas dan reliabilitas
data di atas, jelas informasi tersebut sangat-sangat bermanfaat bagi Bangsa
Indonesia untuk menelaah kembali penyelenggaraan pendidikan yang sudah
berlangsung selama ini. Salah satu aspek yang akan ditelaah dalam artikel ini adalah
pendekatan sistem dalam pendidikan di Indonesia, termasuk pendidikan Islam yang
included di dalamnya.
Sistem dalam Pendidikan Islam
Teori sistemik pada awalnya dikembangkan oleh
ilmuwan muslim antara abad ke-8 sampai abad ke-13 M, dimana pada saat itu
merupakan masa keemasan sejarah kebudayaan Islam. Ilmuwan muslim yang berjasa
pada saat itu di antaranya: Abu Abdillah Mohammad Ibnu Djabir al-Battani, Abu
al-Raihani Mohammad Ibnu Ahmad al-Biruni, Abu al-Fatah Umari Ibnu Ibrahim
al-Chayyani dan Abu al-Abbas Ahmad al-Farghani.[2]
Daya kreativitas para ilmuwan muslim tersebut
pada prinsipnya diilhami oleh informasi-informasi yang ada di dalam al-Qurân.
Fenomena gerakan sistemik, seperti mekanisme benda samawi secara makrokosmik
dan dalam tubuh manusia sendiri secara mikrokosmik, semua informasi
tersebut diungkap dalam al-Qurân. Melalui contoh sistem mekanisme
bekerjanya alam semesta dan tubuh manusia, para ilmuwan muslim di bidang
pendidikan terinspirasi untuk menciptakan model kehidupan sosial, teknologi
mesin, peralatan perangkat lunak (software) dan keras (hardware),
bahkan sampai kepada sistem persenjataan modern.[3]
Adapun contoh ayat al-Qurân yang berbicara tentang mekanisme bekerjanya
alam semesta secara sistemik, antara lain:
Artinya:
38. dan
matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui.
39. dan
telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah ia
sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah ia sebagai bentuk tandan
yang tua.
40.
tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat
mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya (QS. Yasîn:
38-40).
Sedangkan ayat yang berbicara mengenai
bekerjanya sistem dalam tubuh manusia, terdapat dalam surah al-Mu’minûn ayat
12-14:
Artinya:
12. dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah.
13.
kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim).
14.
kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
kemudian tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan
dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang
paling baik.
Dua ayat di atas menunjukkan pada manusia
bahwa jagat raya dan makhluk hidup seperti manusia, berkembang melalui sebuah
proses yang teratur dalam suatu sistem yang tetap, tertib dan bertahap. Contoh
inilah semestinya yang diadopsi dan dimodifikasi dalam sebuah
sistem pendidikan Islam, karena dengan sebuah sistem yang kokoh, konsisten,
tertib dan bertahap inilah yang akan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di
tengah-tengah keterpurukan akhlak dan krisis multidimenasi.
Pengertian Sistem Pendidikan Islam
Sistem berasal
dari bahasa Latin “systēma”
dan bahasa Yunani “sustēma”
yaitu suatu kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen atau elemen yang
dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Menurut para
ahli, sistem diartikan secara beragam. Menurut Ludwig Von Bartalanfy, sistem
adalah seperangkat unsur atau elemen yang saling terikat dalam suatu antar
relasi di antara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan. Anatol Raporot
mengartikan sistem sebagai suatu kumpulan dari kesatuan dan perangkat hubungan
antara satu sama lain. Sementara L. Ackof mengartikan sistem sebagai satu
kesatuan secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian dalam
keadaan saling tergantung satu sama lain. Adapun Tatang M. Amirin,[4]
menjelaskan pengertian sistem sebagai berikut:
ü Sistem merupakan suatu
kebulatan keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu himpunan atau
perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau
keseluruhan yang kompleks atau utuh.
ü Sistem adalah himpunan
komponen yang saling berkaitan dan sama-sama berfungsi untuk mencapai suatu
tujuan.
ü Sistem merupakan
sehimpunan komponen atau sub-sub sistem yang terorganisasikan serta berkaitan
sesuai rencana untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan sekumpulan unsur atau elemen yang saling
terkait, memiliki ketergantungan dan saling memengaruhi dalam mencapai tujuan.
Jika simpulan ini dikaitkan dengan pendidikan Islam, maka bisa dirumuskan bahwa
sistem pendidikan Islam adalah semua komponen yang berkaitan secara terpadu
dalam memberikan jaminan untuk penyelenggaraan pendidikan Islam agar tujuan
yang telah dirumuskan dapat tercapai dengan maksimal.
Komponen-komponen Sistem Pendidikan Islam
Satu hal yang harus digarisbawahi bahwa
komponen atau unsur-unsur sistem pendidikan Islam memiliki kesamaan dengan
unsur-unsur dalam sistem pendidikan pada umumnya. Dalam sistem pendidikan, ada
bermacam-macam unsur yang terhimpun, seperti:
tujuan, siswa, manajemen, stuktur dan jadual waktu,
materi, guru, sarana dan prasarana, media, teknologi, kendali mutu, biaya
pendidikan, dan lain sebagainya. Semua unsur tersebut saling terkait dan
mendukung antara satu dengan yang lain. Jika sistem di dalam pendidikan bisa
diibaratkan seperti komputer, maka setiap komponen yang ada di dalamnya
memiliki tugas dan fungsi masing-masing yang saling mendukung, satu saja yang
tidak bertugas atau berfungsi (misal hardisk-nya), maka komputer
tersebut tidak akan bisa beroperasi dengan baik. Demikian pula dengan
pendidikan, jika ada komponennya yang tidak berfungsi dengan baik (sebut saja
seperti gurunya), maka pendidikan tersebut tidak akan mampu untuk mencapai
tujuan yang telah direncanakan. Dari contoh-contoh seperti ini, jelas sekali
setiap komponen pendidikan tersebut saling terkait dan mendukung antara satu
dengan lainnya.
ü Tujuan dan prioritas,
fungsinya untuk mengarahkan kegiatan di dalam sistem.
ü Anak didik atau siswa,
fungsinya adalah belajar hingga mencapai tujuan pendidikan.
ü Pengelolaan fungsinya
adalah merencanakan, mengkoordinasikan, mengarahkan dan menilai sistem.
ü Struktur dan jadwal,
yang berfungsi untuk mengatur waktu dan mengelompokkan anak didik berdasarkan
tujuan tertentu.
ü Isi (kurikulum),
fungsinya sebagai bahan yang harus dipelajari oleh anak didik.
ü Pendidik atau guru,
fungsinya menyediakan bahan, menciptakan kodisi belajar dan menyelenggarakan
pendidikan.
ü Alat bantu belajar
fungsinya untuk memungkinkan proses belajar mengajar agar menarik, lengkap, dan
bervariasi,
ü Fasilitas, berfungsi
sebagai tempat terselenggaranya pendidikan.
ü Teknologi berfungsi
untuk mempermudah/memperlancar pendidikan.
ü Pengawasan mutu,
berfungsi membina peraturan-peraturan dan standar pendidikan (peraturan
penerimaan anak didik, pemberian nilai ujian, kriteria baku).
ü Penelitian, berfungsi mengembangkan
pengetahuan, penampilan sistem dan hasil kerja sistem.
ü Biaya, berfungsi
sebagai petunjuk efisiensi sistem
Komponen-komponen
pokok di atas memiliki peranan yang cukup menentukan dalam sistem pendidikan.
Oleh karena itu, setiap komponen tersebut harus mendapat perhatian yang serius
dan harus difungsikan dengan maksimal agar sistem pendidikan dapat berjalan
dengan baik. Manakala sistemnya sudah masing-masing berfungsi, maka tujuan akan
bisa dicapai dengan maksimal sesuai harapan.
Karakteristik Sistem dalam Pendidikan Islam
Pendidikan Islam sebagai sebuah sistem pada
dasarnya memiliki ciri atau karakteristik yang sama dengan pendidikan pada umumnya.
Secara umum, sebuah sistem memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu:
ü Setiap sistem memiliki tujuan
ü Setiap sistem memiliki
komponen
ü Setiap sistem memiliki
fungsi
Secara spesifik, karakteristik sistem terdiri
dari hal-hal sebagai berikut:
ü Lingkungan (environment)
adalah segala sesuatu yang ada di luar sistem. Lingkungan tersebut ada yang
bersifat menunjang dan ada pula yang menghambat jalannya sebuah sistem.
ü Batasan (boundary)
merupakan sekat-sekat yang membatasi unsur satu dengan unsur lainnya, mana yang
termasuk di dalam dan di luar sistem.
ü Komponen (component)
merupakan unsur atau elemen-elemen yang saling berinteraksi dan bekerjasama
dalam menjalankan sebuah sistem.
ü Penghubung (interface)
merupakan media yang menghubungkan antar subsistem. Penghubung inilah yang
memungkinkan koneksi atau mengalirnya suatu energi dari satu subsistem
ke subsistem lainnya.
ü Masukan (input)
ialah energi yang dimasukkan secara sengaja ke dalam sistem. Masukan dimaksud
berupa maintenance input dan sinyal input. Maintenance input
ini merupakan energi yang dimasukkan agar sistem dapat beroperasi. Sedangkan sinyal
input adalah energi yang diproses untuk diperoleh keluarannya.
ü Keluaran (output)
merupakan hasil dari energi yang telah diolah dan dipisahkan menjadi hasil yang
diinginkan dan sisanya yang terbuang.
ü Pengolah (process)
merupakan bagian dari sebuah sistem yang harus ada, karena melalui pengolahan
inilah suatu masukan bisa menghasilkan keluaran. Wujudnya sulit digambarkan,
namun ia selalu ada dalam sebuah sistem.
ü Tujuan (goal)
merupakan sasaran yang ingin dicapai dari sebuah sistem yang berjalan. Tanpa
tujuan, maka sistem yang dijalankan akan menjadi sia-sia belaka.
Berdasarkan karakteristik di atas, tampak
sekali bahwa sistem memiliki perangkat-perangkat yang sangat kompleks, antara satu dengan lainnya saling
terhubung dan mendukung. Jika karakteristik sistem tersebut dikaitkan dengan
pendidikan Islam, maka akan diperoleh rinciannya sebagai berikut:
ü Lingkungan (environment)
dalam pendidikan tersebut dapat saja berupa lingkungan masyarakat, lingkungan
sekolah, lingkungan keluarga dan sebagainya yang bisa mendukung atau menghambat
jalannya sistem pendidikan yang dilaksanakan.
ü Batasan (boundary)
dalam sistem pendidikan bisa berupa aturan, waktu pelaksanaan, muatan materi,
usia, dan sebagainya.
ü Komponen (component)
dalam sistem pendidikan cukup banyak jenis-jenisnya, seperti: kurikulum, guru,
siswa, biaya, sarana dan prasarana, serta lain sebagainya.
ü Penghubung (interface)
dalam sistem pendidikan berupa kata/bahasa yang digunakan dalam pembelajaran,
gerakan tubuh, buku atau kertas, alat belajar dan sebagainya.
ü Masukan (input)
dalam sistem pendidikan seperti pengetahuan dan pengalaman belajar yang telah
dimiliki siswa, skill yang telah dimiliki guru dan lainnya.
ü Keluaran (output)
dalam sistem pendidikan adalah pencapaian hasil belajar yang telah dimiliki
siswa.
ü Pengolah (process)
dalam sistem pendidikan seperti pemanfaatan waktu, fasilitas, dan tenaga untuk
melaksanakan pendidikan.
ü Tujuan (goal)
dalam sistem pendidikan adalah target yang akan dicapai dalam penyelenggaraan
pendidikan, seperti tujuan pendidikan nasional yang dijiwai oleh nilai-nilai
ajaran Islam adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu,
sehat, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Teori Pendekatan Sistem dalam Pendidikan
Islam
Pada prinsipnya, segala sesuatu yang ada di
bumi ini memiliki sistemnya masing-masing. Artinya, sistem itu diperlukan oleh
semua makhluk yang ada di bumi ini. Seorang manusia adalah sebuah sistem.
Kehidupan manusia dalam suatu keluarga adalah satu sistem. Mobil, sekolah,
organisasi, kampus, pejabat, kerajaan, negara, dunia dan sebagainya memiliki
sistemnya masing-masing. Jika sistem tersebut diklasifikasikan, ada beberapa
macam teori sistem, yaitu:
ü Berdasarkan wujudnya,
sistem dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu: sistem fisik (mobil), sistem
konseptual (ilmu), sistem biologi (tubuh manusia), dan sistem sosial (sekolah).
ü Berdasarkan asal usul
kejadian, sistem dibedakan 2 jenis, yaitu sistem alamiah (tata surya) dan
sistem buatan manusia (pendidikan).
ü Berdasarkan daya gerak
di dalamnya, sistem dibedakan menjadi dua jenis yaitu sistem mekanistik/deterministic
(sepeda motor) dan sistem organismik/probabilistic (organisasi).
ü Berdasarkan hubungan
dengan lingkungan, sistem dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sistem terbuka
(sistem yang berinteraksi dan memiliki ketergantungan pada lingkungan atau
sistem lain yang ada dalam supra sistem, mengambil input dari lingkungan
dan memberikan output pada lingkungannya dan sistem yang tertutup
(sistem yang tidak berhubungan dengan lingkungan).[6]
Berdasarkan beberapa sistem di atas, maka
pendidikan dikelompokkan dalam sistem terbuka, sebab tidak mungkin pendidikan
dapat melaksanakan fungsinya dengan baik jika ia selalu mengisolasi dirinya
dengan lingkungan. Faktor yang memengaruhi pendidikan adalah falsafah negara,
agama, sosial, kebudayaan, politik, ekonomi, dan demografi. Ketujuh faktor ini
merupakan supra sistem dari sistem pendidikan, termasuk pendidikan Islam.[7]
Pendekatan Sistem dan Sistem Terbuka dalam
Pendidikan Islam
Pendekatan sistem merupakan cara untuk
mengidentifikasi kebutuhan, seleksi masalah, menyusun identifikasi persyaratan
solusi masalah, membuat beberapa alternative solusi, mengevaluasi hasil,
merevisi persyaratan pada sebagian atau
seluruh sistem yang terkait dengan keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan.[8] Pendidikan Islam sebagai
sebuah sistem yang terbuka, memerlukan pendekatan sistem dalam pengembangannya.
Sebab, dengan sistem terbuka itu, pendidikan akan selalu berusaha untuk meng-update
dirinya supaya tetap relevan dan tidak ketinggalan zaman. Resiko dari sistem
terbuka ini, pendidikan akan selalu menemui masalah setiap ada perubahan yang
dilakukan, sehingga ia memerlukan sebuah pendekatan sistem yang tangguh untuk
mencarikan solusinya.
Maksud dari sistem
terbuka adalah sistem yang akan selalu berhubungan dan terpengaruh oleh lingkungan luarnya. Sistem ini akan menerima
masukan dan menghasilkan output untuk lingkungan luarnya, sehingga ia
harus memiliki sistem pengendalian yang baik. Lingkungan memiliki dua
kemungkinan, bisa memengaruhi dan bisa pula dipengaruhi oleh yang lain. Jika
hal ini dikaitkan dengan pendidikan, maka boleh jadi, pendidikan dapat
menciptakan sebuah lingkungan yang baru, tapi bisa juga sebaliknya, pendidikan
berubah sesuai perubahan lingkungan. Apabila disederhanakan kalimatnya,
pendidikan bisa memengaruhi lingkungan, tapi bisa juga pendidikan dipengaruhi
lingkungan. Namun perlu diingat, dalam sistem terbuka itu, pendidikan selalu
merubah dirinya lantaran dipengaruhi dan selalu mengikuti perkembangan
lingkungan.
Dengan demikian, agar pemahaman mengenai sistem
terbuka ini lebih mendalam, perlu dirincikan karakteristiknya, yaitu:
ü Bersifat sinergis dengan
lingkungan.
ü Feedback, perbaikan terus-menerus berdasarkan hasil balikan dari seluruh
rangkaian kegiatan sistem.
ü Cyclical, hal ini sebagai
kelanjutan dari kegiatan korektif. Sistem bersifat mengulangi kegiatan
sebelumnya atau repetitive.
ü Creative, pendekatan sistem itu
bersifat kreatif, yaitu “the system approach must be creative one that
focuses on goal first and methods second”.
ü Negontropy. Sistem yang terbuka
memiliki kekuatan penghalang dari kehancuran atau kemusnahan, manakala dipenuhi
karakter dua hal di atas yakni kreatif dan repetitive. Dengan dua
karakter tersebut akan menjadi pertahanan dari dalam diri sistemnya (self
defence).
ü Steady state, yakni kemapanan,
keajegan, keseimbangan internal saat terjadi dinamika input-output.
ü Growth and expancy, yakni tumbuh dan
semakin meluas, sebagai akibat lanjutan (nurturant effect) dari karakter
sistem yang kreatif dan negontrophic.
ü Balance between maintenance (seperti beli, pelihara, rekrutmen dan lain-lainnya
untuk bertahan hidup) and adaptive activities (yaitu perencanaan dan
pengembangan yang menghitung realitas lapangan secara jeli dan teliti supaya
sistem tetap bertahan hidup).
ü Equifinality. Dalam pendekatan
sistem, terdapat kesamaan nilai dari ujung proses suatu kegiatan. Input bisa
memiliki keragaman mutu, namun karena
diproses dengan perlakuan dan persyaratan yang sama, maka jenis dan kualitas output,
relative dalam level mutu yang sama (indicate to dynamic homeostatis,
or the steady state).
Sementara menurut Nigro, karakteristik
dari sistem terbuka adalah:
ü Secara ajeg,
sistem ini mencari dan memerlukan sumber-sumber dalam bentuk material dan
kemanusiaan.
ü Organisasi
mentransformasi input dalam bentuk hasil-hasil seperti barang dan jasa
pelayanan.
ü Sistem terbuka
mengirim hasil produksinya ke pihak luar, yakni lingkungan.
ü Struktur
organisasi dikembangkan sekitar aktivita-aktivita yang telah menpola.
ü Organisasi hidup
dan menolak disorganisasi.
ü Umpan baliknya itu
dalam bentuk informasi mengenai keadaan lingkungan.
ü Sistem terbuka selalu
menginginkan adanya keseimbangan dan kestabilan antara faktor-faktor di dalam
dan di luar organisasi.
ü Pengembangan struktual
dan spesialis tugas merupakan jawaban umum dalam mencari sumber dan
adaptasi.
Berdasarkan karakteristik di atas, sangat banyak
kelebihan yang dimiliki dari sistem terbuka tersebut. Namun, sebagaimana yang
telah disebutkan di atas, sistem terbuka juga memiliki kekurangan yang perlu
diantisipasi agar bisa diatasi setiapkali ia muncul.
Dalam perspektif yang lebih umum, sistem
terbuka lebih menekankan pada saling hubungan dan saling
ketergantungan antara unsur-unsur dalam pendidikan yang bersifat sosial dan
teknologi. Pendidikan harus dipahami sebagai sebuah organisasi yang perlu untuk
dipertimbangkan sebagai suatu rangkaian variabel yang saling
berhubungan. Dalam hal tertentu, berubahnya satu variabel akan
menyebabkan berubahnya variabel yang lain. Sistem pendidikan ini
termasuk sebuah organisasi formal yang harus diperlakukan sebagai suatu sistem terbuka,
karena sistem ini secara terus-menerus akan melakukan transaksi dengan
lingkungan luarnya. Selain itu, secara mutlak sistem ini juga sangat tergantung
dengan faktor sekelilinganya dalam usaha mendapatkan sumber yang dibutuhkan
untuk keberlangsungan hidupnya. Sistem terbuka seperti ini tidak hanya terbuka
bagi lingkungannya saja, tetapi juga terbuka bagi dirinya sendiri.
Keuntungan dan Kepentingan Menggunakan
Pendekatan Sistem
Keuntungan atau urgensitas penggunaan
pendekatan sistem bagi sebuah lembaga pendidikan, antara lain:
ü Jenis dan jumlah masukan
bisa diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan sehingga
akan dapat dihindari penghamburan-hamburan sumber, tata cara dan kesanggupan
yang sifatnya terbatas.
ü Proses yang dilaksanakan bisa diarahkan untuk mencapai
keluaran atau output sehingga dapat dihindari pelaksanaan kegiatan yang dinilai
tidak diperlukan.
ü Keluaran yang dihasilkan dapat lebih optimal serta
dapat diukur secara lebih cepat dan obyektif.
ü Umpan balik dapat
diperoleh setiap tahap pelaksanaan program. Jadi berbagai kemungkinan yang tersedia dapat diperhitungkan, sehingga
tidak ada yang luput dari perhatian.
Menurut Tim Depdiknas,[9]
keuntungan yang diperoleh tatkala sebuah lembaga pendidikan menggunakan
pendekatan sistem, ialah:
ü Misi, sasaran, dan tujuan dapat dijabarkan lebih luas;
ü Setiap program selalu
dikaitkan dengan sasaran dan tujuan;
ü Orientasi kegiatan
selalu diorientasikan kepada hasil akhir;
ü Perencanaan dipandang
sebagai bagian dari keseluruhan kegiatan di dalam pendidikan;
ü Sumber daya manusia dan
sumber pendanaannya digunakan lebih efektif sesuai alokasi kontribusinya dalam
pencapaian tujuan;
ü Informasi untuk
perencanaan dan pengambilan keputusan bisa dirancang dan dikelola secara
terpadu sehingga sasaran serta cara pencapaiannya dapat lebih efektif dan
efisien;
ü Semua upaya diarahkan
pada sasaran sehingga pemborosan dapat ditekan seminimal mungkin;
ü Administrator bisa
dinilai lebih objektif lantaran sasaran pekerjaan lebih jelas;
ü Administrator bisa
mengembangkan kreativitas dalam batas kewenangan yang telah diatur, selama
mereka berorientasi pada tujuan akhir;
ü Pertanggungan jawab
dapat dirumuskan secara jelas dan opersional;
ü Umpan balik dapat
diperoleh pada semua tingkat otoritas dalam organisasi pendidikan sehingga
penyimpangan dalam usaha untuk pencapaian tujuan dapat cepat diidentifikasi;
ü Komunikasi antar
komponen dapat dibina dengan lebih baik, sehingga kesalahpahaman dapat
dikurangi;
ü Pendelegasian wewenang dan tanggungjawab bisa dilaksanakan
secara lebih baik.
Berdasarkan rincian dari berbagai keuntungan
di atas, maka sudah sangat jelas pendekatan sistem sangat penting untuk
digunakan dalam sistem pendidikan Islam. Menurut Harvey, kepentingan dimaksud,
antara lain:
ü Lembaga-lembaga pendidikan semakin kompleks dan
semakin sulit untuk dikelola dengan cara-cara tradisional yang kurang
berorientasi pada tujuan dalam menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan tuntutan
perkembangan pendidikan.
ü Perubahan semakin cepat sementara seorang administrator
tidak mungkin menangani segala bidang. Karena itu perlu pendekatan baru.
ü Kebanyakan perencana pendidikan bersifat
amatir, karena mereka itu hanya disiapkan untuk menjadi guru atau petugas
pendidikan lainnya. Dalam keadaan yang demikian, pendekatan sistem sangat
diperlukan.
ü Diperlukan penggunaan dana yang lebih efisien
dan efektif untuk menanggulangi berbagai kesalahan dalam perencanaan dan
pengelolaan pendidikan. Karena itu pendekatan sistem sangat diperlukan.
ü Kepercayaan masyarakat terhadap proses pendidikan
perlu ditingkatkan melalui efisiensi dan efektivitas kerja sistem dalam pendidikan
yang terencana.[10]
Meskipun pendekatan sistem sangat penting dan
mempunyai banyak kelebihan, namun ia juga mempunyai kelemahan. Misalnya banyak
bergantung pada masukan dan banyak bergantung pula pada masyarakat dalam
pemanfaatan keluarannya. Jika masukan yang telah diterimanya kurang baik, maka
kecenderungannya adalah hasil yang dikeluarkan juga kurang baik sehingga pemanfaatan
dari masyarakat akan kurang banyak peminatnya. Jika hal ini terus bergulir,
maka lama-kelamaan nantinya lembaga pendidikan tersebut tidak banyak lagi
peminatnya, dan pada akhirnya bisa saja ditutup.
Problematika dan Solusi Sistem Pendidikan Islam
di Indonesia
Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia
merupakan sistem pendidikan yang sangat kompleks, karena didalamnya terdapat
berbagai elemen dan rangkaian input-proses-output yang saling
memengaruhi secara internal, termasuk elemen terkait dengan pendidikan Islam.
Sedangkan secara eksternal, Sistem Pendidikan Nasional juga dipengaruhi oleh
aspek politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan-keamanan, agama serta
berbagai stakeholder yang terkait dengan pendidikan.
Lantaran demikian kompleksnya sistem pendidikan
di Indonesia, sehingga jalannya tertatih-tatih seperti kendaraan tua yang
bermuatan penuh. Dari kondisi seperti itu, jelas pencapaian tujuan pendidikan Islam
akan berjalan lamban dan pencapaian tersebut tidak bisa maksimal sesuai apa
yang diharapkan. Sekedar contoh, Pendidikan Nasional dilaksanakan dengan tujuan
untuk menjadikan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, sehat, kreatif, mandiri, dan mampu menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun apa realitasnya,
produk pendidikan saat ini masih menghasilkan anak didik yang buruk moralnya.
Tidak jarang kita melihat berita diberbagai media yang menyajikan maraknya
tindakan anarkhis, prostitusi, narkoba, kenakalan remaja, pergaulan
bebas, dan sederet tindak amoral[11]
dan imoral[12]
lainnya, yang didalamnya terlibat anak didik yang sedang di produk dalam
pendidikan Indonesia.
Berdasarkan contoh di atas, tentu saja masih
ada something wrong dalam penyelenggaraan pendidikan (Islam) di
Indonesia? Something wrong tersebut dapat ditinjau dari dua perspektif,
yaitu perspektif ideologis (prinsip) dan teknis (praktis). Dari sudut
ideologis, kekeliruan paradigma pendidikan yang mendasari semua pelaksanaan
sistem pendidikan menjadi problem mendasar di Indonesia. Sementara dari sisi
teknis, problemnya juga terkait dengan hal teknis, seperti: biaya pendidikan
mahal, prestasi siswa masih rendah, kesejahteraaan guru masih memprihatinkan,
sarana fisik belum memadai, kualitas guru masih rendah, kesempatan pendidikan
tidak merata, dan relevansi antara pendidikan dengan kebutuhan masih rendah.
Selain itu, problematika sistem pendidikan
nasional di Indonesia juga merambah pada aspek materi ajar, dimana penekanannya
seringkali diarahkan pada aspek kognitif siswa belaka sehingga
melahirkan generasi yang mengidap penyakit split personality atau
kepribadian terpecah. Masalah-masalah lain yang juga ikut menambah buruknya
pelaksanaan pendidikan di Indonesia, seperti adanya kecenderungan bahwa
pendidikan yang diselenggarakan itu lebih menguntungkan kelompok minoritas yang
mampu ditinjau dari sisi ekonomi. Masalah ini muncul lantaran sistem ekonomi
yang dianut adalah sistem ekonomi kapitalis, sehingga disadari atau tidak,
turut memengaruhi paradigma pemerintah dalam menetapkan kebijakan pendidikan.
Akibatnya, pendidikan itu dijadikan sebagai jasa komoditas, yang hanya
dapat diakses oleh masyarakat (pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah
besar.[13]
Pengaruh pola hidup sekularis
dan paham politik yang oportunis pada sebagian masyarakat Indonesia ternyata turut memengaruhi arus pendidikan Islam
yang digulirkan. Pandangan hidup sekularis ternyata telah menggiring
masyarakat Indonesia cenderung hedonis (hura-hura), permisivistik (serba boleh), materialistik
(money oriented), dan lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan
yang diambil seringkali bertujuan untuk mendapatkan pekerjaan, materi atau
keterampilan hidup belaka. Seseorang yang dinilai berhasil sekolah adalah
mereka yang bisa menghasilkan uang dan serba kecukupan dalam hidupnya.
Sementara pandangan politik yang oportunistik tersebut telah
membentuk karakter politikus machiavelis, yaitu melakukan segala cara
untuk memperoleh keuntungan. Fenomena inilah yang banyak tampak pada para eksekutif
dan legislatif Indonesia dalam merumuskan kebijakan pendidikan.
Masih banyak lagi problematika dalam sistem
pendidikan di Indonesia yang belum diungkap, jika dirincikan, barangkali hampir
di setiap komponen atau subsistemnya memiliki masalah. Namun, yang perlu
dibahas setelah memaparkan beberapa pesoalan pendidikan tersebut adalah
bagaimana solusinya? Sebelum memberikan beberapa alternatif pemecahannya,
diperlukan sebuah analisis sistem, yaitu sebuah proses yang dilakukan untuk
menentukan hubungan yang ada dan relevansi antara beberapa komponen (sub
sistem) dari suatu sistem yang ada. Cara atau langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam analisa sistem, antara lain:
ü Menentukan input dan output dasar dari sistem.
ü Menentukan proses yang dilakukan di tiap-tiap tahap.
ü Merancang perbaikan sistem dan melakukan pengujian dengan cara:
Ø Fersibility, yaitu mencari-cari cara yang memungkinkan.
Ø Viability, yaitu keberlangsungannya.
Ø Cost, yaitu mencari-cari harganya yang murah atau
terjangkau.
Ø Effectiveness, yaitu melalui input yang sedikit
bisa menghasilkan output yang besar.
ü Membuat rencana kerja dan penunjukkan tenaga
pelaksananya.
ü Mengimplementasikan dan menilai kembali terhadap sistem yang
baru dijalankan.
Dari langkah-langkah analisa sistem di atas,
akan ditemukan cara atau solusi untuk mengatasi berbagai problematika yang
dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan. Analisa sistem ini harus dilakukan
oleh para pembuat kebijakan dan pelaksana pendidikan, karena mereka yang paling
tahu problematika yang sedang dihadapi di lapangan. Dari hasil analisa yang
dilakukan oleh para pelaksana atau pemerhati pendidikan, masalah yang telah
diungkapkan di atas, bisa diatasi melalui beberapa tawaran solusi sebagai
berikut:
ü Masalah mendasar berupa kekeliruan paradigma pendidikan dapat diatasi dengan
cara yang fundamental, yaitu melakukan perombakan paradigma pendidikan
tersebut secara menyeluruh. Misalnya, merubah paradigma pendidikan sekuler
menjadi paradigma pendidikan integral, komprehensif, dan berbasis keagamaan
pada tujuan, struktur kurikulum, dan sebagainya.
ü Masalah teknis terkait dengan pembiayaan, prestasi siswa, sarana fisik,
kesejahteraan dan kualitas guru, pemerataan pendidikan, materi ajar, relevansi
pendidikan dengan kebutuhan, orientasi pendidikan kapitalis dan oportunis,
semuanya itu harus dilakukan perubahan pada sistem-sistem sosial; menambah
jumlah anggaran pendidikan; memberikan tunjangan, pelatihan, dan kesempatan
pada guru untuk melanjutkan pendidikannya; meningkatkan kualitas dan kuantitas
materi ajar; dan lain sebagainya.
Tawaran-tawaran
solusi ini akan lebih jelas dengan dipaparkan dalam bentuk tabel di bawah ini.
Problem dan Solusi Pendidikan
No
|
Problem
|
Tawaran
Solusi
|
1
|
Kekeliruan paradigma
|
Melakukan perombakan total
pada:
Ø
Asas sistem pendidikan
Ø
Tujuan pendidikan
Ø
Struktur kurikulum
|
2
|
Biaya pendidikan mahal
|
Subsidi silang, beasiswa,
standarisasi biaya pendidikan, dan efisiensi biaya
|
3
|
Prestasi belajar rendah
|
Bimbingan belajar per-siswa,
menurunkan beban belajar siswa, dan melengakapi sarana belajar
|
4
|
Guru kurang sejahtera
|
Memberikan tunjangan profesi
dan prestasi bagi guru
|
5
|
Sarana belum memadai
|
Pengadaan sarana secara adil
dan merata dan menambah anggaran belanja sarana
|
6
|
Kualitas guru rendah
|
Memberikan pelatihan dan
pendidikan lanjutan bagi guru
|
7
|
Pendidikan tidak merata
|
Program sekolah gratis,
beasiswa, dan sosialisasi intensif tentang pentingnya pendidikan pada
masyarakat
|
8
|
Relevansi pendidikan rendah
|
Menambah sekolah profesi yang
lulusannya siap pakai dan merubah kurikulum yang relevan dengan kebutuhan
pangsa pasar global
|
9
|
Materi ajar cenderung
memprioritaskan aspek kognitif
|
Pembahasan teori harus
disertai praktek, memperbesar porsi penilaian pada aspek apektif dan psikomotorik.
|
10
|
Pengaruh pola pandangan hidup
yang sekularistik, hedonistik, permisivistik, materialistik,
dan oportunistik dalam pendidikan
|
Merombak paradigma dan
pandangan hidup menjadi paradigma integralistik, komprehensif, interkoneksi,
dan berbasis nilai-nilai religius.
|
Berdasarkan tabel di atas, tampak jelas solusi untuk mengatasi
problematika pendidikan saat ini, meskipun solusi tersebut masih bersifat
tawaran.
Benchmarking[14] Sistem Pendidikan Finlandia
Pertanyaan pertama yang mungkin muncul dari
para pembaca tulisan ini adalah mengapa sistem pendidikan Finlandia yang
dibahas? Jawaban sederhananya karena Finlandia adalah negara yang mendapat
peringkat 1 dunia dalam bidang pendidikan. Penilaian ini didasarkan pada hasil
survei internasional yang dilakukan oleh Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD) pada tahun 2003. Adapun alat ukurnya
dikenal dengan nama PISA atau Programme for International Student Assesment
yang mengukur kemampuan siswa dalam bidang Sains, Membaca, dan Matematika.
Selain itu, Finlandia juga diakui kemampuannya untuk mendidik anak-anak yang
lemah mentalnya.
Lantas apa yang membuat sistem
pendidikan Finlandia dinilai terbaik di dunia? Pertanyaan ini yang dibutuhkan
jawabannya, agar sistem-sistem pendidikan yang diterapkan bisa dijadikan
sebagai bahan kajian, masukan, atau perbandingan bagi pendidikan nasional di
Indonesia.
Finlandia merupakan sebuah negara kecil di
belahan utara bumi seluas 338.000 KM2 dengan jumlah penduduknya
sekitar 5,3 juta jiwa. Meskipun negaranya kecil dan penduduknya sangat sedikit
di banding Indonesia, namun Finlandia dikenal sebagai salah satu negara
industri yang paling maju dan modern di dunia, karena ilmu pengetahuan dan teknologi
informasi serta komunikasi sangat pesat perkembangannya di sana. Keberhasilan
Finlandia tersebut karena didukung oleh kualitas dan kompetensi SDM-nya yang
sangat tinggi lantaran sistem pendidikan yang mereka bangun dan kembangkan
mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan rakyatnya.
Seluruh rakyat Finlandia memiliki hak dasar
untuk mengenyam pendidikan secara gratis pada setiap jenjangnya, tanpa
membedakan kelas ekonomi dan strata sosial di masyarakat. Hak dasar tersebut
diatur dan dijamin secara kuat dalam Konstitusi Finlandia, Bab II Seksi 16,
yang secara tegas mengatakan:
“Everyone has the right to basic education free of charge.
Provisions on the duty to receive education are laid down by an Act. The Public
authorities shall, as provided in more detail by an Act, guarantee for everyone
equal opportunity to receive other educational services in accordance with
their ability and special needs, as well as the opportunity to develop
themselves without being prevented by economic hardship. The freedom of
science, the arts and higher education is guaranteed”.
Selain jaminan hak yang kuat, Finlandia juga
memiliki tujuan sistem pendidikan yang baik, yaitu mewujudkan high-level
education for all. Tujuan tersebut mengupayakan agar seluruh rakyat
Finlandia dapat mengenyam pendidikan hingga tingkat tertinggi, secara merata,
dengan kemampuan, keahlian dan kompetensi yang terbaik. Finlandia membangun
sistem pendidikannya dengan karakteristik free education, free school
meals, dan special needs education dengan berpegang teguh pada
prinsip inklusivitas.
Karakteristik dan sistem pendidikan Finlandia
yang kuat tersebut merupakan buah dari revolusi fundamental yang mereka
lakukan. Pada tahun 1968, pemerintah Finlandia menghapus sistem pendidikan yang
berjenjang atau parallel school system. Tidak hanya itu, hasil dari revolusi tersebut, telah
melahirkan sistem pendidikan Finlandia yang modern, antara lain:
ü Pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun, tanpa ada tingkatan SD dan SMP seperti
di Indonesia.
ü Semua anak usia 7–15
tahun wajib sekolah dasar dengan menerima materi dan kualitas pendidikan yang sama dan seragam.
ü Sistem peringkat (ranking)
pada siswa atau sekolah, serta sistem evaluasi Ujian Nasional pada pendidikan dasar 9 tahun
dihapus. Siswa tidak lagi mengejar angka atau peringkat, tetapi mengejar
pemahaman dan penerapan ilmu sesuai kurikulum pendidikan dasar nasional.
ü Sistem pendidikan yang
diterapkan ialah desentralisasi. Pemerintah daerah diberikan kekuasaan dalam menetapkan kurikulum sesuai kebutuhan wilayahnya,
tetapi tetap mengacu dan berpegang teguh pada garis besar kebijakan pendidikan
nasional dan kurikulum inti sekolah yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan
Badan Pendidikan Nasional Finlandia.
ü Pemerintah Finlandia
berusaha meratakan kemampuan semua siswa di tingkat pendidikan wajib dasar,
dengan cara kerjasama yang erat antara pemerintah, guru, masyarakat, dan orang
tua dalam memantau perkembangan pendidikan dan pembelajaran siswa dengan tujuan
untuk memastikan bahwa setiap siswa bisa mengikuti dan memahami materi
pelajaran dengan baik.
ü Syarat untuk menjadi
guru di sekolah dasar, harus tamatan S2 pada bidang pendidikan.
ü Setiap guru diberikan
kebebasan dan otonomi untuk menerapkan metode dalam pembelajarannya.
ü Pemerintah Finlandia
menghapus lembaga inspektorat jenderal, karena mereka tidak menerapkan lagi
sistem inspeksi pendidikan ke setiap sekolah dan menggantinya dengan sistem
evaluasi pendidikan. Dalam praktek evaluasinya, guru hanya bertanggungjawab
kepada pemerintah daerah, bukan kepada pemerintah pusat.
ü Badan Nasional
Pendidikan Finlandia, secara reguler, setiap tahun, melakukan penilaian
nasional pendidikan, dengan mengambil sampel nilai dari sekolah yang
mewakili daerahnya secara random. Nilai sampel yang diperoleh
kemudian diolah untuk menghasilkan suatu laporan evaluasi pendidikan nasional
dan laporan serta masukan individual sekolah. Seluruh laporan tersebut
disampaikan ke semua sekolah yang dievaluasi paling lambat 2 bulan setelah
pengumpulan data. Laporan dan masukan individual tersebut memuat informasi
mengenai profil pendidikan nasional dan profil pendidikan individu sekolah.
Laporan tersebut tidak digunakan untuk menentukan peringkat sekolah, melainkan
untuk keperluan evaluasi secara objektif. Jika nilai rata-rata sekolah berada
di bawah nilai rata-rata nasional, maka hal tersebut akan memacu sekolah untuk
melakukan refleksi diri guna meningkatkan standar kualitas pendidikan mereka.
Laporan dan masukan individual sekolah tidak diterbitkan secara umum. Setiap
sekolah tidak akan mengetahui hasil laporan dan masukan individual sekolah
lainnya, meskipun berada di dalam wilayah administrasi daerah yang sama. Hal
ini diterapkan guna menghindari fenomena stratanisasi peringkat sekolah
dan siswa yang hanya akan menimbulkan dampak negatif naming and shaming.
ü Hampir setiap mata
pelajaran disediakan guru bantu yang bertugas untuk membantu siswa yang
mengalami kesulitan belajar. Semua siswa ditempatkan dalam ruang kelas yang
sama, tanpa memandang kemampuan mereka dalam belajar.
ü Jam belajar siswa sangat
sedikit, hanya 30 jam perminggu. Finlandia tidak memberikan jam belajar
tambahan, PR tambahan, penerapan disiplin seperti tentara, atau memperbanyak
berbagai les tambahan.
ü Profesi guru sangat
dihargai, meskipun gajinya tidak fantastis. Setiap lulusan Sekolah Menengah
terbaik yang berkeinginan masuk sekolah Pendidikan, hanya 1 dari 7 pelamar yang
diterima. Persaingannya lebih ketat daripada masuk ke fakultas Hukum atau
Kedokteran.
ü Siswa Finlandia tidak
menggunakan pakaian seragam, bahkan guru atau kepala sekolah biasa hanya
memakai celana jeans dan kemeja berleher terbuka di sekolah.
ü Jumlah siswa di kelas
terbatas hanya 20 orang pada 2 tahun pertama sekolah serta pada tahun keenam
dan ketujuh (usia 12 dan 13 tahun).
Berdasarkan contoh-contoh sistem pendidikan yang diterapkan di atas,
ternyata sistem tersebut telah mampu mengantarkan Finlandia menjadi negara
terbaik nomor 1 dunia dalam bidang pendidikan. Jika sistem pendidikan Finlandia
dibandingkan dengan sistem pendidikan di Indonesia, maka akan tampak perbedaan
yang sangat signifikan, seperti rinciannya dalam tabel di bawah ini:
Perbedaan Sistem Pendidikan Finlandia – Indonesia
No
|
Sistem Pendidikan Finlandia
|
Sistem Pendidikan Indonesia
|
1
|
Wajar
9 tahun, SD dan SMP tidak dipisahkan
|
Wajar
9 tahun, SD dan SMP dipisahkan
|
2
|
Usia
wajib sekolah 7 – 15 tahun secara konsisten
|
Usia
wajib sekolah 7 – 15 tahun belum konsisten
|
3
|
Tidak
ada sistem perankingan
|
Menggunakan
sistem perankingan
|
4
|
Tidak
menggunakan UN pada pendidikan dasar
|
Menggunakan
UN pada pendidikan dasar
|
5
|
Sistem
pendidikan desentralisasi
|
Menuju
sistem desentralisasi
|
6
|
Ada
usaha pemerataan kemampuan siswa melalui kerjasama antara pemerintah,
masyarakat, dan orang tua siswa
|
Belum
ada pemerataan kemampuan siswa melalui kerjasama antara pemerintah, masyarakat,
dan orang tua siswa
|
7
|
Syarat
diterima menjadi guru harus tamatan S2 bidang pendidikan
|
Syarat
diterima menjadi guru tamatan S1 diutamakan bidang pendidikan, tapi masih ada
juga guru tamatan SMA dan Diploma
|
8
|
Guru
memiliki kebebasan dan otonomi dalam menerapkan metode pembelajaran
|
Guru
tidak memiliki kebebasan dan otonomi penuh dalam menerapkan metode
pembelajaran
|
9
|
Tidak
ada lembaga inspektorat jenderal
|
Lembaga
inspektorat jenderal masih ada
|
10
|
Penilaian
sekolah hanya dengan sampel
|
Penilaian
setiap sekolah
|
11
|
Menugaskan
guru bantu hampir setiap mata pelajaran
|
Tidak
ada menugaskan guru bantu setiap mata pelajaran
|
12
|
Jam
wajib belajar 30 jam setiap minggu, tanpa jam tambahan, PR atau les tambahan
|
Jam
wajib belajar 32 - 38 jam setiap minggu, ditambah lagi dengan PR atau les
tambahan
|
13
|
Seleksi
ketat memasuki jurusan pendidikan
|
Belum
ketat melakukan seleksi untuk memasuki jurusan pendidikan
|
14
|
Tidak
menggunakan pakaian seragam
|
Menggunakan
pakaian seragam
|
15
|
Jumlah
siswa per-kelas 20 orang
|
Jumlah
siswa per-kelas antara 20 - 40 orang
|
Berdasarkan
perbandingan sistem pendidikan dalam tabel di atas, terlihat masih banyak
komponen-komponen yang perlu dibenahi dalam sistem pendidikan Indonesia.
Padahal, prinsip pendidikan yang dilaksanakan oleh Finlandia sejatinya mengacu
pada prinsip-prinsip pendidikan Islam yang lebih mengedepan integrasi, keseimbangan,
persamaan, pendidikan seumur hidup dan keutamaan.[15] Semua
prinsip pendidikan Islam tersebut bisa dirujuk dalam al-Qurân dan Hadits,
antara lain:
ü
Prinsip integrasi terdapat di dalam al-Qurân surah al-Qashash
ayat 77:
Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.
ü
Prinsip keseimbangan terdapat di dalam al-Qurân surah al-Anbiyâ
ayat 94:
Maka
barang siapa yang mengerjakan amal saleh, sedang ia beriman, maka tidak ada
pengingkaran terhadap amalannya itu dan sesungguhnya Kami menuliskan amalannya
itu untuknya.
ü Prinsip
persamaan terdapat di dalam al-Qurân surah al-Hujarât ayat 13:
Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
ü Prinsip
pendidikan seumur hidup bisa dirujukan dalam Hadits di bawah ini:
Mencari
ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan (HR.
Ibnu Abdil Barr).
ü Prinsip
keutamaan terdapat di dalam al-Qurân surah Thâhâ ayat 114:
Dan
katakanlah: Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.
Berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan yang terdapat dalam al-Qurân dan
Hadits di atas, bila diterapkan secara optimal seperti yang dilaksanakan oleh
negara Finlandia, maka besar kemungkinan akan terbangun sebuah sistem
pendidikan Islam di Indonesia yang bisa mengantarkan masyarakatnya pada
masyarakat yang lebih beradab, berkualitas, berprestasi dan profesional di masa
mendatang.
Penutup
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa
pendekatan sistem di dalam penyelenggaraan pendidikan itu sangat penting, karena
dengan sistem yang baik, maka akan diperoleh hasil pendidikan yang baik pula.
Sebagai contoh, Finlandia telah mampu menerapkan sistem pendidikan dengan baik
sehingga ia mendapatkan pengakuan dunia.
Sistem pendidikan yang diterapkan Finlandia
melalui proses yang sangat panjang, diawali dengan sebuah revolusi pendidikan
dan didukung oleh segenap masyarakatnya. Dengan adanya kesungguhan pemerintah
dan masyarakatnya itulah yang membawanya berhasil dalam mendidik anak mereka,
ini tentu sebuah invertasi yang luar biasa dan akan selalu mereka nikmati hasil
di masa-masa mendatang.
Indonesia sebagai sebuah negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam, semestinya mempertimbangkan
kelebihan-kelebihan sistem pendidikan yang dimiliki Finlandia. Tidak ada
salahnya untuk mengikuti sesuatu yang terbaik dan sesuai dengan kondisi
Indonesia, karena sesungguhnya masih sangat banyak problematika dan kekeliruan
dalam sistem pendidikan Indonesia yang perlu dibenahi. Selain itu, perlu juga
menggali kandungan al-Qurân agar bisa menemukan teori-teori baru yang mampu
mengantarkan bangsa Indonesia pada sebuah sistem pendidikan yang terbaik di
dunia pada masanya nanti. Wallahu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA
Amirin,
Tatang M., Pokok-pokok Teori Sistem, Jakarta: Rajawali, 1992.
Arifin,
M., Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
Depdikbud,
Pengembangan Kurikulum dan Sistem Instruksional, Jakarta: Dirjen Dikti,
1984/1985.
http://www.scribd.com/doc/61347928/BAB-Pendekatanan-Pendidikan,
diakses tgl. 30 November 2015.
Kaufman, Roger A., Educational System Planning,
New Jersey: Prentice-Hall, 1972.
Munzir Hitami, Mengonsep
Kembali Penddikan Islam, Riau: Infinite Press, 2004.
Pidarta,
Made, Landasan Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Tim Depdiknas, Perencanaan Pendidikan, Jakarta:
Dikti, 1982/83.
Wahyudin,
Dinn, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008.
Maaf, footnatenya sengaja dihapus, khawatir disalahgunakan, harap maklum
No comments:
Post a Comment